Berbicara ekonomi tidak lepas dengan kesenjangan yang terjadi di sebuah daerah. Bahkan Mantan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengatakan data Bank Dunia mengungkapkan bahwa Indoensia menghadapi masalah konsentrasi kesejahteraan. Dimana 10 persen  masyarakat terkaya di Indonesia menguasai 70 persen kekayaan nasional. Sedangkan 200 juta lebih penduduk lainnya hanya menikmati tak lebih dari 25 persen.
Terlebih data Oxfam menyatakan kekayaan empat milyader terkaya di nusantara, tinggi dari total kekayaan 40 persen penduduk  miskin -- atau sekitar 100 juta orang. Indonesia masuk dalam enam besar negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi di dunia. Pada tahun 2016, satu persen orang terkaya memiliki hampir setengah (49 persen) dari total kekayaan populasi.
Pada September 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,391. Angka ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang menyentuh angka 0,4 sekian. Meskipun demikian kesenjangan masih terlampau timpang masih kategori bahaya.
Dari data diatas penulis teringat pesan Ketua Umum PBNU Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj yang sangat relevan terkait dengan kondisi perekonomian bangsa. Beliau menyitir ayat suci yang intinya bahwa dalam agama melarang kekayaan mengalir hanya pada golongannya saja. Sementara yang terjadi faktanya  seperti disampaikan diatas dikarenakan orang kaya kekayaannya berputar sesama koleganya saja.
Bahkan Kiai Said menuturkan Nabi Muhammad SAW 1500 tahun silam mengingatkan agar 3 sektor sumber daya alam yang tidak boleh dimonopoli swasta yakni air, energi, dan kehutanan. Sementara yang terjadi di negara kita monopoli atas nama kolega hampir mencakup 3 sektor tersebut. Berbagai cara dilakukan untuk menghambat orang miskin berubah jadi kaya.
Ayo berdaya bersama, ajak masyarakat untuk ikut menikmati kue ekonomi nasional bukan hanya sisanya sisa lagi. Kerjasama dibangun atas dasar kepercayaan dan kejujuran, bukan kerjasama yang untung besar taipan lagi.
Disini negara bisa hadir menjadi katalisator, misal memaksa taipan yang menguasai lahan berjuta-juta hektar kasih ke petani dengan sistem klaster. Negara bisa membuat aturan main yang lebih riil dampaknya kepada masyarakat. Jika petani diberikan lahan sendiri dan diberikan dukungan penuh untuk produksi, penulis yakin kesenjangan bisa semakin ditekan. Semakin pendek gini rasio semakin aman dan sejahtera sebuah bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H