Solusi  Â
Jika sekularisme, pluralisme, liberalisme bukan solusi bagi Islamisme, lantas apa alternatifnya? Â Setidaknya ada dua aras (tingkatan) yang bisa diupayakan bersama. Pertama, di aras ekonomi, berbagai negara di dunia harus bekerja sama untuk menciptakan hubungan yang lebih setara di antara negara-negara di dunia serta meminimalkan kesenjangan sosial antara kaum kaya dan miskin (the haves and the have-nots). Pasar bebas tidak boleh lagi berlindung di balik prinsip usang intervensi minimal negara dan laissez-faire yang melahirkan free-fight liberalism. Sebaliknya, pasar memerlukan regulasi lebih ketat dari negara dan kontrol demokratis dari masyarakat warga (civil society). Jika ini dilakukan, kita akan bisa meminimalkan narasi kekecewaan, yang menurut Majid Nawaz dalam Islam and the Future of Tolerance (Serambi, 2022) merupakan bahan bakar bagi ideologi ekstrem seperti Islamisme.
Kedua, di aras pemikiran, masyarakat perlu dibekali dengan piranti rasionalitas kritis supaya bisa terhindar dari keterpesonaan terhadap tokoh atau perekrut kharismatis dan ketaklidan terhadap narasi kekecewaan. Kebiasaan berpikir kritis (critical thinking) dan rasa percaya diri tinggi terhadap kemampuan sendiri (high self-esteem) membuat individu bisa mencari "cela" dalam ideologi ekstrem---baik ekstrem agama maupun ekstrem sekuler---beserta tokoh-tokohnya. Â
Â
Â
      Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H