Mohon tunggu...
syamsud dhuha
syamsud dhuha Mohon Tunggu... profesional -

Pemuda, pembelajar dan penulis biografi lepas

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Pelarangan Motor, Kebijakan "Sulap" Memindahkan Kemacetan

29 Januari 2015   19:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:09 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_348537" align="aligncenter" width="300" caption="Polisi Menilang Pemotor di Bundaran HI (foto: tribunnews.com)"][/caption]

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memberlakukan kebijakan pelarangan motor melewati jalan protokol Jalan MH Thamrin- Jalan Merdeka Barat. Dampak yang terpantau masih terjadi kemacetan yang terjadi di daerah tersebut. Hal ini dikarenakan kebijakan pelarangan motor tidak menyentuh akar masalah yang terjadi, yakni kemacetan. Kebijakan tersebut mengindikasikan Pemprov DKI Jakarta tidak serius menangani masalah kemacetan. Meskipun dalam waktu sebulan ke depan Pemprov DKI Jakarta akan melakukan evaluasi. Produk kebijakan pelarangan kendaraan bermotor ini sejak awal sudah gagal, karena tidak ada riset dan kajian terkait masalah penanganan kemacetan. Bahkan sosialisasi sebelum implementasi pelarangan motor sangat minim. Hanya memanfaatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahya Purnama (Ahok) dalam wawancara di televisi. Ini juga bukti Pemprov DKI Jakarta tidak serius dalam membuat kebijakan.

Kebijakan pelarangan motor melintas di Jalan MH Thamrin- Jalan Medan Merdeka Barat bukan semakin menyelesaikan masalah kemacetan, akan tetapi memindahkan kemacetan ke tempat lain. Kemacetan yang terjadi di sepanjang jalan tersebut berpindah ke jalan alternatif, di sisi utara terjadi kemacetan di sekitar Kebun Kacang, Tanah Abang sampai Jalan Abdul Muis sedangkan di sisi selatan sepanjang Jalan Sabang. Selain itu juga timbul masalah baru, parkir liar di sekitar daerah yang menjadi batas pelarangan seperti Kebun Kacang, Sabang dll. Parkir yang disediakan Pemprov DKI Jakarta tidak semua pemotor menjangkau karena tarif dihitung per jam, seharian ongkos parkir yang harus dikeluarkan Rp 7.000-12.000. Memang Ahok telah menjelaskan jika memiliki kartu langganan busway parkir mendapat diskon, bukan gratis tetap pemotor mengeluarkan uang tambahan. Sehingga pemotor memilih memarkir di tempat tidak resmi untuk menitipkan motor dengan biaya Rp 5.000 untuk waktu seharian. Kalau dibandingkan dengan parkir resmi lebih terjangkau, bahkan dengan mendapatkan diskon kartu busway.

Belum lagi ketersediaan bis untuk mengangkut pemotor yang terbatas dan hanya beroperasi mulai pukul 06.00 - 22.00 WIB belum 24 jam. Kembali Pemprov DKI Jakarta tidak serius menangani permasalahan kemacetan dengan serius. Bahkan terkesan menjadikan rakyat kecil sebagai bahan uji coba kebijakan. Belum lagi masalah dari segi waktu, ketepatan, dan masalah kegentingan.

Penanganan Serius

Seandainya Ahok serius menangani kemacetan yang ada di Ibu Kota akan tentu kebijakan pembatasan kendaraan bermotor menjadi pilihan yang rasional. Bukan lagi pajak progresif yang diterapkan atas kepemilikan kendaraan bermotor tetapi pembatasan. Kebijakan ini optimis akan diterima semua kalangan, bukan uji coba seakan mencari kontroversial. Pilihan lain mulai memberlakukan pengetatan kredit dan memperbaiki pelayanan transportasi umum. Seperti diketahui bersama, kepemilikan kendaraan baik roda dua maupun roda empat sangat mudah dan murah. Gubernur DKI Jakarta membuat peraturan penambahan syarat-syarat kredit kendaraan bermotor terutama mobil. Syarat yang bisa dicantumkan misalnya memiliki garasi, setiap keluarga dibatasi satu kendaraan. Karena sudah menjadi pandangan umum di kampung-kampung Jakarta mobil diparkir di depan rumah yang memakan badan jalan. Bahkan ada yang diparkir menghabiskan separuh badan jalan, hal itu bisa merampas hak pengguna jalan lain. Pertokoan dan pusat perbelanjaan juga wajib diatur Pemprov DKI Jakarta perihal tempat parkir yang memadai, jika parkir meluber memakan badan jalan pemilik bisa diberikan teguran dan denda. Bukan dibiarkan mengganggu pengguna jalan lain.

Kemudian yang tidak kalah penting memperbaiki dan meningkatkan pelayanan transportasi umum. Pembatasan tahun kendaraan angkutan umum mulai dari Metro Mini, Kopaja, angkot, busway, dan bis kota lainnya. Hal itu untuk membuat kenyamanan bagi rakyat umum. Pemprov DKI Jakarta bisa mengirim petugas secara berkala setiap seminggu sekali atau dua minggu sekali melakukan pemeriksaan moda transportasi. Bukan menunggu ada kecelakaan terjadi, baru melakukan pemeriksaan moda transportasi umum. Setelah itu ramai-ramai mencari kambing hitam dan memberitakan temuan angkot yang tidak lengkap surat ijinnya, sopir tembak dan lain sebagainya.

Birokrasi kita pada umumnya masih bersifat reaktif dan pasif menunggu ada masalah terjadi, bukan mencegah terjadi masalah. Seperti ada pembiaran oleh petugas bahkan oknum tertentu meminta setoran kepada sopir. Angkot yang ngetem di depan pintu keluar terminal dibiarkan meskipun ada petugas. Padahal hal itu menjadi penyebab mengganggu lalu lintas jalan bagi pengendara jalan umum di sekitar terminal. Timbul kemacetan yang seharusnya tidak terjadi karena tidak ditertibkan, menunggu ada keributan angkot dengan pengendara lain baru kemudian petugas datang. Para sopir juga bisa diajak berdialog, sehingga data penyebab sopir enggan menunggu di dalam terminal yang ditentukan dan lebih memilih di pintu keluar terminal bisa diketahui. Pemerintah akan mengetahui entah bentuk terminal yang kurang efisien, kurang nyaman, atau karena target setoran terlalu tinggi.

Penjaminan keamanan, di mana keamanan transportasi di Jakarta bukan semakin baik justru semakin memburuk. Dengan peristiwa penjambretan, penodongan dan pencopetan yang terjadi akhir-akhir ini. Bagaimana bisa meminta masyarakat untuk pindah menggunakan transportasi umum jika kondisinya tidak aman dan tidak nyaman? Seandainya Pemprov DKI Jakarta bisa membuat transportasi umum nyaman dan aman, penulis yakin rakyat akan sendirinya pindah dari kendaraan pribadi. Gubernur Ahok bisa “blusukan” langsung kondisi transportasi umum terutama angkot, Kopaja, dan Metro Mini. Tentu “blusukan” yang tanpa pemberitahuan ke Dinas Perhubungan. Sehingga secara riil dan faktual mengetahui kenapa kalangan menengah ke atas tidak mau menggunakan kendaraan umum.

Revolusi mental birokrasi di Pemprov DKI Jakarta bisa dimulai dengan memberikan pelayanan secara aktif kepada rakyat, bukan menunggu timbul masalah seperti yang terjadi selama ini. Jajaran birokrasi Dinas Perhubungan bisa melakukan patroli keliling dari terminal satu ke terminal lain. Melakukan pencatatan atau inventaris permasalahan dan keluhan penumpang dan segera memberikan solusi. Sehingga ada aksi nyata dalam pencegahan timbulnya korban yang tidak diinginkan.

Dalam membuat kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, birokrasi kita mayoritas menginginkan menjawab lebih dari satu permasalahan. Seperti kebijakan pelarangan kendaraan motor, Pemprov DKI Jakarta berharap masalah kemacetan, transmigrasi kendaraan pribadi ke umum dan angka kecelakaan turun selesai terjawab. Tidak hanya di Jakarta, di daerah lain juga terjadi hal demikian. Padahal kebijakan dibuat untuk mencapai tujuan tertentu yang ingin diwujudkan (Fredrickson dan Hart, 2003). Jadi dampak turunan kebijakan belum bisa dianggap menjawab masalah, karena di luar tujuan yang akan dicapai.

Semoga pemerintah dan rakyat semua mengkaji suatu kebijakan terlebih dahulu sebelum diimplementasikan. Bukankah sudah ada pedoman rancangan pembangunan jangka menengah (RPJM) dan rancangan pembangunan jangka panjang (RPJP). Jika beralasan riset kebijakan akan memakan waktu, terbantahkan karena sudah ada RPJM dan RPJP sebagai pedoman. Pemerintah juga tidak hanya mencari sensasi dan pencitraan tetapi melakukan tindakan nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun