[caption id="attachment_305248" align="aligncenter" width="314" caption="STIP salah satu sekolah kedinasan dibawah Kemenhub"][/caption]
Sekolah kedinasan yang dimiliki beberapa kementerian banyak menelan korban. Masih hangat ingatan kita dengan kematian praja IPDN, kini terungkap kembali kematian mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP). Sebenarnya peristiwa kematian di kampus kedinasan merupakan fenomena gunung es yang masih penuh misteri.
Kematian Dimas, mahasiswa asal Medan bukannya membuat pihak STIP mengakui kelalaian tetapi justru membenarkan kegiatan mahasiswa. Pembinaan "kemiliteran" untuk persiapan adaptasi lingkungan kerja yang keras, begitu dalihnya. Menjadi sebuah pertanyaan, pendekatan atau rujukan militer mana yang dipakai STIP? Padahal pendidikan militer yang ada tidak pernah sampai memakan korban nyawa para taruna. Kurang keras apa para taruna di didik oleh instruktur? Ada yang salah dalam pendidikan kedinasan, terutama pembenaran perpeloncoan senior kepada yunior.
Kegiatan lapang pada saat orientasi biasanya ditangani TNI dengan tujuan pembekalan pembentukan mental dan karakter. TNI merupakan militer yang terlatih dan telah memperhitungkan kekuatan fisik siswa. Cara menghukum dengan memukul sudah tahu titik tubuh yang bisa dipukul. Kalau sudah kembali ke kampus, pendidikan mental dilakukan dengan memberlakukan kedisiplinan secara ketat. Dengan begitu bukan hanya mental yang terbentuk tetapi juga karakter terbangun. Pendidikan yang menghasilkan siswa berkarakter akan lebih berguna untuk memperbaiki kebobrokan birokrasi di semua lini tidak terkecuali di kementerian yang menaungi STIP.
Dendam di Dunia Kerja
Kekerasan hanya akan menimbulkan rasa dendam yang terus turun temurun jika tidak dihentikan. Hal itu bukan tidak mungkin dibawa hingga ke dunia kerja. Jika terjadi, bisa dibayangkan roda kinerja dalam kementerian tidak efektif, cenderung terganggu. Kementerian akan terkotak-kotak antara kubu senior dan junior yang bermusuhan. Karena sipil, bisa terjadi persaingan tidak sehat dan saling memotong urusan antar senior dan junior.
Mungkin tidak terlalu khawatir terjadi kontak fisik seperti ketika sekolah antar mereka di dunia kerja. Akan tetapi yang lebih mengkhawatirkan kalau "permusuhan" dokumen. Mulai dari urusan mutasi, kenaikan pangkat hingga kewenangan akan dipermainkan. Masyarakat yang kembali dirugikan. Berbeda kalau militer, perwira junior akan selalu menghormati perwira senior karena memang seperti itu yang diinginkan.
Maka dari itu, sekolah kedinasan jangan sampai menciptakan mahasiswa sipil yang kemiliteren (lebih militer dari militer sendiri). Militer harus keras, bahaya dan menyalahi kodrat jika militer bersikap lembut di lapangan dalam tugas.
Untuk itu semua pihak perlu duduk bersama, segera mengadakan perbaikan tanpa menunggu jatuhnya korban jiwa lagi. Kementerian yang membawahi sekolah kedinasan bisa duduk bersama dengan kementerian pendidikan dan kebudayaan selaku pemangku kebijakan pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H