Hal berbeda terjadi jika cash advance menggunakan skema qardh hasan (pinjaman baik hati, benevolent loan) yang memberikan pinjaman untuk dibayar nanti persis sebesar nilai pinjaman. Di sini, penerbit kartu kredit berfasilitas cash advance tidak boleh membebankan apa pun kepada nasabah, kecuali biaya administrasi ringan semisal meterai. Atau, untuk melindungi gagal bayar pinjaman qardh hasan, penerbit kartu kredit syariah bisa meminta aset sebagai agunan. Jika bank sebagai penerbit, agunan bisa
berupa rekening tabungan di bank penerbit.Â
Menurut Daud Vicary Abdullah dalam Islamic Finance (Serambi, 2011), praktik meminta agunan ini biasanya diiringi persyaratan untuk hanya memberikan pinjaman dalam persentase tertentu dari agunan, misalnya 70 persen. Juga, pemberian pinjaman ini diutamakan bagi kelompok ekonomi kecil-menengah maupun bisnis syariah mikro sebagai perwujudan cita-cita syariah menciptakan masyarakat yang penuh kepedulian.
Ibarat kata, bank mengemban fungsi sosial-religius untuk melakukan derma. Dan, menurut Kuntowijoyo dalam Paradigma Islam (Mizan, 1997), derma atau infak adalah bagian dari instrumen untuk mengatasi kesenjangan struktural ekonomi di mana masyarakat menjadi miskin bukan karena malas, melainkan karena ketiadaan akses pada struktur kapital (modal) untuk bangkit. Di industri
perbankan global, Dubai Islamic Bank di Uni Emirat Arab adalah contoh bank pemberi qardh hasan ini.
Akhirulkalam, meskipun kontroversial, kartu kredit syariah sebenarnya halal asalkan memenuhi prinsip-prinsip syariah secara konsekuen.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H