“Pertamina sejatinya menjadi medium yang dapat mendistribusikan bahan bakar minyak kepada masyarakat luas di seluruh Indonesia. Konsisten berkontribusi untuk membangun bangsa adalah semangat yang selalu ada disetiap pergerakan pertamina dari dulu hingga saat ini.”
Alkisah Botol dan Jeriken.
Selain buku dan pulpen, botol dan jeriken bekas minyak goreng adalah dua sosok yang selalu ada dalam setiap hariku. Sembilan tahun yang lalu, saat saya masih duduk di bangku sekolah SMA di kampung halamanku kabupaten mamasa, propinsi Sulawesi barat.
Saat itu, saya tinggal menumpang di rumah kakak. Selayaknya orang yang tinggal menumpang di rumah orang lain, mau tidak mau harus bisa membantu segala kegiatan di rumahnya.
Bangun pagi sebelum berangkat ke sekolah, sudah jadi kebiasaan harus menakar satu liter, dua liter, lima liter, dan sepuluh liter, pada beberapa botol dan jeriken. Sepulang sekolah aktivitas itu akan terulang. Bensin dan solar adalah kawan mengerjakan tugas-tugas sekolah saat itu. Tapi itu hanya bertahan tiga tahun. Selepas SMA, saya harus hijrah ke Makassar dimana saya berada saat ini.
Botol dan jeriken adalah salah satu medium penyambung distribusi bahan bakar minyak dari pertamina. Saat selang nodzel tidak mampu mendaki gunung dan menyeberangi lautan, maka ada kalanya sang botol dan jeriken yang menggantikannya. Ini adalah fenomena yang paling sering di temukan, dan tidak bisa dipungkiri. Mungkinkah di kampung dan daerah kompasianer lainnya sama halnya demikian?
Kabupaten dengan 1 SPBU
Kesuksesan pertamina menyapa negeri dengan beragam produk dan inisiasi layanan yang tersedia sampai saat ini belum diterima secara merata. Sebut saja di daerahku di kabupaten mamasa, Propinsi Sulawesi barat. Sejak mengikrarkan diri berpisah dari kabupaten induk di tahun 2002 silam, kabupaten ini hanya memiliki satu buah SPBU
Bayangkan saja, bagaimana repotnya sebuah SPBU ini dalam menyediakan bahan bakar minyak untuk mencakup satu buah kabupaten dengan jumlah penduduk sekitar … jiwa. Dua kali dalam seminggu, antrean panjang selalu saja terjadi karena pada saat itu mobil tangki distribusi pertamina mengisi bahan bakar minyak ke SPBU. Lalu di hari lain, saat kamu berkunjung ke SPBU maka tulisan HABIS yang akan kita dapatkan.
Sungguh ironi memang, tapi itulah kenyataan yang seringkali ditemukan di daerah. Kenaikan ataupun penurunan harga bahan bakar minyak sungguh memberikan pengaruh yang besar dalam masyarakat. Harga satu liter pertalite saja di SPBU itu berkisar Rp 7100, saat membeli di pengecer kita akan membeli dengan harga Rp 9000. Setidaknya harga demikian juga sepadan dengan pengorbanan tenaga dan waktu mereka untuk mendapatkan pasokan bahan bakar tersebut.
Lalu kembali lagi, botol dan jeriken yang akan membantu selang nodzel untuk menyelesaikan tugasnya mendistribusikan Bahan bakar minyak pada masyarakat.
Kolaborasi Pertamina dan Masyarakat
Sudah sewajarnya, jika pemerintah dalam hal ini pertamina sebagai pemegang kendali distribusi Migas dalam negeri untuk merangkul masyarakat untuk bersama-sama menditribusikan Migas ke masyarakat. Ada saatnya selang nodzel bersama-sama botol dan jeriken merayakan kesejahteraan masyarakat dengan adanya kontroling dan monitoring dari pertamina terkait harga jual eceran dalam masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H