Meski sudah ditinggalkan Steve Jobs yang wafat pada usia 56 tahun tanggal 6 Oktober 2011 selama lebih dari 14 tahun, citra Apple sebagai salah satu raksasa Teknologi Informasi (TI) dunia tetap terjaga hingga detik ini. Sebab, Apple berhasil melembagakan warisan (legacy) Jobs berupa pemikiran unik nan eksentrik yang mewakili keyakinan betapa kekuatan mimpi, intuisi, imajinasi, dan visi dalam diri manusia dapat berujung pada deretan inovasi yang tak kunjung henti.Â
Meski terkenal sebagai mahasiswa urakan dari Stanford yang gemar hal-hal berbau spiritual Timur dan konon suka mengonsumsi zat-zat terlarang, Jobs juga seorang anak muda cemerlang yang memiliki mimpi dan intuisi tajam bahwa suatu hari nanti orang akan membutuhkan personal computer (PC). Asal tahu saja, kala Jobs merumuskan intuisinya lewat pendirian Apple pada 1 April 1976 bersama Steve Wozniak, komputer saat itu dipersepsikan sebagai mesin penghitung raksasa yang hanya cocok untuk perusahaan berskala besar, bukan untuk pribadi.Â
Figur Raksasa
Namun Jobs ingin membongkar segala asumsi umum itu. Berbeda dari kebanyakan pengusaha yang berangkat dari penggalian kebutuhan konsumen, Jobs justru ingin "memaksakan" intuisi dan mimpinya kepada konsumen. Sebab, ia memiliki intuisi yang berkembang menjadi imajinasi, mimpi, dan kemudian visi, bahwa di masa depan nanti masyarakat akan melek teknologi dan membutuhkan komputer di rumah mereka masing-masing.Â
Tanpa peduli dengan realitas faktual di zamannya, Jobs bersama sahabatnya Steve Wozniak---sering disebut "Steve yang Lain" atau the Other Steve di Apple---berusaha mewujudkan intuisi, mimpi, dan visi mereka. Lahirlah personal computer (PC) produksi massal pertama di dunia, Apple I dan Apple II, dua produk yang laku bukan alang kepalang pada akhir 1970 dan awal 1980-an  Â
Berbekal piranti intuisi, mimpi, dan visi yang sama pulalah Jobs selalu mencetuskan ide dan terobosan gemilang yang kian menegaskan citra Jobs sebagai sosok raksasa. Tahukah Anda bahwa Jobs di Stanford sempat mengambil mata kuliah kaligrafi dan itu ternyata berguna saat Jobs dan karibnya Steve Wozniak meluncurkan font kaligrafi pertama di dunia untuk PC? Hal yang sama terus berlanjut dalam bentuk produk-produk visioner Apple lainnya: iMac, iPod, iPhone, iPad, dan lain sebagainya.
Populer dengan resep sukses tiga i-nya---innovate, innovate, and innovate-----Jobs selalu bergerak mendahului perubahan dan acap dengan cara yang sedikit licik. Memang, filsafat lain dari Steve Jobs adalah, "good artists copy, great artists steal," seniman yang baik meniru, sedangkan seniman hebat itu merampok. Apple adalah perusahaan digital pertama yang melakukan terobosan penggunaan tetikus (mouse) dan graphic interface dalam PC Lisa (konon diambil dari nama putri di luar nikah Jobs). Hebatnya, terobosan ini bukanlah berasal dari ide Jobs atau co-founder Apple lainnya, Steve Wozniak. Apple membajaknya dari Xerox, yang menganggap ide tetikus (mouse) itu menggelikan sehingga menyerahkannya begitu saja dengan harga murah kepada Apple. Apa yang Xerox anggap aneh justru dipandang Jobs sebagai temuan visioner yang akan mengubah dunia. Apple pun meroket namanya sebagai salah satu perusahaan komputer digdaya di dunia.
Melirik kisah Jobs juga seakan mengikuti perjalanan roller-coaster yang penuh dengan jatuh-bangun. Salah satu momen buruknya adalah kala Apple menjalin kerja sama dengan seorang pria muda berwajah lugu untuk kemudian mendapati dirinya disiasati mentah-mentah.Â
Sebagaimana tergelar dalam film Pirates of Silicon Valley (1999), Jobs pada medio 1980-an menginginkan versi peranti lunak yang cocok bagi PC keluaran Apple. Setelah pencarian seksama, Jobs memutuskan menyewa jasa sang pria berkacamata untuk menulis program yang dimaksud bagi Apple.Â
Berbekal prototipe PC Apple yang tak ada duanya kala itu, sang pria berkacamata sukses merancang satu software unggulan yang pasti akan menggegerkan dunia komputer. Sayangnya, alih-alih memberikannya secara eksklusif kepada Apple, sang pria kalem itu justru melisensikannya ke berbagai produsen komputer, termasuk salah satu produsen Jepang. Jobs pun merasa ditelikung dan sadar dia telah meremehkan sang pria yang umurnya sebaya dengan dirinya itu. Nama pria itu adalah Bill Gates.Â
Lebih parah lagi, tak lama sesudah insiden dengan Gates, Jobs dipecat sebagai CEO Apple---perusahaan yang ia dirikan---pada 1985. Alasan dewan direksi: kelakuan liar Jobs dianggap sudah kelewat batas.Â
Akan tetapi, setelah sempat terlunta-lunta akibat kegagalan NEXT yang ia bidani pada 1986, Jobs dengan kekuatan intuisi, imajinasi, mimpi, dan visinya mampu bangkit dari kegagalan. Dia membeli Pixar, perusahaan animasi yang belum dikenal saat itu, dari tangan George Lucas dengan modal hanya US$10 juta. Kala itu, berkat sentuhan tangan dinginnya, Pixar mampu menjulang dengan film-film beken seperti Toys Story, A Bugs Life, Finding Nemo, Cars, dan lain-lain. Kesuksesan Pixar membuat Jobs mampu kembali ke Apple pada 1997 sebagai CEO ad interim dan CEO permanen pada 2000.Â
Pada termin kepemimpinannya yang kedua, Jobs dengan idenya yang brilyan mencetuskan kampanye "Think Different" pada 1997 dan meluncurkan iMac pada 1998. iMAc sontak menahbiskan diri sebagai Macintosh terlaris sepanjang masa. Pada akhir 2000, Apple kian menancapkan taring dengan meluncurkan iPod, iTunes, dan sistem operasi OS X yang sukses berat.Â
Di tengah kesuksesan itu, malapetaka kembali menimpa Apple, yang sudah sangat tergantung pada figur Jobs. Pada 2003, Jobs divonis menderita kanker pankreas. Untung, Jobs pulih setelah menjalani operasi pada 2004 dan bahkan memotori perilisan gadget super sukses iPod Nano pada tahun berikutnya. Prestasi Apple dan Jobs kian mengilap ketika Apple memperkenalkan iPhone ke pasar pada 2007, menyusul iPad dan deretan produk inovatif dan laris lainnya hingga tahun-tahun berikutnya dan seterusnya, bahkan setelah Jobs wafat pada 2011.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI