Negara ini kemudian punya momentum merumuskan versi kapitalisme yang lebih baik tatkala rezim Orba runtuh dan Indonesia memasuki era reformasi. Sayangnya, akibat keterikatan Indonesia pada asistensi IMF saat itu, Indonesia justru membuka keran lebar bagi liberalisasi dan investasi perusahaan asing. Alhasil, banyak aset nasional strategis, seperti telekomunikasi, perkebunan, pertambangan, dikuasai oleh asing, utamanya perusahaan-perusahaan multinasional (multinational corporations/MNCs) besar
yang melintasi batas kedaulatan negara. Indonesia pun terjatuh ke dalam perangkap kapitalisme manajerial perusahaan besar di mana modal menjadi kekuatan utama, sementara entitas bisnis kecil hanya mengais remah-remah yang ditinggalkan perusahaan
besar itu. Terjadilah pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas, sebagaimana ditunjukkan oleh rasio gini---indikator pengukur kesenjangan pendapatan---kita yang kini masih di kisaran tinggi 0,381. Bahkan, banyak perwakilan kaum kapitalisme besar yang masuk ke dunia politik demi mempertahankan kekayaan, sehingga ini kembali melahirkan kapitalisme oligarki.
Menurut penulis, jika Indonesia masih ingin mempertahankan format sistem ekonomi yang condong ke kapitalisme, varian kapitalisme yang potensial menyejahterakan rakyat adalah kombinasi antara kapitalisme bimbingan negara dan kapitalisme wirausaha. Sebab, kapitalisme bimbingan negara kental dengan unsur sosialisme yang dicita-citakan pendiri bangsa ini sementara kapitalisme wirausaha melengkapinya dengan elemen kapitalisme.
Jadi, negara di satu sisi punya peranan membangun infrastruktur, memfasilitasi kesempatan bisnis lewat regulasi dan insentif, serta memberikan pelbagai jaminan sosial untuk rakyat miskin. Di sisi lain, kombinasi ini memberikan ruang lapang bagi swasta untuk berinovasi dan tumbuh meraksasa tanpa mengandalkan modal besar semata.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI