Pada masa pandemi Covid 19, semua sektor terkena dampaknya. Tidak terkecuali pendidikan. Meninjau salah satu dampaknya yaitu, pergeseran nilai-nilai karakter pada murid dikarenakan sistem pembelajaran yang dilakukan secara daring. Pengelolaan kelas yang seharusnya bisa dilakukan maksimal, harus dialihkan menjadi online. Hal ini juga menimbulkan culture shock kepada murid dan juga para pengajar.
Pendidikan berkarakter sangat dibutuhkan dan diutamakan dalam dunia pendidikan, alasannya karena pendidikan berkarakter sebagai wadah atau tempat untuk menjadikan kepribadian seseorang menjadi lebih baik. Sebagai tenaga pengajar, guru berperan penting dalam menumbuhkan nilai-nilai karakter pada anak didiknya. Di ranah pendidikan guru dibutuhkan agar anak-anak muridnya berkpribadian baik, sopan, jujur, bertanggung jawab, menghargai pendapat orang lain, dan santun terhadap orang yang lebih tua.
Namun, pendidikan di masa pandemi ini sangat berbeda dengan sistem pendidikan di tahun-tahun sebelum pandemi melanda. Para peserta didik harus mengikuti pelajaran secara online bukannya datang langsung ke sekolah dan diajar oleh gurunya.Â
Selain tidak bisa mengikuti kelas secara langsung, peserta didik yang tadinya terbiasa bertemu dengan teman-temannya pun jadi tidak bisa belajar bersama-sama seperti biasa. Beberapa platform yang digunakan dalam pembelajaran online seperti, zoom, google meeting, google classroom, youtube, dll, juga harus disosialisasikan kepada para murid maupun pengajarnya dikarenakan sebelumnya mereka belum terbiasa menggunakan sejumlah platform online ini. Terlebih lagi para murid yang berada di lokasi dimana sulit mendapatkan sinyal, hal ini tentunya menjadi kendala tersendiri dalam pembelajaran online.
Pembelajaran online menjadi sebuah tantangan baik bagi warga sekolah maupun muridnya, guru tidak bisa mengawasi anak didiknya secara langsung. Akibatnya murid dapat menunda-nunda tugas yang diberikan gurunya. Guru pun hanya bisa menegur lewat personal chat , dimana anak-anak sering mengabaikan jika tidak ditegur secara langsung.
Terdapat kendala dalam sistem pembelajaran online ini, seperti murid yang berasal dari keluarga tidak mampu yang kesulitan memiliki hp dengan spek bagus yang bisa mendownload sejumlah platform belajar online, kesulitan membeli kuota juga menjadi masalah karena platform pembelajaran daring kerap menguras cukup banyak kuota, murid juga kerap mengabaikan serta menunda-nunda tugas karena mereka menganggap pembelajaran seperti ini seperti bukan sekolah.
Covid-19 memang mengharuskan kita beradaptasi dengan cepat dengan sistem daring ini, tetapi dampak dari peraturan pemerintah (PPKM dan PSBB) yang mewajibkan kegiatan di luar ruangan dibatasi dan jika kegiatan bisa dilakukan di rumah itu lebih baik. Dalam pendidikan dampaknya murid kerap kurang menghargai guru; seperti tidak on cam ketika kelas berlangsung, menunda-nunda pengumpulan tugas, mengabaikan jika ditegur guru via chat.
Selain dampak diatas, ada juga dampak psikologis yang dialami siswa, seperti siswa kurang kreatif, mudah stress karena selalu dirumah, kurang produktif, dan menurunnya minat baca anak-anak.
Semasa pandemi pendidikan karakter yang biasa di ajarkan oleh guru di sekolah, harus dilakukan oleh para orang tua murid dirumah masing-masing. Karena tidak bisa dipastikan kapan pandemi akan berakhir, sudah menjadi kewajiban bagi orang tua untuk membuat anak bisa beradaptasi dengan sistem pembelajaran ini sebagai implementasi pendidikan berakarakter.
Jika dikaitkan dengan perspektif Paulo Freire, yang berkata dalam bukunya (Politik Pendidikan; Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan) , memasuki era kehidupan new normal dan demi mencapai kesadar serta sikap kritis dibutuhkan pendidikan kritis yang bertumpu pada realitas sosial. Dengan pendidikan kritis, pendidikan bisa mempertimbangkan apa saja perubahan sosial yang berlangsung pasca pandemi ini dan bagaimana beradaptasi dengan struktur sosial yang baru melalui kebijakan new normal. Di era ini pendidikan diharapkan bisa melakukan refleksi yang kritis kepada ideologi dominanan, menghindari ketidakadilan, serta membentuk tatanan baru yang lebih adil.
Adanya kebijakan new normal harus diartikan dalam konteks pedagogi kritis, yaitu :
- Pada pendidikan kritis dan era new normal, pendidik sebagai intelektual tranformatif.
- Tidak ada pengetahuan yang sifatnya netral yang bisa menciptakan kesadaran manusia. Memasuki era new normal, para jajaran pendidikan diharuskan konsisten dalam mempertahankan kesadaran kritisnya.
- Adapun perubahan yang harus dihadapi saat ini, harus tetap mempertahankan instrumentasi reflektif supaya kualitas, kuantitas pembelajaran dan pendidikan semakin berkembang walaupun telah masuk ke era new normal.
- Tetap menjaga dan mempertahankan pola pendidikan kritis dengan memprioritaskan komunikasi dan menangkal pendidikan gaya bank.
- Mewujudkan habituasi baru pada kerangka reproduksi budaya menjadi dimensi penting, karena sistem pembelajaran online/daring diperlukan pengenalan budaya baru di proses pembelajaran dalam pendidikan.