Mohon tunggu...
Wisnu Pitara
Wisnu Pitara Mohon Tunggu... Guru - Sekadar membaca saja

Sekadar berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Beda Fikih Sah-sah Saja

9 September 2020   14:06 Diperbarui: 9 September 2020   14:00 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Penggolongan atau perbedaan kelompok di dalam agama Islam sering kali didasari atas pandangan-pandangan berbeda terhadap berbagai masalah-masalah peribadatan. Misalnya, apa-apa saja yang dibolehkan, atau tidak dibolehkan dilakukan oleh seorang muslim pada saat melaksanakan salat fardu.

Ilmu Fikih merupakan satu bidang ilmu yang membahas secara khusus masalah-masalah hukum yang mengatur aspek-aspek kehidupan manusia, mulai dari kehidupan pribadi, di dalam masyarakat, maupun kehidupan manusia dalam hubungannya sebagai hamba Tuhan. Dengan kata lain, ilmu fikih berkaitan dengan kewajiban-kewajiban dan hak-hak seorang manusia sebagai makhluk Tuhan.

Dalam praktiknya penurunan hukum-hukum Islam mendasarkannya kepada Al Qur'an dan Sunnah rasulullah. Pada masa hidup rasulullah otoritas pendapat hukum peribadatan langsung berada di tangannya, artinya apabila ada persoalan hukum bisa dimintakan pendapat hukum secara langsung kepada rasulullah. Pada kurun waktu ini disebut periode risalah, di mana hukum-hukum yang disampaikan dianggap sebagai pesan atau kiriman dari Allah Yang Mahakuasa kepada manusia melalui rasulullah, baik melalui sabda rasul yang disampaikan melalui lisan, maupun perilaku atau tindakan-tindakan rasul, serta larangannya.

Pada periode selanjutnya, di mana rasulullah sudah tidak ada, maka sumber pencarian hukum di dalam ilmu fikih tetap didasarkan pada Al Qur'an dan Sunnah. Namun demikian apabila di dalam kedua sumber itu tidak dapat ditemukan secara jelas, maka para ahli fikih menetapkan pendapat-pendapat hukum berdasarkan kesepakatan di antara para ahli fikih, yang disebut dengan ijtihad. Banyak di antaranya sudah merupakan kesepakatan secara bulat dan tidak ada perbedaan pendapat atas suatu perkara tertentu, maka disebut ijma'.

Tentu tidak mudah bagi orang-orang biasa untuk mendapatkan sendiri ketetapan atau hukum atas masalah tertentu sekedar berdasarkan Al Qur'an. Misalnya, bacaan-bacaan pada saat melaksanakan salat.  Padahal di dalam Al Qur'an disebutkan kewajiban melaksanakan salat, sedangkan sebaliknya berbagai bisa jadi hadis mencakup berbagai hal yang bahkan saling bertentangan. Untuk mengatasi masalah ini maka para ahli fikih membuat kesepakatan atas bacaan-bacaan pada saat melaksanakan salat, baik yang yang dihukumi wajib maupun yang sunat.

Yang menjadi masalah adalah banyak sekali permasalahan yang harus ditetapkan hukumnya. Di lain pihak Al Qur'an dan Sunnah sering kali tidak secara jelas dan rinci menetapkan hukum-hukum atas perkara tertentu. Untuk itu peran para ahli fikih atau fuqaha, menjadi sangat penting. Seorang ahli fikih disebut al fakih, bentuk jamaknya adalah fuqaha. Masalah perbedaan pendapat hukum menjadi hal yang tidak bisa dihindari karena pemahaman yang berbeda oleh para ahli fikih atas sumber yang sama.

Sumber perbedaan pertama tentu saja dimulai dari aspek bahasa, di mana kedua sumber dasar menggunakan bahasa Arab. Misalnya, seorang fakih menghukumi bahwa batal wudu bila seorang laki-laki menyentuh perempuan, sedangkan fakih yang lain menghukumi tidak batal. Sumber perbedaan di sini adalah kata menyentuh. Yang dimaksud apakah sekedar menyenggol atau dengan sengaja memegang dengan disertai perasaan tertentu.

Dalam usaha pemahaman, tidak lepas dari unsur bahasa dan budaya. Sudah lazim bahwa dalam bahasa tertentu terkandung makna ang bisa dipahami berbeda oleh orang yang berbeda. Misalnya kata "kufar," bisa bermakna petani, atau bisa juga bermakna orang yang menutup diri. Kata "doa" bisa bermakna memanggil, atau bisa juga meminta.

Ibarat para jaksa, pembela terdakwa, maupun para hakim, di sebuah pengadilan, ketiga pihak ini adalah sama-sama para ahli hukum. Di dalam memandang perbuatan melawan hukum yang sudah dilakukan oleh seorang terdakwa, yang diduga telah melanggar pasal tertentu menurut dakwaan para jaksa, ketiganya bisa berbeda pandangan. Dengan menggunakan argumentasi hukum yang berbeda yang dibangun oleh para pembela, bisa saja para hakim secara hukum sah dan yakin membebaskan terdakwa, artinya argumentasi para jaksa yang tidak benar. Atau sebaliknya argumentasi para pembela yang tidak meyakinkan para hakim, sehingga terdakwa tetap dijatuhi hukuman. Ketiga pihak sah saja membangun argumentasi hukumnya masing-masing sepanjang mematuhi pedoman hukum acara.

Sekumpulan perbedaan-perbedaan fikih melahirkan kelompok-kelompok pengikut mazhab tertentu yang masing-masing berusaha mematuhi mazhabnya masing-masing, misalnya orang bermazhab Syafi'i adalah orang-orang yang mematuhi hukum-hukum yang dituliskan oleh Imam Syafi'i. Mazhab-mazhab yang lain adalah Hambali, Maliki, dan Hanafi.

Masing-masing kelompok mempunyai pedoman kitab-kitab hukum untuk berbagai permasalahan. Bisa saja untuk suatu masalah yang sama, pendapat hukumnya akan berlawanan bila dihukumi menggunakan kitab dari mazhab yang berbeda. Misalnya bagaimana hukum makmum  membaca surat Al Fatihah saat salat, sebagian mazhab mewajibkannya, sedangkan sebagian justru tidak mengharuskan membacanya. Meskipun pendapat hukumnya berbeda, masing-masing mempunyai argumentasi atau dasar hukum sebelum sampai kepada pendapat hukum atas sesuatu perkara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun