Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Terapkan Tiga Aspek Pendidikan Filsuf Iqbal Tangkal Ajaran Radikal

23 Januari 2025   11:19 Diperbarui: 23 Januari 2025   10:18 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak warga di Indonesia mewaspadai bahaya radikalisme agama, dalam konteks ini Islam, meskipun meski diakui radikalisme ada di agama mana pun. Sebab, ekspresi radikalisme bisa mengambil bentuk yang menggentarkan hati, mulai dari sekadar takfiri (mengkafirkan orang lain yang berbeda paham) hingga aksi bom bunuh diri.

Radikalisme sebenarnya kontraproduktif bagi citra Islam karena orang luar bisa mengembangkan sikap Islamofobia alias takut kepada Islam.

Maka itu, upaya melunakkan radikalisme atau deradikalisasi menjadi penting. Salah satu upaya itu bisa dilakukan berdasarkan inspirasi filsuf Pakistan Sir Muhammad Iqbal (1877-1938), yaitu menerapkan tiga aspek pendidikan watak (character building) sejak dini.

Tiga aspek pendidikan watak 

Menurut K.G. Saiyidain dalam Filsafat Pendidikan Iqbal (1981:126) ada tiga aspek saling terkait yang harus diperhatikan dalam mendidik pribadi berwatak tangguh. Pertama, keberanian. Bagi Iqbal, ketakutan selain kepada Allah adalah sumber kehancuran setiap individu. Sebab, takut kepada selain Allah akan menggerogoti kegembiraan hidup, memperlemah kemampuan bertindak, serta melahirkan segala karakteristik buruk seperti perbuatan rendah, tipu muslihat, dan lain sebagainya. Apabila tunas keberanian ini dapat dibina secara proporsional, orang tidak perlu takut terhadap sesuatu yang tidak perlu ditakuti, tapi juga tidak perlu berani melawan sesuatu yang tidak layak untuk dilawan. Sebagai contoh, orang tak perlu takut untuk secara kritis mempertanyakan otoritas keagamaan apabila ada keganjilan dalam uraiannya soal agama, tapi juga tak perlu memberanikan diri untuk melawan pemerintahan yang sah atau menganggu keamanan negara.

 Kedua, toleransi. Iqbal pernah mengutarakan bahwa pendidikan memiliki fungsi untuk mengarahkan anak-didik atau murid untuk menghargai individualitas orang lain, termasuk pendapat dan kepercayaan, pikiran dan perbuatannya, dan perbedaan pendapat mereka dengan pikiran kita. Artinya, seorang muslim yang berwatak baik dan kuat semestinya memiliki sikap toleran terhadap perbedaan karena perbedaan adalah sunnatullah dalam kehidupan. Adapun toleransi ini bisa dipupuk lewat pengutamaan komunikasi dan dialog penuh nalar dalam menyikapi perbedaan. 

 Ketiga, faqr. Kira-kira ini artinya mirip dengan sikap keprihatinan. Lebih jelasnya lagi, faqr adalah sikap jalan tengah dalam menyikapi materi. Berbekal faqr, orang didorong untuk mengejar materi seluas-luasnya, tetapi dia juga harus memiliki sikap bebas dan tidak terikat dengan materi serta mampu mengatasi hasrat untuk memiliki materi secara berlebih-lebihan. Sebaliknya juga, dia tidak akan mencemooh dunia sebagai sumber kejahatan dan penyelewengan, melainkan memanfaatkan dunia itu dalam rangka pencapaian maksud-maksud baik. Terciptalah pandangan tengah-tengah dan seimbang karena orang dengan sikap faqr jelas tidak kemaruk dunia dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan dunia. Di sisi lain, dia juga tidak bersikap fatalistis dan mengharap bahwa surga dan bidadari cantik hanya bisa dicapai di akhirat sana lewat jihad berbasis kekerasan seperti aksi bom, melainkan surga harus diusahakan pula di dunia lewat kerja keras dan amal ilmiah yang berguna bagi masyarakat luas.

 Terkuak bagaimana pemikiran Iqbal di atas begitu potensial untuk mengamputasi akar permasalahan ideologi radikal. Kita lihat betapa paham radikal mengabaikan ketiga aspek watak yang dikemukakan Iqbal. Paham radikal hanya mengutamakan kenekatan---kenekatan melakukan pengeboman dan tindak pidana lain---alih-alih keberanian. Paham yang sama juga menafikan toleransi dan mengobarkan paham kalian atau kami (friend-enemy). Terakhir, ideologi Islam radikal terlalu condong dan berat sebelah ke arah eskatologi (janji akan penyelamatan di akhirat sana) ketimbang berhaluan tengah dengan memasukkan aspek duniawi. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita dari sekarang mulai mencangkokkan ajaran Iqbal tentang pendidikan watak untuk menangkal ideologi radikal atau deradikalisasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun