Dalam hidup semua berlangsung dengan seimbang. Ada bahagia maka ada sedih, ada tawa maka ada tangis, ada suka maka ada duka. Dalam pandanganku, hidup seperti fase sehingga pasti berubah-ubah. Hal yang penting diingat adalah bagaimana cara menikmati fase suka tanpa setitikpun rasa takut akan terjatuh dan bagaimana menghadapi fase terjatuh tanpa harus terpuruk.
Hidup tidak selalu bergerak sesuai keinginan kita. Manusia (termasuk aku) seringkali bertanya-tanya tentang mengapa beberapa luka harus datang, mengapa kita harus terjatuh, mengapa kita harus mengalami hal-hal tidak menyenangkan dalam hidup. Namun, apakah semua luka itu buruk? Apakah terjatuh berarti tidak bisa berjalan lagi? Apakah mengalami hal-hal tidak menyenangkan berarti seluruh hidup kita suram?
“Your past is whatever you ascribe meaning to” –Benjamin Hardy, PhD
Begitu kata seorang PhD dalam tulisannya. Masa lalu, luka, semua tentang bagaimana kita memaknainya. Apakah kita akan terus memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang kelam, menyakitkan dan tenggelam di dalamnya atau memaknai hal tersebut sebagai pengalaman yang memberi pelajaran untuk terus bertumbuh.
Sekali lagi kuingatkan bahwa hidup tidak selalu bergerak sesuai keinginan kita. Maka yang perlu kita lakukan adalah beradaptasi dengannya dan belajar memberi makna dengan positif sehingga kita mampu bertahan hidup dengan baik, juga bahagia. Inilah bagaimana cara gratitude mengajariku cara memberi makna dan mengubah pandanganku tentang hidup.
Gratitude atau kebersyukuran adalah salah satu character strength dalam psikologi positif. Gratitude berarti menyadari dan mengakui hal-hal baik yang hadir dan berakhir pada penghargaan atas hal tersebut (Sansone & Sansone, 2010 dalam Milacci, 2017).
Gratitude dapat menjadi sebuah trait atau sifat, yaitu ketika seseorang mempraktikkan gratitude sebagai bagian dari kehidupannya sehari-hari (McCullough et al, 2002 dalam Milacci, 2017). Gratitude juga dapat menjadi sebuah keadaan, yaitu ketika seseorang merasakan emosi dari orang yang menunjukkan rasa syukurnya kepada mereka (Watkins et al, 2009 dalam Milacci, 2017).
Gratitude di waktu yang sulit
Pada waktu-waktu yang sulit, memang bukan hal yang mudah untuk melihat hal-hal yang baik. Namun, bukan berarti hal baik itu tidak ada, ia selalu ada di tempatnya menanti kita menyadari kehadirannya. Pada saat inilah gratitude berperan, membantu kita sedikit membuka mata dan menemukan hal-hal baik yang tersembunyi.
Pada waktu yang sulit, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menerima bahwa sesuatu barusaja terjadi pada kita. Maka biarkan semua perasaan-perasaan yang hadir untuk bersuara dan menunjukkan eksistensinya.
Ketika semua sudah mereda, kita bisa mulai melihat kembali bagian-bagian tidak menyenangkan itu dan mencari sesuatu yang dapat logika kita terima sebagai sisi baiknya. Aku selalu percaya Tuhan memberi sesuatu pasti dengan tujuan, oleh sebab itu aku juga percaya pasti ada ‘pesan’ yang dapat membuatku menerima keadaan tersebut dan berdamai dengannya.
Aku jadi teringat ceritaku ketika akan menghadapi Ujian Nasional (UN) ketika SMP. Saat itu aku belajar dengan sangat keras, sebab aku mempunyai target sekolah tujuan yang cukup tinggi di kotaku. Aku belajar setiap hari, latihan soal, merangkum, latihan soal lagi tidak bosan-bosan. Namun, hari itu ketika ujian matematika (ketika aku sangat percaya diri) banyak sekali soal-soal yang tidak mampu aku jawab dengan baik.
Hari itu lemas sekali, aku kecewa juga sedih. Tentu tidak apa-apa untuk sedih dan kecewa, biarkan semua perasaan negatif tersebut membuncah terlebih dahulu. Lalu pada saat semua sudah mereda, kita bisa mulai menerka (aku biasa melakukannya dengan menulis) hal-hal yang setidaknya dapat membuatku berkembang.
Aku menuliskan bahwa aku bersyukur bahwa aku telah berusaha keras hari itu, meski hasilnya belum memuaskan, aku tahu aku mencoba. Aku bersyukur sebab dengan belajar keras itu, aku berhasil memahami konsep-konsep pelajaran yang dapat aku terapkan di ujian yang lain.
Aku juga jadi menyadari bahwa soal bisa begitu sangat beragam dan aku tidak boleh cepat-cepat berpuas diri serta harus terus belajar. Aku jadi tahu sampai batas mana aku baru memahami dan bagian mana lagi yang perlu aku pelajari.
Cara ini sesuai dengan konsep “The Gap and the Gain” dari Dan Sullivan. Apabila aku memandang kegagalan pada hari itu sebagai sebuah akhir yang sia-sia, memaknai bahwa tidak perlu belajar keras karena pasti ada kemungkinan gagal, maka aku terjebak di dalam ‘gap’. Kita cenderung menjadi emosional dengan hasil atau sesuatu yang mengecewakan dan terjebak di dalam ‘gap’ padahal kita apabila kita melihat progressnya kita dapat melihat ‘gain’ yang kita dapatkan.
Begitu juga dengan konflik-konflik kehidupan lainnya. Mungkin contoh di sini masih sederhana, tapi dapat diterapkan pada kasus-kasus yang lain. Intinya Tuhan memberi suatu peristiwa pasti dengan tujuan dan semua tergantung bagaimana kita memaknainya.
Gratitude membantu kita memaknai dengan lebih positif sehingga kita mampu untuk betumbuh.
Mungkin akan memakan waktu, tetapi itu tidak apa-apa.
Sebab makna akan tetap ada di sana,
Dan kita akan menemukannya pada waktu yang tepat pula.
Jangan berhenti belajar!
Referensi
Hardy, B. (2019). How to Have More Gratitude (Practices to Help you Change Negative Beliefs, be Happier, and Become Sucessful. Retrieved from Medium: https://bettermarketing.pub/3-methods-of-gratitude-that-can-immediately-transform-your-life-c84754d1c25c
Millacci, T. S. (2017). What is Gratitude and Why Is It So Important? Retrieved from Positive Psychology: https://positivepsychology.com/gratitude-appreciation/#importance-gratitude
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H