Pendahuluan
Terutama di Indonesia sering kali orang mengaitkan harapan atas hal yang agak tidak normal dengan kata mukjizat. Bahkan di dalam buku mata pelajaran Agama Islam ada bahasan yang memuat beberapa kejadian khusus bagi para nabi. "Kita menunggu mukjizat saja untuk mengatasi hal ini," mungkin demikian salah satu harapan seseorang, seolah-olah menyerahkan suatu urusan tertentu kepada Tuhan saja. Marilah kita mendiskusikan mengenai mukjizat dan metode ilmiah secara ringkas di dalam artikel ini.
Kata Mukjizat
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberikan penjelasan bahwa kata "mukjizat" merupakan kelompok kata nomina (kata benda), artinya kejadian (peristiwa) ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Pada kamus ini memberikan contoh bahwa Nabi Musa membelah laut dengan memukul laut menggunakan tongkat merupakan suatu mukjizat.
Kata "mukjizat" diserap dari bahasa Arab yaitu a'jaza yang berarti lemah atau melemahkan. Pelaku a'jaza disebut mu'jiz, dan bentuk jamaknya adalah mu'jizat. Seperti kata "balagha" artinya menyampaikan, sementara orang yang menyampaikan disebut mubaligh.
Di dalam Agama Islam mendefinisikan kata Mukjizat sebagai suatu kejadian yang luar biasa atau kelebihan di luar akal manusia tetapi hanya terjadi atau melekat kepada para nabi. Seperti yang dicontohkan di dalam KBBI, bahwa kejadian membelah laut dengan tongkat hanya terjadi pada Nabi Musa saja, dan tidak ada nabi apalagi manusia lain yang bisa melakukan. Apabila kejadian luar biasa terjadi bukan kepada nabi tetapi pada manusia yang sangat taat kepada Tuhan disebut karomah.
Namun demikian, bagi masyarakat sudah umum menggunakan istilah ini bagi hal-hal yang tidak biasa, termasuk yang terjadi pada orang-orang biasa. Kejadian yang luar bisa yang terjadi pada orang biasa disebut ma'unah. Di era digital orang sudah sangat umum menyebut ini hal yang luar biasa menggunakan kata keajaiban atau mukjizat yang merupakan terjemahan dari kata Bahasa Inggris "miracle."
Beberapa Contoh Mukjizat
Bagi orang-orang zaman sekarang, bagaimana mungkin sebuah tongkat yang dipukulkan bisa membuat air lautan terbelah, tentu tidak bisa membayangkannya. Peristiwa ini hanya terjadi sekali saja, tidak berulang-ulang, dan hanya terjadi bagi Nabi Musa. Apabila kejadian berulang-ulang dan dilakukan beberapa nabi mungkin tidak akan disebut sebuah mukjizat tetapi sebuah fenomena biasa saja. Ini seperti halnya badai pasir yang sanggup mengangkut berton-ton pasir dan sering terjadi.
Bahwa Nabi Isa Putra Maryam sanggup menghidupkan orang yang sudah mati, tidak terjadi berulang kali. Bagaimana cara dan prosedurnya pun beliau tidak bisa mengajarkan kepada para muridnya agar mereka juga bisa melakukan.
Nabi Sulaiman dikaruniai kemampuan sanggup mengendalikan angin (air bender?). Namun demikian kitab suci tidak menyebutkan secara rinci bagaimana cara beliau mengendalikan angin dan melakukannya secara berulang-ulang. Pada zaman sekarang, seorang pilot pesawat belajar dan mempraktikkan cara mengendalikan angin melalui wahana pesawat terbang. Mereka menggunakan sekumpulan peralatan dan panel di dalam kokpit untuk mengendalikan pesawat menerbangi dari bandara asal ke bandara tujuan.
Nabi Nuh membuat sebuah kapal sangat besar yang mampu menampung berbagai hewan dan tumbuhan, termasuk manusia para pengikutnya. Bagaimana bisa terpikirkan bagi seseorang dan mampu membuat sebuah kapal besar, tidak ada riwayat atau sejarah yang menjelaskan. Apakah membuat sendiri atau memesan kepada para pembuat kapal, tidak ada referensi yang menyebutkan. Seandainya Nuh pernah membuat kapal sebelumnya, dan berhasil mengulangi membuat kapal lebih besar, mungkin tidak akan disebut mukjizat, dan merupakan peristiwa biasa saja.