Mohon tunggu...
Syafuan Gani
Syafuan Gani Mohon Tunggu... profesional -

just a dedicated mechanical engineer, completing both Master degrees in marketing communication and human behavior (a strange disciplines for engineer :-) . Currently living in Middle East.... in search of colorful life's experiences, still proud being an Indonesian (regardless how ridiculous the politics and most of "funk" politicians) . http://sxgani.blogspot.com/ http://www.facebook.com/baron.deladera

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Biar Lambat Asal Selamat...Terlambat

28 Januari 2010   11:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:12 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Zaman ini, sudah banyak pepatah bijak masa lalu, ......mungkin sudah tidak berlaku lagi.

Ambil contoh, kata kata bijak tempo doeloe sudah tidak relevan lagi, kecuali kalau memang kita tidak berminat ‘berkompetisi" dan hanya menjadi penonton saja.

"biar lambat asal selamat"   sebaiknya diganti dengan ‘selalu cepat, tepat dan selamat"

"slow but sure"  nggak jamannya lagi jadi pegangan hidup. Kalau tetap dijadikan pegangan hidup diera infotek ini, dijamin jadi pecundang.  Jaman sekarang adalah era doing he right hting,right - kerjakan dengan efektif, baru effisien.

"tong kosong nyaring bunyinya"  sebaiknya diganti dengan "kalau gak vokal, ya bakalan engga dikenal".      Buktinya banyak yang asal bunyi..... eh  jadi poli-tikus........ gile!!!!.

Sejarah membuktikan, banyak orang yang tidak terlalu cemerlang disekolah, ternyata menjadi "star" ketika menjalani karir yang digelutinya.

Sebaliknya, ada yang lulusan terbaik di angkatannya,  ternyata perjalanan karir pekerjaannya eh malah jauh dibawa rekan seangkatannya yang dulunya biasa biasa saja.

Kenapa?:

Katagori "biasa biasa saja" dan "tidak terlalu cemerlang" mungkin sudah given, tapi justru inilah pemicu semangat kompetisi diperjalan karir mereka.

Katagori "yang cemerlang" dan "yang terbaik" kadang kadang justru menjadi bumerang, terutama bagi yang memelihara ego - keakuan sebagai prioritas.

Merasa pintar biasanya "pantang" mau bertanya apalagi belajar dengan orang lain. Gengsi, sok.. lebih  derajatnya, ga mau berkawan kalau tidak selevel.

Nah....., akibatnya teman temannya sedikit, engga punya network, kehidupan sosialnya engga berwarna........, lonely .....lama lama jadi tel-mi  ha  ha  ha.

Pendidikan yahud, optimist, dan nilai ESQ  yang diatas rata rata = Sukses? Belum tentu!!!, Masih ada lagi  ada satu faktor "x3"  yaitu "the right opportunity, the right time, the right placement".

Secara sederhana  penyataan ini bolehlah diterjemahkan sebagai "faktor  takdir".  Namun jangan lupa, takdir itu memang harus dijalanin, dicari , usaha yang gigih,.....  engga datang tiba tiba  atau jatuh dari langit !!!!.  Karena toh , kita tidak tahu takdir apa sbenarnya yang sudah "digariskan" ditrangan kita.  Makanya perlu usaha yang harus dijalani sebagai upaya mencari "takdir"

Lalu apa kaitannya dengan optimisme ? ..... cara berpikir positif - positive thinking!.

Menilai sesuatu dari sisi positif, .....tidak mencurigai agenda tersembunyi,  jangan selalu curiga  adalah modal awal untuk berpikir jernih. Kalau pikiran jernih, dus segala sesuatu bisa dikaji dengan tenang, ..... tentsaja hasilnya akan lebih baik.

Misalnya ada suatu pekerjaaan penuh tantangan yang sulit, dengan usaha dan semangat tinggi  bisa diselesaikan.. Kalau kita tanya kepada pelakunya, bagaimana pekerjaan itu diselesaikannya,  maka ada dua kemungkinan jawabannya.

Mungkin jawabannya:"dengan usaha setengah mati akhirnya pekerjaan itu selesai juga"

Jarang khan yang bilang :"dengan usaha setengah hidup, akhirnya pekerjaan itu selesai juga"

Contoh lain, taruh sebuah gelas berisi air setengahnya saja,  minta bebarapa orang  untuk memberikan gambaran tentang gelas itu.

Jawabannya bisa beragam, tergantung dari sisi mana dia melihatnya.... apa.... bagaimana..... dan mengapa..

Hampir sebagian besar akan berkata :" gelas air itu  setengah kosong...."

Hanya sebagian kecil berkata :"gelas air itu  setengah penuh....."

Mungkin hanya satu  orang berkata :"kenapa mengisi sedikit air ke gelas ang terlalu besar?"  atau bisa jadi, berkata :"mubazir menggunakan gelas yang terlalu besar"

Lain lagi bila pemilik mobil sewa, mendapat kabar mobil sewanya kecelakaan lalu lintas. Dapat dipastikan reaksi pertama pemilik kendaraan akan beragam.

Misalnya reaksi pertamanya  :"gimana supirnya, .... mati?"

Atau boleh jadi:"dimana? berapa yang korban?"

atau mungkin lebih selfish lagi pertanyaannya :"mobilnya rusak parah?"

Dan tentu saja,  sangat jarang reaksi pertamanya  ""berapa yang selamat??

Ehm, biar lambat asal selamat ......terlambat !!.

Pilih mana , Doing right thing, right  atau doing thing right, think ?

Salam

sxgani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun