Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bencana Banjir dan Longsor dalam Teropong Strukturalisme Lingkungan

1 Februari 2025   07:15 Diperbarui: 1 Februari 2025   07:21 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Solusi

Bagaimana jalan keluar dari bencana ekologis di atas menurut teori strukturalisme? Meruntuhkan mode produksi kapitalis. Dalam konteks saat ini, peruntuhan itu bisa dilakukan lewat sejumlah langkah. Pertama, pemerintah pusat maupun daerah bisa meninjau kembali pemberian aneka konsesi kepada pengusaha. Pemerintah daerah harus melakukan peninjauan ini dalam skala yang lebih masif. Moratorium penggunaan lahan bagi proyek-proyek nonprioritas menjadi wajib.

Kedua, pemerintah pusat maupun daerah perlu membuka lagi lahan-lahan resapan air dan sodetan kanal air. Di Provinsi DKI Jakarta, sebagai contoh, pemerintah daerah beberapa tahun lalu sukses membebaskan wilayah Pedongkelan dan membuat Waduk Ria Rio yang terbukti mengurangi skala banjir di wilayah sekitar yang meliputi Pulomas, Cempaka Putih, bahkan sampai ke daerah Perintis yang berbatasan dengan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Ketiga, proses penegakan hukum (pro justisia) mulai dari tingkat penyelidikan dan penyidikan polisi atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penuntutan jaksa, hingga vonis pengadian harus tegas memihak kepentingan sosial, bukan kepentingan kapital (modal), guna menciptakan efek jera (deterrent effect) bagi para pelaku kejahatan lingkungan.

Keempat, karena semua langkah ini membutuhkan agen-agen penggerak (agents of change) yang revolusioner dan mampu mendobrak belenggu mode produksi kapitalistis, maka peran intelektual tercerahkan yang mampu menguak kelemahan mode produksi kapitalistis dan berpihak secara organis pada massa-rakyat menjadi niscaya. Intelektual semacam inilah yang disebut Antonio Gramsci sebagai intelektual organis (Roger Simon, Gagasan Intelektual Gramsci, Pustaka Pelajar, 1999). Maka itu, peran edukasi lewat berbagai platform media menjadi penting untuk menumbuhkan sekaligus mengangkat perjuangan agen-agen semacam itu.
 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun