“Ibu Becce adalah orang yang kaya raya di kampungnya, memiliki tanah yang sangat luas dan mobil yang banyak. Kesehariannya jalan ke pasar dengan menunjukkan seluruh kekayaannya. Leher dipenuhi dengan kalung emas, tangan dengan gelang emas, telinga dengan anting emas, bahkan gigi pun dibalut dengan emas. Suatu ketika dia hendak membeli elpiji di toko dekat rumahnya. Bersama dengan para pekerjanya dengan bangga membawa empat buah tabung elpiji 3kg hingga ke toko tersebut. Ketika ditawari elpiji 12kg dengan serta merta menolak dan beralasan harganya sangat mahal”.
Berdasarkan uraian cerita diatas kita dapat melihat apa yang terjadi pada Ibu Becce, yakni dengan memanfaatkan uang yang dimiliki dalam memonopoli elpiji yang sudah tentu bukan haknya. Seharusnya Ibu Becce membeli elpiji Non subsidi sesuai dengan ekonomi dan kemampuannya. Kasus yang dialami Ibu Becce ini bukanlah kasus yang satu-satunya di Indonesia, bahkan ada jutaan Ibu Becce lain yang kasusnya hampir sama. Jadi seharusnya kita sebagai orang yang mampu, menggunakan elpiji non subsidi. Berikut penjelasan mengenai elpiji non subsidi.
Mengapa Pemerintah Menaikkan Elpiji Non Subsidi?
Pemerintah menaikkan harga elpiji non subsidi bukanlah tanpa alasan yang jelas. Setidaknya pengambilan keputusan ini merupakan win-win solution, walaupun kebanyakan dari masyarakat merasa berat terhadap keputusan itu. Akan tetapi keputusan ini tetaplah menjadi terbaik dari keputusan yang lain. Berikut alasan pemerintah menaikkan elpiji non subsidi:
1.Kerugian sejak tahun 2009 - 2013 mencapai Rp 17 Trilyun. Dengan asumsi yang dipakai dalam RKAP 2014 (CPA 833 USD/Mton, kurs 10.500 Rp/USD) pasca kenaikan harga Rp 1000 /kg di Januari 2014 diperkirakan kerugian 2014 akan mencapai Rp 5,4 Trilyun. Namun apabila harga bahan baku dan kurs lebih besar akan berpotensi rugi lebih besar.
2.Potensi penggunaan ELPIJI 12 kg ke depan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi masyarakat. Namun demikian, porsi LPG impor akan semakin besar beserta kenaikan-kenaikan biaya bahan baku dan operasional.
Seharusnya kita sebagai warga Negara mulai sadar diri dalam memandang kebijakan pemerintah. Paling sederhananya adalah dengan mendukung kebijakannya, dan mulai menerapkannya. Pada dasarnya tidak mungkin kebijakan pemerintah memberatkan orang yang tidak mampu. Disini dapat terlihat kenaikan harga elpiji hanya berlaku untuk pengguna tabung elpiji 12 kg dan 50 kg yang penggunanya merupakan keluarga kategori berada dan industry.
Bagaimana Metode Kenaikan Harga Elpiji Non Subsidi?
Elpiji non subsidi sebenarnya tidak serta merta naik secara drastis. Disini harga mengikuti pada perkembangan ekonomi masyarakat, karena diproyeksi setiap tahunnya akan ada kenaikan perekonomian dalam masyarakat. Berikut gambaran kenaikannya:
Tahun 2014: Kenaikan @ Rp 1000/kg pada Januari dan Juli menjadi Rp 6944 /kg di Juli 2014 Estimasi Harga di konsumen Rp 8.640/kg (Rp. 103.700/tabung). Akan tetapi karena alasan lebaran pada bulan juli, maka kenaikannya ditunda sampai setelah lebaran.
Tahun 2015: Kenaikan @ Rp 1500/kg pada Januari dan Juli menjadi Rp 9.944/kg di Juli 2015 Estimasi Harga di konsumen Rp 12.250/kg (Rp 147.000/tabung).
Tahun 2016: Kenaikan @ Rp 1.500/kg pada Januari dan Rp. 500/kg pada Juli menjadi Rp 11.944 /kg di Juli 2016 Estimasi Harga di konsumen Rp. 14.660/ kg (Rp. 175.900/ tabung).
Kebijakan ini sungguh mempermudah masyarakat dalam mengakses elpiji non subsidi. Karena kenaikannya memperhatikan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Bagaimana Jika masih ada orang kaya yang memakai gas elpiji bersubsidi?
Pada dasarnya orang yang menggunakan gas elpiji bersubsidi merupakan orang yang ditanggung Negara sebagai orang yang tidak mampu. Semakin banyak yang di subsidi maka semakin banyak pula pengeluaran yang debebankan Negara. Orang yang kaya ketika menggunakan elpiji bersubsidi maka dia tergolong orang yang tidak menyukuri nikmat dari Tuhan bukan? Nah, berikut salah satu local wisdom yang dapat menjadi referensi dalam meningkatkan penggunaan elpiji non subsidi dalam masyarakat.
Siri na pacce, local wisdom Sulawesi selatan dalam membudayakan penggunaan elpiji non subsidi.
Siri na pacce adalah dua unsur suku kata yang menjadi filosofi dasar atau the way of life dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bugis Makassar. Dua suku kata ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain, dan mempunyai hubungan yang sangat mendalam. Jika dipisahkan, secara personal masyarakat akan mengalami split personality. Hubunganya bisa seperti sebab dan akibat. Jika kita mengartikannya dalam bahasa Indonesia mungkin akan mendekati kata “malu, harga diri”, atau “usaha yang kuat”. Jika pada sastra melayu dia lebih mendekati kata “marwah”untuk kata “siri’”, dan “pacce” lebih mendekati kata “tanggungjawab, sanggup memikul rasa pahit, pantang lari atau mengundurkan diri, berani mengambil risiko”. Nah, suatu ketika harga diri dari masyarakat Sulawesi selatan akan ternodai ketika dia yang tergolong kaya raya dan menggunakan elpiji bersubsidi dalam keluarganya. Begitu pula sebaliknya, ketika menggunakan elpiji non subsidi, maka derajatnya akan semakin tinggi.
Budaya siri’ na pacce ini juga dikenal di wilayah Indonesia lainnya, seperti wirang yang hidup di masyarakat suku Jawa, carok pada masyarakat suku Madura, pantang pada masyarakat suku di Sumatera Barat, serta jenga pada masyarakat suku di pulau Bali. Semua konsep pandangan hidup yang berkembang dari nilai-nilai luhur ini memiliki kebermaknaan yang sama yaitu tentang semangat serta keberanian tanpa melupakan rasa lembut hati sebagai penyeimbangnya. Sehingga bukan hal yang sulit apabila nilai-nilai siri’ na pacce dikembangkan dan diterapkan dalam membudayakan penggunaan elpiji non subsidi.
Jadi, ketika membaca artikel ini Ibu Becce dan Jutaan warga Negara lain yang masih menggunakan elpiji bersubsidi selayaknya mulai sadar dan move on untuk menggunakan elpiji non subsidi. Kalau merasa mampu dan kaya, malu dong mengambil hak orang yang tidak mampu. GO elpiji non subsidi, Masyarakat sadar,Indonesia Sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H