Mohon tunggu...
syamsud dhuha
syamsud dhuha Mohon Tunggu... profesional -

Pemuda, pembelajar dan penulis biografi lepas

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Andai Rakyat Bisa Me-Recall Anggota DPR

19 Maret 2014   02:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:46 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kampanye partai politik peserta Pemilu 2014 memasuki hari ketiga. Program yang ditawarkan semua mengatasnamakan kesejahteraan rakyat. Rakyat dipuja-puja setinggi langit, dihibur oleh artis papan atas. Atas nama rakyat, semua parpol memohon restu. Sebenarnya di hari ketiga kampanye parpol tidak ada yang istimewa yang memberikan nilai lebih dan konkret bagi kesejahteraan rakyat. Bahkan mayoritas yang "menguasai" panggung rapat terbuka selain Ketum dan Bacapres adalah artis/penghibur. Kemana para calon legislatif? Padahal kampanye 16 Maret 2014 sampai 5 April 2014 ini untuk pemilihan legislatif. Para caleg seakan termarginalkan dalam panggung kampanye. Hanya berani muncul di area publik dengan senyum lebar namun membisu. Lantas bagaimana rakyat mengetahui program-program kerja para wakilnya, jika tidak disampaikan.

Pemilu 2014 diharapkan muncul muka-muka baru dengan membawa perubahan untuk kesejahteraan yang diwakili. Namun menilik yang terjadi tiga hari ini, rakyat kembali disuguhkan "kucing dalam karung". Berapa persen Caleg yang berani melakukan kontrak politik dengan konstituen di daerah pemilihan (Dapil)? Hampir tidak ada caleg yang berani melakukan. Kalaupun ada, beranikah caleg menuangkan dalam kontrak politik jika tidak bisa memenuhi janji dalam waktu 1 tahun atau 2 tahun akan mengundurkan diri. Kekhawatiran penulis disini, rakyat akan dipermainkan kembali.

[caption id="attachment_299635" align="aligncenter" width="300" caption="kampanye- antara"]

1395144173108800109
1395144173108800109
[/caption]

Rakyat Mengawasi wakilnya

Mengapa? karena dalam peraturan yang mengikat anggota legislatif seperti Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) tidak ada aturan yang memberikan ruang pada konstituen. Konstituen tidak bisa melakukan gugatan kepada wakilnya. Politisi yang lolos ke gedung kura-kura baik muka baru maupun muka lama akan semaunya dan akan menyebut rakyat jelang Pemilu 2019. Hal itu akan terus berulang, konsituten tidak bisa meminta pertanggung jawaban atau laporan kinerja kepada wakilnya. Padahal konstituen yang diwakili ingin mengetahui kerja yang dilakukan sehingga kedepan konstituen mengetahui aspirasi atau unek-uneknya diperjuangkan. Beberapa politisi ketika waktu reses tiba ada yang turun. seakan-akan menyerap aspirasi konstituen di gedung pertemuan kelurahan. Sang anggora dewan terhormat mencatat dalam kertas, sepulang dari kelurahan, kertasnya tertinggal, terbuang atau terlupakan konstituen tidak tahu.

Maka perlu dirumuskan dalam aturan main. Konstituen diberikan ruang dalam UU MD3 yang "konon" mau direvisi. Bila perlu selain gugatan atau class action kepada anggota DPR, konstituen diberikan hak hingga tahap me-recall. Jika sang wakil yang terhormat tidak bisa memenuhi poin-poin yang tertuang dalam kontrak politik. Dengan demikian diharapkan konstituen memiliki hak kontrol kepada wakilnya. Sekarang siapa yang mengontrol wakil rakyat di senayan? Badan Kehormatan? tidak ada, mereka bebas.
Wajah DPR kedepan seandainya ada aturan main seperti yang penulis sebutkan. Konstituen tidak lagi dikibuli oleh politisi. Pengawasan kepada wakil rakyat oleh konstituen tidak hanya berdampak pada kejelasan kinerja namun juga ikatan yang kuat antara rakyat dan anggota DPR. Tayangan media tidak lagi dipenuhi dengan gugatan produk DPR ke Mahkamah Konstitusi. Class action yang dilakukan selama ini karena politisi senayan mengklaim sepihak tentang peraturan yang dibuat. Coba kita lihat berapa undang-undang yang dibatalkan oleh MK. Selama 2012, MK menyidangkan 97 pengujian undang-undang. Dari jumlah itu, sebanyak 30 permohonan dikabulkan MK. Ambisius DPR tidak diimbangi dengan kualitas hasilnya tahun 2013 RUU yang ditargetkan sebanyak 70 dimana 59 RUU lanjutan tahun 2012.

Solusi terbaik kembali mengikutsertakan secara aktif pemilik kedaulatan. Wakil rakyat harus diawasi oleh rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun