Mohon tunggu...
Wisnu Pitara
Wisnu Pitara Mohon Tunggu... Guru - Sekadar membaca saja

Sekadar berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Nabi Ibrahim Membunuh Anaknya?

20 Juni 2024   13:30 Diperbarui: 20 Juni 2024   13:34 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Mumpung masih dalam suasana Idul Adha atau Hari Raya Kurban, yang setiap tahun diperingati oleh seluruh umat Islam, kita patut mengenang kembali cerita ini. Peristiwa asalnya sendiri terjadi sudah lewat lebih 4.000 tahun yang lalu. Namun sampai sekarang masih dikenang dan diingat serta masuk dalam rangkaian ibadah umat Islam. Apakah benar sampai membunyai niat Nabi Ibrahim membunuh anak laki-lakinya sendiri. Apalagi sampai seperti yang dilakukan oleh para jagal dalam menyembelih hewan-hewan kurban. Marilah kita membahas sedikit sebagai peringatan bagi diri sendiri mengapa sampai ribuan tahun peristiwa ini masih selalu diperingati.

Nabi Ibrahim

Arti kata Islam sendiri adalah selamat, dari bahasa Arab Salama, yang diperluas menjadi jalan keselamatan. Arti lainnya adalah tunduk, patuh, atau berserah diri, maksudnya tunduk dan mematuhi kepada perintah, baik perintah melakukan atau perintah untuk menjauhi sesuatu. Contoh perintah untuk melakukan salat, puasa, membayar zakat, dan sebagainya. Sedangkan perintah untuk menjauhi, misalnya minum minuman memabukkan, mengundi nasib, mengurangi timbangan (ukuran), memakan makanan yang dilarang, dan sebagainya.

Nabi Ibrahim bagi umat Islam merupakan nenek moyang dari ajaran agama Islam itu sendiri. Ibrahim muda pernah pada suatu saat harus menentang kebiasaan ayahnya yang sangat memuliakan (menyembah?) patung-patung buatan manusia. Benda-benda buatan manusia ini dianggap mempunyai kekuatan dan keramat yang mampu menyelamatkan manusia, baik di dunia maupun pada kehidupan setelah mati. Dia tega menghancurkan patung-patung sembahan ini, meskipun benda-benda itu merupakan karya-karya ayahnya sendiri (QS Al Anbiya 21:58). Ini merupakan suatu contoh kepatuhan dan ketundukan yang sangat berat seorang Ibrahim muda, karena harus berhadapan dengan ayah  kandung sendiri, sekaligus berhadapan juga dengan penguasa saat itu. Tak pelak Ibrahim muda harus menjalani hukuman dengan cara dibakar hidup-hidup di hadapan rakyat kerajaan (QS Al Anbiya 21:60-68).

Ibrahim lahir  di Ur, daerah Irak sekarang, pada tahun kira-kira 2295 SM, di mana masyarakat daerah itu mengenal tuhan berupa patung-patung sebagai sesembahan. Tentu terdapat berbagai ritual yang harus dilakukan masyarakat dalam rangka melakukan penyembahan ini. Di dalam kontemplasinya, remaja Ibrahim sempat mempertanyakan hal ini dan berusaha menafikkan kebiasaan yang sudah turun-temurun itu. Ia sempat menganggap bahwa bulan, matahari, atau bintang sebagai alternatif sesembahan menggantikan sosok-sosok patung sebagai tuhan, namun Tuhan berkehendak lain  (QS Al An’am 6:76-78).

Pada akhirnya Ibrahim menemukan Allah, Tuhan penguasa semesta alam, termasuk di dalamnya menguasai bulan, matahari, bintang-bintang, dan seluruh isinya (QS Al An’am 6:79-80). Ibrahim muda mengajak orang-orang, termasuk ayahnya sendiri, menyembah Tuhan. Tetapi kenyataannya, ajakan Ibrahim kepada masyarakat sekitar untuk berhenti menuhankan berbagai patung, dan berganti menyembah kepada Allah, ternyata tidak digubris.

Oleh karena tidak ada yang mau mengikuti ajakannya, maka Ibrahim pindah sangat jauh ke arah barat, yaitu daerah sekitar Yordania Utara sekarang. Di wilayah itu dia bermukim dan menikah dengan seorang wanita dari bangsa Mesir bernama Sarah. Pada suatu waktu, oleh karena keperluan tertentu (atas perintah Tuhan?), Ibrahim bersama istrinya mengadakan perjalanan ke Mesir. Dari sini dia mendapatkan istri baru sebagai hadiah dari pembesar kerajaan, seorang pelayan dari kerajaan Mesir bernama Hajar.

Drama Keluarga Ibrahim

Singkat cerita, setelah menikahi Hajar dan sudah membina rumah tangga cukup lama belum dikarunia anak. Doa dan upaya tidak kurang-kurang sudah dipanjatkan pada setiap kesempatan. Hingga pada suatu hari, Ibrahim mendapat berita (dari 3 orang tamu jelmaan malaikat?), bahwa istrinya akan melahirkan seorang anak laki-laki meskipun Ibrahim dan istrinya sudah dalam usia sangat lanjut. Berita dari para tamu ini ternyata tidak lama kemudian menjadi kenyataan. Hajar mengandung dan setelah tiba waktunya melahirkan seorang bayi laki-laki dan diberi nama Ismail.

Tentu keluarga ini sangat berbahagia dengan kelahiran anak laki-laki yang sudah diinginkan dalam kurun waktu sangat lama. Sampai di sini, drama keluarga ini ternyata belum berakhir, justru menjadi awal dari drama yang lebih besar.

Rupanya Sarah menjadi sangat cemburu saat Hajar diberikan karunia kelahiran seorang anak laki-laki lebih dahulu, sementara dia yang sudah diperistri Ibrahim jauh sebelumnya, bahkan belum diberikan anak. Timbul niat dari Sarah untuk menjauhkan Hajar dan anaknya dari Ibrahim. Tentu masalah keluarga ini menyebabkan ketidaknyamanan bagi Ibrahim sebagai kepala keluarga. Dari hasil melakukan kontemplasi dan mencoba mencari solusi untuk memecahkan masalah, tebersit suatu ilham untuk mengamankan Hajar dan Ismail ke suatu tempat jauh, yang jauh dari rumah sekarang dan dari hiruk pikuk keramaian orang. Ditemukanlah suatu tempat yang dianggap cocok untuk itu, yang mana tempat ini sekarang disebut Makkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun