Pendahuluan
Suatu industri berhubungan berbagai bahan, proses, peralatan, dan layanan yang berasal dari pemasok berbeda. Semua hal harus mampu mendukung untuk menghasilkan suatu produk tertentu sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Berbagai spesifikasi harus ditetapkan pada barang maupun layanan yang terlibat di dalam serangkaian proses sehingga secara bersama-sama bekerja sesuai fungsi masing-masing.
Kesesuaian dengan standar kompetensi tertentu bagi kerja seseorang merupakan aspek penting, di mana dia menjadi bagian di dalam berbagai proses yang dijalankan.
Kesesuaian dengan Standar
Yang dimaksud dengan Standar adalah pedoman yang isinya berbagai penetapan, baik berupa karakteristik, spesifikasi, atau persyaratan yang secara konsisten bisa digunakan.
Standar yang dikenakan pada bahan, produk, proses, dan jasa (layanan) dimaksudkan sebagai jaminan kepastian. Standar juga digunakan sebagai referensi dalam pengembangan produk, layanan, proses produksi, serta dalam interaksi dan operasional bisnis sehari-hari.
Standar mempunyai peran sebagai acuan penyesuaian atas aspek-aspek sebagai berikut:
- Kualitas: Standar digunakan untuk memastikan bahwa produk dan layanan tertentu telah memenuhi tingkat kualitas tertentu yang diinginkan.
- Kompatibilitas: Standar untuk memastikan bahwa produk atau layanan secara bersama-sama dapat berfungsi dengan baik di lingkungan teknologi dan infrastruktur tertentu yang ditetapkan.
- Keamanan: Standar digunakan untuk keamanan pengguna, baik dari segi produk maupun pada proses-proses produksi yang dilakukan.
- Efisiensi: Standar digunakan sebagai ukuran dan pengukuran tingkat efisien baik produk maupun proses yang diterapkan.
- Regulasi dan Kepatuhan: Standar memiliki daya paksa bahwa sesuatu harus mematuhi berbagai regulasi pemerintah dan persyaratan kepatuhan, baik aspek kemasyarakatan, lingkungan, kemanfaatan, dan sebagainya.
Contoh standar internasional yang sudah cukup banyak diimplementasikan bagi sistem manajemen adalah ISO 9001 dan ISO 14001. ISO 9001 untuk manajemen mutu, sedangkan ISO 14001 untuk manajemen yang berdampak lebih signifikan kepada lingkungan.
Sertifikat Kompetensi
Kata “kompetensi” merupakan serapan dari Bahasa Inggris “competency” yang berarti kecakapan, kemampuan, atau wewenang. Adapun menurut KBBI: (n) kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu).
Kata kompetensi sudah digunakan bahkan pada kurikulum sekolah, mulai sekolah PAUD sampai dengan pendidikan tinggi. Aturan kurikulum sekolah mengamanatkan bahwa pengembangan kurikulum harus berbasis pada kompetensi.
Kurikulum berbasis kompetensi menekankan kepada hasil dan kemampuan konkret berupa keterampilan, pengetahuan, dan sikap, bukan pada proses ataupun sumber pembelajaran.
Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tercantum di mana kurikulum pendidikan harus memperhatikan terkait kompetensi lulusan, dan menarasikan mengenai standar kompetensi, uji, maupun sertifikat kompetensi.
Kompetensi merupakan kecakapan atau kemampuan seseorang berlandaskan pengetahuan, untuk membuat keputusan dan melakukan tindakan tertentu dengan tingkat keterampilan cukup, disertai sikap yang sesuai.
Sebagai contoh, seseorang yang kompeten sebagai tukang las, harus mempunyai pengetahuan tentang bahan-bahan dan serangkaian tindakan untuk melakukan pengelasan. Dia juga harus memiliki sikap kewaspadaan, bahwa bunga api las berpotensi membahayakan bagi diri sendiri maupun orang lain.
Sebagai pengakuan bahwa seseorang kompeten di bidang tertentu dibuktikan dengan sertifikat kompetensi, yang dapat diperoleh setelah yang bersangkutan secara sengaja mengikuti uji kompetensi pada lembaga sertifikasi tertentu.
Lembaga sertifikasi memperoleh kewenangan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), yaitu lembaga independen yang diberi kewenangan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004, dan diperbarui dengan PP No. 10 Tahun 2018 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi, untuk melaksanakan sertifikasi profesi.
Pelaksanaan sertifikasi profesi dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) setelah memenuhi berbagai persyaratan dan mendapatkan lisensi dari BNSP. Ada tiga kategori LSP, yaitu kategori LSP P1 yang melekat pada lembaga pendidikan, yaitu sekolah kejuruan atau perguruan tinggi; LSP P2 yang berada pada industri tertentu, misal pertambangan, perakitan mobil; dan LSP P3 yang didirikan oleh asosiasi profesi, misal Ikatan Dokter Indonesia, Ahli Teknik Konstruksi Indonesia.
SKKNI
SKKNI merupakan singkatan dari Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, pertama dikenalkan melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pada Pasal 10 UU tersebut menyatakan bahwa program pelatihan harus menyesuaikan dengan standar kompetensi kerja, di mana penetapan standar kompetensi kerja diatur melalui keputusan menteri. Melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penetapan SKKNI telah diatur berbagai hal mengenai SKKNI.
Secara kelembagaan, dalam rangka merumuskan SKKNI di dalamnya harus melibatkan Kementerian Tenaga Kerja (dan Transmigrasi, nama kementerian sebelumnya), instansi terkait sebagai pengguna kompetensi, komite untuk standar kompetensi, tim perumus, dan tim verifikasi. Uraian peran dan fungsi masing-masing diuraikan di dalam Permen di atas, termasuk berbagai persyaratan keanggotaan.
Struktur dari setiap SKKNI memuat unsur-unsur: kode unit, judul unit, deskripsi unit, elemen kompetensi, kriteria unjuk kerja, batasan variabel, dan panduan penilaian. Setiap judul unit kompetensi memuat aspek kritis, di mana seseorang wajib berpredikat kompeten untuk elemen kompetensi kritis ini.
Contoh, bagi elemen kompetensi “Menyiapkan mobil,” maka aspek kritisnya adalah “Ketepatan mengenali serangkaian tindakan untuk memastikan mobil bisa disiapkan.” Artinya yang bersangkutan harus mengetahui dengan pasti sebelum bertindak apa saja yang harus dan akan dilakukan atas mobil tertentu.
SKKNI disusun sedemikian rupa dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, sehingga dapat dijadikan acuan bagi lembaga pendidikan, para calon pemegang kompetensi, maupun pihak lain dalam memahami kompetensi yang disyaratkan.
Sampai saat ini sudah lebih dari 920 SKKNI yang berlaku dalam berbagai kompetensi dan tersebar di berbagai bidang, misalnya komunikasi dan informatika, akuntansi, bisnis, struktur, dan sebagainya.
Di samping SKKNI yang telah dikembangkan dengan melibatkan berbagai lembaga, dan dapat digunakan secara umum sebagai acuan oleh lembaga-lembaga pendidikan maupun pelatihan, terdapat juga Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) yang dikembangkan oleh organisasi tertentu secara internal.
Misalnya, kompetensi Penyelidik Paminal (Pengamanan Internal) oleh POLRI untuk keperluan internal kepolisian. SKKK akan dicabut apabila telah berhasil dirumuskan SKKNI bagi kompetensi yang bersangkutan.
Selain SKKK terdapat Standar Kompetensi Kerja Internasional (SKKI) yang merupakan standar kompetensi ditetapkan oleh organisasi multinasional dan berlaku secara internasional, misalnya Standar Kompetensi Tourisme ASEAN.
KKNI
KKNI merupakan singkatan dari Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Secara sekilas dari singkatan hanya berbeda satu huruf antara SKKNI dan KKNI, meski kepanjangannya berbeda jauh, namun secara makna berdekatan. KKNI merupakan suatu alat pemadanan atau penyetaraan tingkat kompetensi seseorang.
Penyetaraan di atas dilakukan bagi keluaran atau orang-orang yang dianggap kompeten, yang dihasilkan dari 3 sumber, yaitu dari sekolah (atau kampus), lembaga pelatihan (training), dan pengalaman.
Secara khusus, KKNI bagi pendidikan tinggi diatur melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan ditindaklanjuti dengan Permendikbud Nomor 73 Tahun 2013 tentang Penerapan KKNI Bidang Pendidikan Tinggi.
Contoh, seorang pemegang sertifikat kompetensi atau disebut profesi “Pemrogram Aplikasi Telepon Bergerak (HP),” 1) bisa dicapai setelah yang bersangkutan lulus dari program studi Informatika; 2) atau seseorang yang secara khusus mengikuti pelatihan atau kursus dalam pemrograman aplikasi HP; 3) atau seseorang yang bekerja dan pekerjaan utamanya adalah menulis program aplikasi HP, mungkin sebelumnya belajar secara otodidak.
Bagi ketiga sumber dapat mendapatkan sertifikat kompetensi menggunakan unit-unit dan elemen-elemen kompetensi yang sama yang berdasar pada SKKNI, SKKK, ataupun SKKI.
Khususnya bagi sekolah dan kampus, para siswa atau mahasiswa tentu belajar berbagai mata pelajaran atau mata kuliah cukup banyak, tidak hanya materi seperti tercantum di dalam SKKNI. Namun demikian, berbagai jenis dan elemen kompetensi umumnya dipelajari pada beberapa mata pelajaran atau mata kuliah.
Untuk itu maka LSP jenis P1 pada sekolah atau kampus harus memastikan bahwa siswa atau mahasiswa sudah lulus mata pelajaran atau mata kuliah yang berisi unit dan elemen kompetensi yang terkait.
Misalnya untuk kompetensi Pemrograman Web, beberapa elemen kompetensi mungkin tersebar pada mata-mata kuliah Pemrograman Dasar, Pemrograman HTML, Interaksi Manusia-Komputer, dan sebagainya. Lembaga pendidikan harus memilih skema-skema tertentu, untuk memastikan bahwa dalam beberapa mata kuliah terkait benar-benar diberikan pembelajaran sesuai unit dan elemen kompetensi dimaksud.
Uji Kompetensi
Uji Kompetensi merupakan serangkaian proses evaluasi yang dirancang untuk menilai kompetensi, keterampilan, dan pengetahuan individu dalam bidang tertentu. Tujuan uji ini untuk memastikan bahwa individu tertentu telah memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Setelah seseorang dinyatakan lulus uji atau kompeten, peserta berhak menerima sertifikat sebagai pengakuan kemampuan dan keahlian mereka dalam bidang tersebut.
Uji kompetensi lebih condong berbentuk asesmen, di mana aktivitas yang dilakukan adalah dalam rangka memastikan kecukupan capaian kompetensi yang didukung bukti yang sah, otentik, terkini, dan memadai. Pemohon uji kompetensi disebut asesi, sedangkan pihak yang melakukan asesmen disebut asesor.
Bukti bisa bersifat langsung, tidak langsung, maupun tambahan. Bukti langsung misalnya demonstrasi, simulasi kerja, aktivitas di dalam pekerjaan sesungguhnya. Bukti tidak langsung misalnya portofolio, pernyataan dari pihak yang kredibel. Sedang bukti tambahan misalnya pertanyaan pada demonstrasi, rekaman kerja, rekaman pelatihan.
Salah satu contoh materi uji kompetensi berupa tugas praktik demonstrasi berdasarkan skenario atau serangkaian instruksi tertentu yang disediakan. Misalnya pada unit kompetensi “Menjalankan Mesin Tertentu,” di mana asesi diminta untuk menjalankan mesin yang sesuai prosedur operasional baku (POB) yang telah ditetapkan. Asesor bisa memberikan beberapa pertanyaan tertentu untuk meyakinkan bahwa asesi mempunyai pengetahuan yang cukup terkait materi uji sesuai dimensi kompetensi.
Ada 5 (lima) dimensi kompetensi yang digali asesor pada saat uji kompetensi, yaitu berupa task skill (TS), task management skill (TMS), contigency management skill (CMS), job role and enviremental skill (JRES), dan transfer skill (TRS).
Lembaga Pelaksana Uji Kompetensi
- Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP): Badan yang diberi otoritas kewenangan untuk melaksanakan sertifikasi profesi bagi para personel profesional di Indonesia.
- Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP): Lembaga yang diberi kewenangan oleh BNSP untuk melaksanakan ujian kompetensi berdasarkan standar kompetensi yang berlaku, baik jenis P1, P2, atau P3.
Tempat uji kompetensi (TUK) dapat dilakukan berlokasi tertentu di lembaga sertifikasi yang bersangkutan (disebut sewaktu); di tempat dilakukan pekerjaan sehari-hari bagi materi uji yang hanya bisa dilaksanakan di tempat pekerjaan, misalnya kompetensi operator alat berat penambangan; atau tempat uji mandiri yang dirancang sedemikian rupa, misalnya simulator kokpit pesawat.
Penutup
Kompetensi seseorang atas pekerjaan di dalam masyarakat industri adalah keniscayaan. Berbagai kesesuaian terhadap standar bahkan digunakan sebagai jaminan atas bahan, proses, produk, jasa, maupun sistem. Untuk memenuhi hal ini dibutuhkan berbagai aspek dan proses formal, antara lain dalam kelembagaan dan mekanisme.
Kekhususan dan kerumitan dari berbagai proses yang saling kait-mengait dan berbasis pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dan tanggung jawab tertentu membutuhkan jaminan pula. Untuk memastikan hal ini maka para personel pelaksana dan penanggung jawab berbagai proses dilakukan melalui uji kompetensi atau sertifikasi sebagai jaminan bahwa sesuatu sudah sesuai standar kompetensi tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H