Mohon tunggu...
Alwi Swandi
Alwi Swandi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menemukan realitas sosial

Mengungkap fakta

Selanjutnya

Tutup

Politik

KNPI MALUKU : "Politik Identitas" Perusak Tatanan Demokrasi

12 Juli 2024   15:31 Diperbarui: 12 Juli 2024   15:43 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembahasan mengenai Politik identitas masih menjadi isu lama di kabupaten Buru. Walaupun pada dasarnya aspek-aspek tersebut telah ada sejak lama, efek yang ditinggalkan baru dirasakan. Apalagi ketika bentuk politik identitas digunakan sebagai ajang mencari massa oleh para pemangku kepentingan. Dalam hal ini, para elite politik menggunakan kesamaan suku, agama, ras dan etnik untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.

Berangkat dari pemilihan BUPATI pada 2017 lalu, dapat kita pahami bahwa imbas dari adanya politik identitas ini begitu hebat. Dalam peristiwa tersebut, begitu banyak isu bernuansa politik identitas yang beredar di masyarakat, terutama melalui sosial media. Dimana hal itu tentu saja berbahaya karena berpotensi menggiring opini masyarakat.

Menurut , Wakil Ketua DPD KNPI MALUKU Muhammad Iqbal Souwakil adanya fenomena politik identitas dengan populisme agama, suku dan ras akan menjadi ranjau bagi demokrasi di kabupaten Buru ketika digunakan oleh pemimpin yang tidak cakap.

Lanjut MIS Politik identitas akan menggiring opini publik bahwa orang yang tidak beridentitas sama dengan mereka tidak pantas untuk menjadi pemimpin. Ini tentu saja menyebabkan kaum minoritas akan kehilangan hak yang sama dalam pemerintahan daerah, khususnya dalam ranah pemilu maupun pemilihan. Serta dikhawatirkan secara lambat laun akan mencederai demokrasi.

Sejak Pilkada 2012 lalu, penggunaan isu politik identitas mulai kerap digunakan dalam rangka mencari dukungan suara. Banyak hoax dan ujaran kebencian berbau SARA yang ditunjukkan kepada salah satu pasangan calon atau calon perseorangan, dengan harapan lawan politik kehilangan dukungan masyarakat.

Masalahnya adalah, ketika isu-isu tersebut sampai ke calon pemilih yang tidak memiliki cukup pengetahuan dan mudah terpengaruh, besar kemungkinan para calon dari kaum minoritas ini akan kehilangan apresiasi rakyat. Bahkan sekalipun jejak karier serta prestasi calon tersebut cukup mumpuni untuk menjadi pemimpin daerah.

Lalu, bagaimana dampak dari adanya politik identitas itu sendiri? Menurut MIS maraknya isu populisme dalam politik identitas akan mengancam persatuan dan kesatuan masyarakat Kabupaten Buru. Penggunaan isu keagamaan, ras maupun suku dalam penghimpunan dukungan politik mempunyai lubang besar yang bisa saja ditumpangi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan memang menginginkan perpecahan Indonesia. Jika hal ini terus berlanjut, semangat persatuan dan kesatuan yang rendah akan meningkatkan potensi polarisasi masyarakat bahkan elite politik

Sistem demokrasi telah menjadi sistem pemerintahan yang dianut Indonesia mengingat pluralisme masyarakatnya. Apabila populisme dalam politik identitas semakin menguat, tidak akan ada lagi keadilan sosial, persamaan hak untuk seluruh rakyat Indonesia khususnya di Kabupaten Buru, bahkan kebebasan untuk orang lain maupun diri sendiri.

Politik identitas berbasis agama, ras dan suku yang digunakan dalam kampanye politik juga akan menciptakan jurang pemisah antar kelompok masyarakat Kabupaten Buru. Kuatnya tekanan dari kelompok agama, ras dan suku ekstrim di Kabupaten Buru secara tidak langsung akan memberikan dampak buruk bagi pemeluk agama, ras dan suku yang lain. Pemeluk agama, ras dan suku minoritas akan merasa didiskriminasi, sehingga akan memunculkan perpecahan antar masyarakat di Kabupaten Buru (tandas MIS).

Belajar dari pengalaman pemilihan kepala daerah 2017 di kabupaten buru, tidak menutup kemungkinan bahwa isu-isu itu akan kembali muncul dalam pemilihan kepala Daerah tahun 2024 mendatang. Peristiwa yang lalu memiliki kesempatan besar untuk terus digaungkan oleh kelompok radikal demi keuntungan pribadi. Begitu pula oleh golongan-golongan yang memang pada dasarnya menginginkan perpecahan antara kaum mayoritas dan kaum minoritas di lapisan masyarakat Kabupaten Buru. (Tandas MIS)

Menghilangkan praktek politik identitas akan menjadi salah satu PR penting bagi masyarakat Kabupaten Buru menjelang PILKADA 2024 mendatang. Hal ini menjadi penting, terlebih karena berhubungan erat dengan kesetaraan hak, persatuan dan kesatuan masyarakat, serta prinsip-prinsip demokrasi. Apalagi, masalah SARA merupakan hal yang lumayan sensitif untuk dijadikan alat kampanye.

Sebagai Kabupaten yang multikultural serta demokratis, sudah sepantasnya semua masyarakat memiliki kesetaraan hak dalam pemilu. Tidak hanya Pribumi yang bisa menjadi pemimpin di daerah, orang luar juga bisa. Dalam artian bahwa hak seseorang untuk menjadi pemimpin tidak didasarkan pada suku, agama, ras, atau etnik semata, tapi lebih kepada kemampuan orang-orang itu untuk memimpin dan mengayomi masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun