Mohon tunggu...
Swiss German University Official
Swiss German University Official Mohon Tunggu... -

Swiss German University Prominence Tower Campus Jalan Sutera Barat Kav 15, Alam Sutera, Tangerang Marketing Hotline: +62 811-8010-600

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terhadap Penutupan Paksa Kampus Swiss German University: Yakin Memberikan yang Terbaik

28 Desember 2016   20:55 Diperbarui: 2 Januari 2017   09:41 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Eh ce, SGU kenapa sih? Ceritain dong!”

Well, I get that a lot recently. Banyak sekali teman-teman saya yang bertanya pertanyaan tersebut, ada apa dengan kampus saya? Kalau kalian adalah warga BSD yang sering lewat Mall AEON atau mahasiswa kampus tetangga, kalian pasti menyadari bahwa kampus saya, Swiss German University, sejak hari Sabtu, 17 Desember 2016 telah dipagari beton. 

Saya tahu informasi ini dari group fakultas saya di salah satu social media. Begitu pula teman-teman saya yang lain, yang kampusnya nun jauh disana pun, bisa mengetahui info ini karena social media. The power of social media memang dahsyat, medsos bisa membuat kita percaya apa yang awalnya kita ga percayai, dan juga sebaliknya. Tanpa perlu tahu dan kenal siapa yang memposting dan valid-tidaknya berita, asal kontennya menarik, mayoritas akan percaya dan jadi mempunyai stigma tersendiri terhadap kasus tersebut. Nah, thanks to social media, pertanyaan berikutnya pun datang dari teman-teman saya..

“Katanya SGU nunggak ya? Katanya BSD ga nepatin perjanjian ya?”

Duh. Saya sejujurnya gamau membahas soal kasus persengketaan tanah yang dihadapi oleh pihak SGU dan BSD, biarkan saja pengadilan yang memutuskan, saya hanya mahasiswi awam yang buta hukum. Toh saya pribadi ga meragukan, di era pemerintahan yang sekarang ini, harusnya pengadilan mulai menjadi bersih. Pengadilan mulai berfungsi sesuai kodratnya, yaitu memberikan keadilan tanpa tergoda suapan. Jadi saya hanya ceritakan apa yang menjadi kapabilitas saya untuk diceritakan, yaitu perasaan saya dan teman-teman seperjuangan menghadapi kasus ini.

Campur aduk. Ada yang marah, ada yang cuek, dan ga sedikit juga yang reaksinya seperti saya, sedih. Ya, reaksi pertama saya begitu mendengar kabar ini, sedih. Lalu kepo, ingin tahu yang sebenarnya terjadi. Sempat marah, cemas, lalu ujungnya kembali sedih. Saya sedih karena saya merasa tempat saya tumbuh menjadi orang yang dewasa secara psikologis, tempat saya membentuk karakter saya, belajar menari, menyanyi, stand up comedy, dan ngemsi, diperlakukan seperti ini. Tempat saya belajar menjadi pemimpin, tempat yang mengijinkan saya memiliki pengalaman tak terlupakan di benua Eropa , dan tempat saya bertemu keluarga baru berupa para dosen, staff, dan juga mahasiswa-mahasiswi lainnya, seakan-akan ternodai dan terekspos secara negatif oleh akun-akun medsos tak bertanggungjawab. Padahal saya merasa banyak sekali jasa yang telah SGU berikan pada saya secara pribadi, selama hampir 4 tahun saya berkuliah. Seakan-akan di mata publik, segala kebaikan itu lenyap, tertelan segelintir berita yang belum jelas kebenarannya, yang sekali lagi dipost oleh akun social media.

“Lu ga khawatir ce? Nanti thesis gimana? Anak baru nya gimana?”

Saya saat ini memang akan memasuki semester 8, semester akhir. Saya tidak khawatir akan fasilitas akademik (thesis, belajar mengajar, dan bimbingan) maupun non-akademik (ekstrakulikuler dan klub), saya dan teman-teman saya yang saya ajak berdiskusi pun yakin SGU sebagai civitas akademika akan memprioritaskan pendidikan bagi mahasiswa mahasiswinya dan akan memberikan yang terbaik bagi kami semua. Saya juga ingin berterimakasih pada para dosen dan staff yang di masa libur ini masih bekerja keras berjuang tanpa lelah untuk memastikan OFSE (ujian akhir bagi mahasiswa sebelum mengikuti thesis), thesis, maupun kegiatan akademik non-akademik lainnya berjalan dengan baik. SGU telah terbukti bonafide kok, dari banyaknya kontribusi kami di bidang penelitian, banyaknya mahasiswa yang mendapat beasiswa di luar negeri, review yang baik dari perusahaan tempat alumni kami bekerja, hingga predikat dosen berprestasi yang dipegang dosen-dosen kami. Untuk itu saya dan orang tua saya tidak khawatir. Dan saya rasa para mahasiswa dan orang tua mahasiswa semester lainnya juga tidak perlu khawatir. Justru ini bisa menjadi pembelajaran baru dalam kehidupan kita semua, sekali-kali kita harus keluar dari comfort zone, dan biarkan ini menjadi pengalaman berharga yang dapat dengan bangga kita ceritakan pada anak cucu kita nanti. Bagaimana kita berjuang, demi menggapai cita-cita kita. Bagaimana kita tidak menyerah, demi meraih pendidikan. Saya rasa kita justru patut berbangga.

Rasa sedih soal gedung memang sempat saya rasakan. Kebetulan sehari sebelum pemagaran berlangsung, saya pulang terlambat, padahal ujian saya selesai jam 4 sore, saya baru pulang sekitar jam 6an. Saya masih ingat waktu itu saya duduk di laboraturium biologi, bersama adik-adik kelas saya yang akan berangkat ke Jerman akhir Januari nanti. Biasalah, berbagi kisah dan wejangan tentang apa yang harus dilakukan dan jangan dilakukan nanti di negeri sana. Sedih, ketika menyadari mungkin saja itu terakhir kalinya saya berada di gedung kampus tersebut. Rasanya seperti mau pindah rumah, terlalu banyak kenangan dari setiap sudut ruangan. Tapi saya baru menyadari, gedung itu ya hanyalah gedung. Kenangan manis saya di gedung tersebut ada karena adanya keluarga kedua saya, yaitu para dosen, staff, dan teman-teman SGU yang membuat saya yakin bahwa dimanapun nanti kami akan melanjutkan kegiatan belajar mengajar kami, suasana harmonis ini akan tetap ada. Saya percaya, berjuta kenangan manis telah menanti di depan sana, dengan atau tanpa gedung lama. Dan tentunya kami akan mengabadikan semuanya itu, di social media.

Koleksi Florence Ignatia
Koleksi Florence Ignatia
Koleksi Florence Ignatia
Koleksi Florence Ignatia
Koleksi Florence Ignatia
Koleksi Florence Ignatia
Koleksi Florence Ignatia
Koleksi Florence Ignatia
Koleksi Florence Ignatia
Koleksi Florence Ignatia
Tulisan oleh Florence Ignatia (Mahasiswi Food Technology Swiss German University 2013) yang diambil dari akun Facebook beliau.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun