Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kekuatan Nostalgia Sebagai Psikologi Suaka

26 Januari 2025   20:56 Diperbarui: 26 Januari 2025   20:58 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Atari 2600 Plus, konsol mainan retro alias jadul yang laris manis pada 2024 (Sumber: www.creativebloq.com)

Belakangan ini, masyarakat dunia dihebohkan dengan fenomena kemunculan konsol game Atari 2600 Plus, versi modern dari Atari 2600 original yang diluncurkan pada 1977. Kelebihan Atari 2600 Plus ini adalah kita bisa memainkan catridge permainan lawas kita dari 1977 ditambah koleksi permainan baru. Saking suksesnya, Atari meluncurkan sejumlah versi modern dari konsol retronya alias jadul, seperti Atari Computer Plus, Atari 7800 Plus, dan lain sebagainya.


Di sisi lain, keviralan Atari 2600 Plus sesungguhnya merupakan bukti betapa kekuatan nostalgia memainkan peranan sangat signifikan di era global kini. Suatu paradoks karena di saat permainan sudah demikian canggih hingga ke tataran virtual, manusia malah kembali ke permainan atau hal-hal lama yang sederhana. Ambil contoh lain berupa kepopuleran permainan kartu (trading card game) Pokemon atau Magic the Gathering. Padahal, beberapa dekade lalu permainan kartu mulai ditinggalkan karena kemajuan komputer dan permainan elektronik lain.

Namun, paradoks soal kenangan (nostalgia) ini memang terjadi di tingkat global maupun lokal, termasuk di bidang ekonomi. Di industri musik dalam negeri, misalnya, banyak penonton berbondong-bondong menonton band-band lama, seperti Dewa 19, KLA Project, dan lain sebagainya

Di industri permainan elektronik, orang juga mulai menggandrungi permainan jaman dulu gamewatch yang bergrafik sangat sederhana dibandingkan konsol masa kini seperti Nintendo Switch dan Playstation 5. Nintendo bahkan sampai merilis dua versi gamewatch lawas dari serial game larisnya Super Mario Bros dan Legend of Zelda, yang langsung disambut hangat
konsumen.

Suaka psikologis

Dengan kata lain, nostalgia menjadi sangat penting saat ini. Sebab, nostalgia mampu populer lagi dan bahkan bisa diolah secara ekonomi menjadi laba. Mengapa demikian? Ini karena nostalgia berperan sebagai suaka psikologis (psychological haven) bagi manusia masa kini yang harus berhadapan dengan begitu cepatnya derap kehidupan yang selalu berubah akibat kemajuan teknologi digital di era globalisasi.

Kecepatan perubahan membuat tidak ada sesuatu yang ajek untuk mengendap lama dalam kenangan. Manusia kebanjiran informasi tanpa mereka bisa untuk mengolah, menyeleksi, dan menyimpan hasil seleksi itu secara awet. Padahal, manusia secara fitrah membutuhkan kepastian dan pegangan di era tatkala segala sesuatu senantiasa bergonta-ganti. Tanpa itu, manusia akan terjebak dalam perasaan gelisah dan cemas (anxiety) karena seolah harus terus melakukan konsumsi simbol-simbol yang kecepatan produksinya demikian tinggi tanpa sejenak waktu melakukan refleksi.

Selain itu, merujuk pakar otak John Medina dalam Brain Rules (2010), manusia pada dasarnya merupakan makhluk yang membutuhkan kesederhanaan. Kebutuhan manusia adalah menyederhanakan kompleksitas yang ia hadapi dalam hidupnya untuk kemudian diolah oleh otak. Tanpa simplifikasi, otak dan jiwa manusia bisa terganggu dan mengidap patologi serius.

Alhasil, kebutuhan akan kesederhanaan itulah yang mewujud dalam kerinduan akan masa-masa yang lebih simpel. Masa-masa sederhana itu biasanya merujuk pada masa kecil hingga kuliah, di mana beban hidup belum terasa benar dan segala sesuatu tampak simpel-simpel saja.  Itulah pula sebabnya beraneka vendor yang menawarkan komoditas beraroma nostalgia
(komodifikasi nostalgia) sering laris manis di pasaran. Sebagai contoh, kembali merujuk industri
konsol permainan (game console), versi rilis ulang produk konsol Nintendo Entertainment System (NES) dan Super Nintendo Entertainment System (SNES) sukses di pasaran. Atau di Indonesia beberapa tahun lalu, permainan lato-lato sempat meledak. Singkat cerita, produk-produk hasil komodifikasi nostalgia adalah tren masa kini. Jadi, old is the new 'new' now.

Maka itu, industri komodifikasi nostalgia menjadi pasar yang menjanjikan. Industri ini menawarkan semacam pelarian atau suaka bagi jiwa-jiwa yang mendambakan kepastian yang telah dihanyutkan dari genggaman mereka oleh banjir bandang informasi digital. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun