Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kapitalisme Neoliberal sebagai Abulahabisme Modern

23 Januari 2025   17:37 Diperbarui: 23 Januari 2025   17:35 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sayyid Qutub, pengarang tafsir Fi Zhilalil Qur'an (sumber: Wikipedia)

Dalam Islam, rasanya tidak ada manusia semalang paman Nabi Muhammad SAW, Abu Lahab. Sebab, namanya diabadikan dalam surah pendek di juz 30 Alquran, Al-Lahab, hanya untuk diberi kepastian bahwa ia akan masuk neraka bersama sang istri, Ummu Jamilah, karena perbuatan mereka menentang dakwah Rasululullah SAW.

Abu Lahab terkenal sombong karena merasa kuat dan bangga dengan harta serta kedudukannya. Padahal, sesuai firman Allah SWT. di ayat 2 surah Al-Lahab tersebut, "Tidaklah berguna baginya hartanya, demikian pula apa yang ia usahakan."

 Sifat kemaruk harta itulah yang perlu kita garisbawahi. Allah SWT. berulang kali mengecam sifat seperti ini, Misalnya saja, Allah SWT. dalam ayat 5-6 surah Al-Balad berfirman, "Apakah dia (manusia itu) mengira bahwa tidak ada sesuatu pun yang berkuasa atasnya. Dia mengatakan 'Aku telah menghabiskan harta yang banyak'". 

Menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran (1995), dua ayat ini merujuk pada orang-orang yang tertipu dengan kekuatan, kekuasaan, penghasilan dan kekayaan sehingga berbuat seperti orang yang tidak memperhitungkan bahwa dia akan ditindak sesuai perbuatannya. Akibatnya, ia berbuat sewenang-wenang demi memperbanyak harta dan apabila diseru kepada kebaikan untuk berkorban, dia akan mengatakan telah menghabiskan harta yang banyak.  

Di dunia modern saat ini, sifat Abu Lahab yang kemaruk harta dan sombong karena status dunia kian terkonfirmasi dalam suatu sistem ekonomi bernama kapitalisme neoliberal atau neoliberalisme. Singkat kata, Abu Lahabisme modern adalah neoliberalisme.

Neoliberalisme

Apa itu neoliberalisme? Menurut Herry Priyono dalam Memburu Manusia Ekonomi (2022), neoliberalisme adalah paham yang meyakini perilaku manusia ekonomi digerakkan oleh kepentingan diri semata, sehingga manusia ekonomi bersifat egois yang hanya fokus pada dirinya sendiri. Selain itu, manusia neoliberal memiliki hasrat menggebu akan materi dan ingin meluaskan pola pikir ekonomi ke bidang lain, seperti hukum, politik, dan lain sebagainya.

Akibatnya, manusia dinilai semata karena status ekonominya. Segala sesuatu pun dianggap punya harga yang bisa dibeli dengan uang, termasuk vonis keadilan, suara pemilih dalam pemilu, dan lain sebagainya. Manusia lantas menjadi tuna-moral karena sibuk mengejar materi dunia---beserta aksi pamer harta secara berlebihan---tanpa peduli dengan nasib sesama dan kualitas lingkungan yang mereka eksploitasi. 

Dalam ranah politik, paham kapitalisme neoliberal yang mengutamakan kebebasan di bidang ekonomi sering membuahkan sistem politik oligarkis yang memberangus kebebasan rakyat. Sebab, rakyat dibuat tidak berdaya oleh kekuatan uang kaum kapitalis neoliberal yang merasa bisa membeli apa pun, termasuk kekuasaan politik lewat berbagai ajang pemilu. Akibatnya, politik menjadi berbiaya mahal dan hanya bisa diraih oleh kaum berduit. 

Karena itu, kita tidak boleh tergoda oleh jerat neoliberalisme yang membuat kita hanya fokus di dunia seraya melupakan hari akhir yang pasti akan tiba. Kita memang tidak boleh hidup sengsara di dunia, tapi juga jangan membiarkan harta melenakan kita. Justru harta itu harus kita distribusikan kembali untuk membantu kaum duafa karena ada hak mereka di dalam harta kita. Gagal melakukan itu sama saja kita menjadi orang yang mendustakan agama sebagaimana disebut surah Al-Ma'un ayat 1-3, "Tahukah kamu siapa orang yang mendustakan agama. Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin." Semoga kita bisa memetik pelajaran untuk tidak demikian cinta pada harta seperti Abu Lahab beserta derivasi kontemporernya bernama neoliberalisme.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun