Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ada Jejak Konfusianisme dalam Pancasila

22 Januari 2025   07:15 Diperbarui: 22 Januari 2025   06:19 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali, ini serupa dengan paham negara-integralistik yang digagas salah satu founding father kita, SoepomoTerima. Merujuk Marsillam Simanjuntak (Paham Negara Integralistik, Grafiti, 1995), paham integralistik mengajarkan bahwa rakyat dan negara merupakan sebagai satu kesatuan (integralistik) tak terpisahkan. Inilah yang lantas mewujud dalam sila ke-4, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Artinya, demokrasi seperti ini tidak semata-mata menyerahkan kekuasaan kepada suara mayoritas (popular vote) seperti dalam demokrasi liberal. Melainkan, demokrasi integralistik menginginkan satu prinsip daulat rakyat yang dibimbing oleh kepentingan negara secara keseluruhan---bukan kepentingan sempit orang per orang atau golongan---yang dimediasi oleh satu mekanisme bernama musyawarah mufakat.

Terakhir, Konfusianisme dari segi ekonomi menekankan pentingnya moralitas kedermawanan dalam rangka pemerataan kesejahteraan. Penelitian Fachrur Rozie (Seni Memberi dalam Chun Tzu, PIRAC, 2004), menunjukkan bahwa Konfusianisme mengajarkan bahwa harta yang terdistribusi itu jauh lebih bermakna ketimbang harta yang menumpuk. Salah satu ciri orang yang berperi cinta kasih dalam konteks Konfusianisme adalah dia yang mampu mengembangkan diri dengan hartanya. Karena itu, kedermawanan sosial adalah sikap yang niscaya bagi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat. 

Dalam konteks ini, kedermawanan sosial bukan terbatas pada individu, tapi juga meluas pada negara. Maknanya, negara mengemban tanggung jawab untuk melakukan pengikisan kesenjangan sosial dan mengoptimalkan merataan kesejahteraan kepada seluruh warganya lewat berbagai mekanisme, seperti jaminan sosial, subsidi, dan lain sebagainya. Nah, bukankah ini demikian selaras dengan sila ke-5, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia?

Akhirulkalam, kita bisa melihat betapa ada jejak Konfusianisme dalam Pancasila. Ini tentu wajar mengingat Konfusianisme telah hidup di negeri ini begitu lama. Tinggal, bagaimana kita menggali relevansi ajaran itu di tengah momentum Imlek sebagai panduan membangun tatanan sosial ideal sebagaimana dicita-citakan Pancasila. Semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun