Mohon tunggu...
Wisnu Pitara
Wisnu Pitara Mohon Tunggu... Guru - Sekadar membaca saja

Sekadar berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Adam dan Hawa sebagai Manusia Pertama

2 September 2020   14:29 Diperbarui: 2 September 2020   14:35 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Agama-agama samawi  pada umumnya sepakat dengan keyakinan, bahwa Adam diturunkan sebagai cikal-bakal makhluk hidup yang disebut manusia di Bumi. Manusia adalah penghuni planet bumi yang secara turun-temurun, beranak-pinak sampai sekarang. Sebagai cikal-bakal, Adam tidak sendirian, tetapi bersama dengan pasangannya yang bernama Hawa atau Eve.

Hal-ihwal bagaimana pasangan sebagai cikal-bakal manusia ini berada di Bumi, kisahnya diceritakan di dalam kitab-kitab agama, baik hanya secara sepintas, maupun secara cukup rinci. Bukan suatu perkara mudah seseorang untuk dapat mempercayai atas apa yang dikisahkan di dalam kitab-kitab tersebut. Apalagi bagi orang-orang dengan pemikiran yang makin rasional. Meski demikian, tidak dengan serta merta orang bisa membantah kisah-kisah tersebut, sebab tidak cukupnya argumentasi guna membantahnya. Paling tidak seseorang  bisa mengambil pelajaran kisah-kisah ini dilihat dari berbagai sudut pandang tertentu.

Di dalam agama Islam khususnya, tafsiran  tentang kisah penciptaan ini berdasarkan berbagai ayat-ayat  Al Qur'an ditambah dengan keterangan dari berbagai hadis yang merupakan penjelasan yang berasal dari Rasulullah. Tafsir-tafsir tambahan dari para ulama juga merupakan tambahan yang penting untuk mewarnai kisah kisah penciptaan ini.

Disebutkan di dalam kitab Al Qur'an surat Al Baqarah pada ayat 30  sebagai berikut

"Wa i qla rabbuka lil-mal`ikati inn j'ilun fil-ari KHALIFAH, ql a taj'alu fh may yufsidu fh wa yasfikud-dim`, wa nanu nusabbiu biamdika wa nuqaddisu lak, qla inn a'lamu m l ta'lamn."

"...'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang KHALIFAH di muka bumi'. Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"

Dilanjutkan pada ayat yang masih sama, Allah melanjutkan dengan firmannya  untuk menjawab keberatan dari para malaikat, bahwa Allah Yang Maha Mengetahui lebih tahu tentang apapun dan para malaikat sudah tentu tidak mengetahuinya.

Para ulama ahli tafsir menyatakan, bahwa di dalam ayat di atas para malaikat sampai mempertanyakan, mengapa Allah hendak menciptakan makhluk yang akan berlangsung secara turun-temurun atau beranak-pinak, sedemikian yang ujung-ujungnya saling bertengkar satu dengan yang lain dan membuat kerusakan. Makna kata khalifah pada ayat di atas adalah makhluk yang akan turun-temurun sebagai hasil proses perkembang-biakan. Apakah memang para malaikat diberikan juga logika seperti halnya yang diberikan kepada manusia, sehingga mereka perlu mempertanyakan kepada Allah sebagai pemilik otoritas penciptaan? Wallahu'alam.

Ada kemungkinan para malaikat pernah menyaksikan bahwa makhluk turun-temurun yang disebut manusia itu akan saling bertengkar satu dengan yang lain dan juga membuat kerusakan, atau bahkan sampai saling menumpahkan darah. Bagi mereka, makhluk baru ini tidak seperti golongan malaikat yang sanggup selalu bertasbih kepada Allah Yang Maha Agung. Jawaban dari Allah Ta'ala, bahwa "Dia lebih mengetahui daripada para malaikat," dapat dimaknai bahwa di dalam penciptaan khalifah yang disebut dengan Manusia ini mempunyai tujuan tertentu yang tidak dimengerti oleh para malaikat. Dan manusia memang berbeda apabila dibandingkan dengan makhluk-makhluk ciptaanNya yang lain. Kenyataannya,  manusia diberikan dikarunia : akal, logika, nafsu, perasaan, hati, kemampuan nalar lainnya, dan indera-indera serta organ-organ tubuh lainnya untuk melakukan banyak hal. Batu adalah makhluk namun berupa benda mati, matahari tidak pernah punya pemikiran untuk tidur, hewan tidak punya logika, malaikat tidak dikaruniai akal budi, dan sebagainya.

Tersurat di dalam kitab Al Qur'an surat Shad ayat 71,  bahwa Tuhan berkehendak menciptakan makhluk yang disebut manusia yang ciptakan menggunakan bahan dari unsur tanah. Juga disebutkan di dalam surat Al Hijr pada ayat 26, bahwa manusia itu telah diciptakan oleh Allah Yang Maha Pencipta dari unsur-unsur yang sumbernya  tanah liat yang sudah mengering dari lumpur yang warnanya hitam. Selanjutnya diberikan suatu bentuk atau rupa tertentu.

Yang sekaligus dijadikan dalam satu kesatuan sebagai manusia, adalah sebagai khalifah, yang artinya akan berketurunan, menggunakan mekanisme orang tua menurunkan anak, anak menurunkan cucu, cucu menurunkan buyut, dan seterusnya. Apabila dipandang secara periodisasi waktu maka dikenal dengan istilah generasi. Proses dan cara ini berlangsung terus-menerus dari manusia pertama sampai dengan manusia saat sekarang ini. Dengan demikian kita manusia sekarang ini, juga sebagai khalifah, atau sedang dan akan secara terus-menerus menurunkan keturunan.

Pada surat Al A'raf ayat 19 disebutkan, bahwa setelah Adam diciptakan, maka Allah memberikan tempat kepada Adam untuk mendiami suatu tempat  yang dinamakan surga, di mana di tempat itu banyak tersedia buah-buahan yang beraneka ragam dan boleh dinikmati sekehendak hati. Di surga tersedia juga berbagai jenis makanan jumlahnya sangat banyak dan dalam keadaan baik, dan boleh dinikmati oleh Adam bersama istrinya. Namun pada ayat-ayat di atas, tidak ada kata yang menyinggung tentang keberadaan bidadari. Apakah sampai saat itu makhluk yang disebut bidadari belum diciptakan atau adanya di tempat yang lain? Wallahu'alam.

Namun demikian, selain Allah menyediakan berbagai buah-buahan dan makanan yang bermacam-macam dan lezat, dipandang mata juga indah, maupun juga bisa dinikmati sesuka hati, ternyata Allah juga membuat larangan, yaitu seperti tersurat pada surat Al Baqarah ayat 35. Mereka berdua dilarang  untuk mendekati suatu jenis pohon tertentu. Pohon yang terlarang untuk didekati itu disebut sebagai pohon Khuldi. Mendekati  saja tidak diizinkan. Entahlah, jenis pohonnya seperti apa, bahwa sekedar mendekati saja tidak diizinkan. Kalau di bumi, misalnya ada pohon yang tangkal dan akarnya banyak berduri yang berbahaya bila didekati, ada pohon durian, yang pada saat sedang berbuah bisa membahayakan bila jatuh pada saat orang berada di bawahnya, ada pohon tua yang sudah rapuh yang membahayakan bila tiba-tiba roboh, ada pohon angker yang konon banyak penghuni berupa makhluk halus, dan sebagainya. Mungkin yang dimaksudkan di sana adalah jenis pohon yang sangat spesial, sangat khusus, sangat unik. Untuk mendekat saja tidak diizinkan, apalagi sampai menyentuh, atau bahkan menaiki pohon untuk mengambil daun-daun, bunga-bunga, atau buah-buahnya. Tidak disebutkan dengan jelas apakah pohon itu sangat beracun, ataupun mempunyai daya menarik luar biasa, seperti sebuah magnet kuat, sedemikian rupa sehingga bila seseorang telah berhasil ditarik oleh pohon itu, maka tidak bisa lagi melepaskan dirinya.

Meskipun berada di surga, selain Adam dan Hawa ternyata ada juga setan yang berkeliaran. Pada surat Thaha ayat 120 dan Al A'raf ayat 20, mengisahkan bahwa setan membisikkan ke dalam pikiran Adam dan Hawa untuk melanggar larangan. Berarti ide-ide ini dimasukkan ke dalam alam pikiran mereka berdua, dan bukan Adam melihat dan berdialog secara langsung dengan setan. Pada surat Thaha ayat 120 mengungkapkan, bahwa setan mencoba menipu Adam, dengan cara mengatakan bahwa pohon yang Tuhan dilarang untuk didekati itu dikatakan oleh setan merupakan pohon keabadian. Apabila seseorang berhasil mendekati, mengambil, dan memakan buahnya bisa menjadi orang yang hidup abadi atau kekal. Bisa jadi setan sudah mengetahui salah satu cita-cita Adam berdua adalah bisa hidup kekal, abadi, dan tidak akan pernah mengalami kematian. Sebaliknya, Adam juga tidak mengetahui bahwa apa yang dimaksud dengan kekal atau abadi, padahal mereka sudah hidup di surga yang konon merupakan tempat abadi.

Bahkan setan mengiming-imingi Adam berdua, bahwa mereka akan bisa berubah menjadi golongan malaikat bila mereka berhasil mendekati pohon terlarang itu, seperti diisahkan di dalam surat Al A'raf pada ayat 20. Mungkin saja Adam dan Hawa mempunyai pengetahuan tentang malaikat atau pernah bertemu, sehingga mereka dikelabui dengan bujukan bisa menjadi malaikat. Atau mungkin setan sudah pernah pernah mendengar, baik pada saat berbicara atau bisikan dalam hatinya bahwa mereka punya keinginan untuk menjadi malaikat.

Lebih lanjut disebutkan di dalam surat Al Baqarah pada ayat 26 dan 38, serta juga di dalam surat Al A'raf pada ayat 22 dan 24 bahwa :

Akhirnya setan berhasil menipu agar Adam mau mendekati pohon terlarang itu. Konon tidak saja mereka berdua mendekati pohon terlarang, tetapi juga mengambil dan memakan buahnya. Ketika mereka berdua sudah berhasil memakan buah pohon terlarang itu, maka menjadi terbuka aurat keduanya, seperti disebutkan di dalam surat Al Baqarah ayat 26 dan 28. Jadi sukseslah setan dengan bujukan dan bisikannya dalam rangka menggelincirkan Adam dan Hawa melalui tipu daya. Bukan mereka mendapatkan hidup abadi ataupun menjelma sebagai malaikat, sebaliknya pakaian mereka malah terbuka sehingga tampak kemaluannya. Saking malunya, mereka mencari daun-daun surga yang digunakan untuk menutupi kembali aurat mereka. Jadi berarti para penduduk surga itu selalu berpakaian. Tidak disebutkan dengan jelas siapa-siapa saja penduduk yang mendiami surga itu. Apakah pakaian yang dikenakan harus berganti-ganti seperti orang-orang  berpakaian di Bumi, atau cukup satu saja, tidak ada penjelasan secara rinci.

Kisah selanjutnya, karena Adam dan Hawa telah melanggar larangan, maka mereka berdua dijatuhi hukuman oleh Allah, seperti disebutkan di dalam surat Al A'raf ayat 22 dan 24. Mereka berdua akhirnya diusir dari surga dan dikirim ke suatu tempat pembuangan yang disebut Bumi untuk menjalani hukuman selama seumur hidup. Hanya karena semata-mata ampunan Allah, sehingga hukuman bagi Adam berdua hanya dibuang selama seumur hidup, dan tidak sampai berupa hukuman mati. Namun demikian, hukuman ini sangat berat, konon tidak ada manusia lain yang tinggal di Bumi, kecuali hanya Adam. Pun juga, Hawa pada saat dikirim ke tempat pembuangan, tidak diturunkan secara bersamaan di suatu tempat, melainkan keduanya didrop di dua lokasi yang berbeda yang jaraknya sangat jauh. Adam tidak mengetahui lokasi di mana Hawa diterjunkan di Bumi, demikian pula sebaliknya, Hawa juga mengetahui lokasi tempat di mana Adam diterjunkan. Mereka tidak tahu bahwa matahari terbit dari timur dan selalu terbenam di barat. Mereka masing-masing sendirian, tidak ada yang bisa ditanya di mana arah utara-selatan-barat-timur. Hendak berjalan ke arah mana juga tidak tahu, karena belum ada yang namanya jalan bahkan jalan setapak sekalipun. Orang yang mempunyai tapak tentu hanya dua orang saja itu saja, jalan aspal, jalan tol, sudah pasti tidak ada.

Sebagai seorang manusia, pasti sudah diberikan mereka merasa lapar. Apa yang harus diperbuat pada saat merasa lapar, tentu belum tahu apabila lapar harus makan. Bila di surga sudah tersedia berbagai buah-buahan dan makanan, pada saat berada di Bumi mereka harus mencari ke mana, peta juga tidak tersedia. Pada saat mereka didrop itu lokasinya di tengah hutan, sebuah padang rerumputan, atau di tengah padang pasir yang gersang? Mungkin masuk di akal apabila mereka berdua cenderung memakan buah-buahan atau dedaunan saat merasa lapar, karena Yang Maha Pencipta sudah menyediakan banyak pohon-pohon di Bumi. Namun demikian berbagai jenis pepohonan dan buah-buahan yang tumbuh di surga seharusnya berbeda dengan yang tumbuh di Bumi karena iklim berbeda. Secara logika tidak mungkin pada saat mereka didrop, juga dibekali dengan berbagai biji-bijian atau bibit-bibit untuk ditanam.

Seandainya kehidupan surga yang mereka pernah jalani itu seperti pada saat seseorang bermimpi, maka mereka masih punya ingatan-ingatan untuk memakan buah dan daun tertentu saat merasa lapar, tetapi di mana bisa mendapatkannya mereka pasti tidak tahu. Salah satu alasan dan petunjuk kuat bagi mereka untuk bergerak adalah seperti dialami di dalam "mimpinya," bahwa mereka berdua adalah pasangan sehingga termotivasi untuk saling mencari, tetapi entah di mana harus saling mencari. Bayangkan  apabila Hawa didrop di wilayah Arab sekarang, sedangkan Adam jatuh di daerah pegunungan Himalaya. Berapa jauh dan berapa lama mereka harus berjalan dan saling mendekat. Saat berjalan seseorang bisa nyasar ke arah Rusia, sedangkan  yang seorang justru berjalan ke arah Afrika, pasti tidak akan saling bertemu.

Hanya karena rahmat dan ampunan Allah Yang Mahakuasa saja, maka keduanya bisa saling bertemu dan saling mengenali. Akhirnya keduanya memutuskan untuk hidup dan membangun keluarga bersama sebagai khalifah, yaitu menurunkan manusia-manusia selanjutnya sebagai penerus penghuni Bumi. Sebagaimana doa yang mereka panjatkan seperti di dalam surat Al A'raf ayat 23, mereka merasa telah menganiaya diri mereka sendiri. Mereka memohon ampun kepada Allah Ta'ala yang rahmat dan ampunannya sangat luas tiada terbatas. (QS 7:23)

Allah sudah menjawab seperti termaktub di dalam surat Thaha ayat 123, bahwa sebagian dari manusia akan menjadi musuh bagi sebagian manusia lain. Namun demikian, Allah juga memberikan petunjuk, sehingga barangsiapa yang mengikuti sesuai petunjuk, maka dijamin tidak tersesat untuk  menuju kembali kepada tempat asal manusia semula.

Sebagai seorang manusia hendaknya tidak pernah berputus asa untuk selalu melakukan permohonan ampun,  karena Allah Maha Pengampun dan karuniaNya sangat besar (QS 57:21). Para rasul, para nabi, dan para ulama pun juga sudah mencontohkan bagaimana manusia harus selalu memohon ampunan kepada Allah atas segala salah dan khilaf. Bahkan seorang Adam yang sebetulnya sudah berada di kehidupan surga saja masih bisa melakukan kesalahan dan tertipu oleh bujukan dan bisikan setan. Di dalam kisah ini terdapat suatu pelajaran yang baik sekali bagi kita sekalian manusia.

Meskipun kisah di atas tidak mudah untuk diambil pelajaran secara logika manusia, kenyataannya Yang Maha Pencipta mengisahkan di dalam kitab-kitab agama samawi. Sudut pandang orang melihat bisa bermacam-macam, tetapi adalah fakta bahwa manusia tercipta dengan diberi rasa ingin tahu dan senang mendengar kisah-kisah atau cerita-cerita. Di dalam kitab-kitab agama terdapat banyak kisah tentang orang-orang yang hidup pada masa-masa sebelumnya dan bisa menjadi bahan pelajaran, misalnya kisah-kisah tentang : Nuh, Ibrahim, Musa, Daud, Sulaiman, Ayub, Lut, para penghuni gua, Kidr, dan sebagainya.

Wallahu'alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun