Jika diibaratkan seperti film, kisah saya di 2024 mungkin mirip dengan karakter John Keating, seorang guru sastra Inggris di sebuah sekolah elit khusus laki-laki yang kemudian mengubah hidup sebagian dari murid-muridnya dalam film Dead Poets Society arahan sutradara Australia, Peter Weir. Keating sendiri diperankan secara memukau oleh komedian Robin Williams, yang ternyata bisa bermain serius di film ini dan bahkan diganjar nominasi Oscar untuk aktor terbaik pada 1989.
Kemiripan kisah saya dengan film itu adalah karena di tahun 2024 ini saya kembali mengajar banyak kelas mata kuliah Filsafat di universitas setelah vakum selama beberapa tahun. Sebelumnya, saya memang sudah mengajar mata kuliah yang sama, tapi hanya berani mengambil satu kelas saja karena kesibukan pekerjaan yang lain dan kadang tidak mengambil sama sekali.
Tahun 2024 menjadi momen saya berani mengambil banyak kelas karena saya di tahun itu memutuskan untuk meninggalkan sejumlah pekerjaan rutin terkait penerjemahan dan penulisan. Alasannya, saya memerlukan banyak istirahat sebagai bagian dari konsentrasi pemulihan kesehatan yang sudah mengalami gangguan beberapa tahun ke belakang. Alhasil, jadilah saya manusia semi-pengangguran atas nama kesehatan. Namun untungnya itu tadi, saya akhirnya diminta kembali mengajar dengan status pengajar luar biasa sehingga saya memiliki kesibukan. Juga, saya merasa senang karena bisa berbagi ilmu dengan generasi muda (generasi Z dan generasi Alfa) sembari saya juga bisa menyerap ilmu dari mereka.
Saya sangat bersyukur kepada Tuhan bahwa dalam pengalaman mengajar tahun ini, saya bisa berdiskusi dengan  mahasiswa tentang isu-isu filosofis seperti mengapa ada kejahatan di dunia, apa argumentasi filosofis bagi eksistensi Tuhan, apa esensi dari beragama, mengapa Indonesia memerlukan Pancasila, dan lain sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan filosofis mendasar seperti itu mungkin mengena (related) dengan kegelisahan eksistensial mahasiswa seusia mereka.
Metode mengajar saya buat semenarik mungkin dan tidak terlalu konvensional (setidaknya menurut saya), misalnya dengan menonton film filosofis The Truman Show karya Peter Weir yang diperankan oleh komedian Jim Carrey. Film yang menampilkan realitas simulakra itu menjadi bahan saya untuk memantik diskusi soal kehendak bebas dan budaya postmodernisme. Ada juga film animasi 5 cm karya Makoto Shinkai yang menjadi bahan menarik untuk mendiskusikan hakikat cinta. Tak lupa pula kami membahas pelajaran filosofis yang bisa dipetik dari sejumlah komik seperti One Piece, Superman, Batman, V for Vendetta, dan lain sebagainya
Salah satu hal mengharukan, ada seorang mahasiswa ilmu manajemen yang kemudian tertarik untuk mempelajari filsafat secara akademis. Hanya saja, dia sempat mengutarakan niat untuk pindah jurusan dan meninggalkan kampus. Waduh, bahaya ini, kampus bisa protes nih kalau ada banyak tipe mahasiswa seperti ini dan saya bisa di persona non grata kan universitas karena membuat mahasiswa mereka berkurang hehehehe.Â
Keinginan mahasiswa ini mengingatkan saya pada karakter murid Neil dalam Dead Poets Society yang juga terinspirasi oleh metode Keating sehingga memutuskan untuk tidak mengambil kuliah kedokteran demi mengambil jurusan sastra. Namun, hal ini memicu amarah ayah Neil dan berujung pada tragedi (silakan menonton filmnya sendiri karena saya khawatir memberikan spoiler) yang membuat Keating harus kehilangan pekerjaan.
Untungnya, kisah saya tidak sedramatis Keating. Mahasiswa saya menuruti nasihat saya untuk terus menekuni ilmu manajemen tapi sembari mulai mencicil literatur-literatur filsafat. 'Kalau sudah lulus sarjana dan syukur-syukur nanti bisa cari karier yang bagus, kan ambil S-2 filsafat bisa', demikian kira-kira inti nasihat saya.
Maka itu, 2024 meninggalkan kenangan manis bagi saya sebagai pengajar tidak tetap ala John Keating dalam Dead Poets Society. Secara melankolis, saya bahkan sesekali membayangkan, jika saya tidak lagi mengajar suatu hari nanti, akan ada satu dua mahasiswa yang mengucapkan salam perpisahan 'O Captain! My Captain!' seperti ending film itu, hehehehe. Well, one can only wish, can't he?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H