Roda selalu berputar, kita kadang di atas, kadang di bawah. Kata-kata mutiara ini harus dicamkan oleh para penguasa di belahan dunia mana pun. Pasalnya, pada suatu waktu kekuasaan mereka pasti akan berakhir. Syukur kalau mereka meninggalkan jabatan dengan baik. Namun celaka jika mereka turun tahta dengan meninggalkan warisan (legacy) yang buruk. Salah-salah mereka bisa dihujat dan dipermalukan habis-habisan oleh rakyat karena dianggap sebagai penguasa pendosa. Semua itu tergantung pada empat model resolusi konflik antara rakyat dan penguasa pendosa.
Empat model
 Setidaknya ada empat model perlakuan suatu bangsa terhadap para penguasa pendosa. Menariknya, keempat model ini sejatinya adalah varian dari dua kata saja: memaafkan (forgive) dan melupakan (forget). Pertama, model never forgive, never forget atau tidak pernah memaafkan dan melupakan. Inilah model perlakuan paling keras bagi para penguasa pendosa. Berdasarkan model ini, rakyat suatu negara menuntut penguasa yang mereka anggap bersalah untuk dihukum seberat-beratnya sesuai dengan kesalahan mereka. Artinya, tidak ada kata maaf bagi para penguasa itu. Yang ada hanyalah tuntutan untuk membawa mereka ke pengadilan.Â
Seakan belum cukup, rakyat juga bertekad untuk tidak melupakan dosa-dosa sang mantan penguasa, sehingga tertutuplah kemungkinan para penguasa itu untuk kembali berkiprah di dunia politik demi merebut kekuasaan. Kembali merujuk Filipina, kita bisa melihat penerapan model ini kepada Ferdinand Marcos. Karena ditengarai terlibat dalam berbagai kecurangan pemilu dan juga dalam pembunuhan tokoh oposisi Noynoy Aquino, suami Cory Aquino dan ayah mantan presiden Filipina Benigno Aquino, Marcos dihujat habis-habisan, diadili dan diasingkan sampai meninggal. Sesudah mendapat label sebagai orang terhukum pun, rakyat Filipina tidak pernah melupakan dosa-dosa Marcos dan menjadikan kasus Marcos sebagai pelajaran betapa buruknya nasib rakyat Filipina di bawah kepemimpinan penguasa diktator. Â
Hanya saja di era media sosial seperti ini, fenomena gimmick politik berhasil mengikis citra negatif Marcos dan membawa Bong Bong Marcos Jr, putra Marcos, sebagai presiden.Â
Kedua, model forgive and forget alias memaafkan dan juga melupakan. Berbeda 180 derajat dengan model pertama, inilah model yang paling lunak. Dalam model ini, rakyat dan pemimpin satu negara memutuskan untuk memaafkan sekaligus melupakan begitu saja dosa-dosa para mantan penguasa yang sebelumnya mereka anggap sudah melukai mereka.Â
Contoh dari penerapan model ini, terlepas dari masih abu-abunya duduk permasalahan yang sebenarnya, adalah Timor Leste. Sesudah lepas dari Indonesia dan tidak lagi menyandang nama Timor Timur, Timor Leste berketetapan hati untuk melupakan berbagai insiden yang melanda negeri mereka saat masih ada di bawah pemerintahan Indonesia. Para elit penguasa Timor Leste juga tidak berkeinginan sama sekali untuk membawa ke meja hijau para aktor yang mereka duga terkait berbagai insiden terkait pelanggaran HAM. Bahkan, para elit penguasa Timor Leste termasuk Xanana Gusmao begitu akrab menjalin hubungan dengan elit penguasa Indonesia.Â
Penerapan model ini biasanya dipilih jika terdapat ketergantungan yang besar pada para penguasa atau mantan penguasa yang dianggap 'berdosa' tersebut. Dalam konteks Timor Leste misalnya, Timor Leste sebagai negara yang baru membangun sangatlah memerlukan pasokan berbagai barang kebutuhan dari Indonesia. Dan, pasokan itu kemungkinan besar akan kian lancar apabila Timor Leste tidak bersifat konfrontatif terhadap Indonesia dan para elitnya. Jadilah, penerapan model forgive and forget.
 Ketiga, model never forgive but forget. Kita bisa melihat contoh model ini dalam perlakuan rakyat China terhadap kaisar terakhir Kerajaan Ching, Pu Yi. Sebagaimana dituturkan dalam otobiografi Pu Yi The Last Emperor (2009), karena mengkhianati China dan berkolaborasi dengan Jepang, Pu Yikaisar termuda di Chinadianggap melakukan dosa yang tak termaafkan. Akan tetapi, karena era kekaisaran telah berganti menjadi era republik dan Pu Yi sudah dianggap peninggalan masa lalu semata, China pun memutuskan untuk melupakan Pu Yi begitu saja. Saking terlupakannya, Pu Yi bahkan menghabiskan masa tuanya bekerja sebagai tukang kebun. Â
 Keempat, model forgive but never forget. Menggunakan model ini, rakyat suatu negara menganggap penguasa dan mantan penguasa pendosa sebagai tokoh dengan dua sisi. Di satu sisi, sang penguasa dianggap sebagai tokoh besar yang memiliki jasa-jasa tersendiri dalam perjalanan suatu bangsa yang sempat mereka pimpin. Di sisi lain, rakyat juga menginginkan sang penguasa mendapatkan sanksi moral dan sosial yang setimpal atas kesalahan-kesalahan mereka.Â