Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Relasi Agama dan Negara, Ada Tiga Cara Pancasila Memandangnya

15 Januari 2025   11:02 Diperbarui: 15 Januari 2025   10:06 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lambang Garuda Pancasila (Sumber: perpustakaan.id)

Teodemokrasi
Jika kita lihat, perdebatan soal relasi agama dan negara seakan terbatas pada dua kutub saja: teokrasi dan sekularisasi. Padahal, ada satu istilah lagi: teo-demokrasi atau demokrasi berketuhanan atau demokrasi berbasis agama. Menurut Almich Alhumami dalam "Demokrasi Berbasis Agama dan Demokrasi Sekuler" (Negara Sekuler: Sebuah Polemik, Putra Berdikari Bangsa, 1999), negara berbasis agama dapat saja meretas jalan menuju demokrasi. Sebab, ajaran agama mengandung nilai-nilai yang sejalan dengan demokrasi.  

Perspektif teodemokrasi sejatinya menarik ketika kita melihat realitas politik Indonesia yang diramaikan penerapan perda syariah. Alih-alih pendapat umum bahwa perda syariah tidak sesuai dengan Pancasila, penelitian UIN Jakarta yang dibukukan dalam Politik Syariat Islam (LP3ES, 2018) di lima daerah penerap perda syariah di Jawa Barat justru menunjukkan bahwa perda syariah---khususnya di Tasikmalaya---sesungguhnya hanya ikhtiar bagi hadirnya kebijakan hukum dan moralitas yang lebih kuat dengan memberikan warna keislaman yang lebih tegas. Di Tasikmalaya, penerapan perda tidak mengarah pada pembentukan negara Islam, sementara di tempat lain dalam penelitian, perda syariah menjadi semacam komoditas politik semata untuk memenangi kontestasi kepala daerah. Dengan kata lain, teodemokrasi di tingkat daerah sejatinya dimungkinkan tanpa mengganggu aspek ontologis (esensi
pengada) maupun aksiologis (penerapan) Pancasila. Inilah jalan tengah yang dulu diringkaskan oleh Prof Mukti Ali dengan mengatakan bahwa 'Indonesia bukan negara agama, tapi juga bukan negara sekuler.

Sebagai penutup, lanskap relasi agama dan negara dalam diskursus Pancasila bisa diringkaskan sebagai berikut. Pertama, tafsiran teokrasi yang ingin memformalkan syariat Islam dalam politik nasional. Kedua, sekularitas atau sekularisasi yang menganut prinsip perbedaan bukan pemisahan. Ketiga, teo-demokrasi yang ingin menyuntikkan ajaran agama, tapi bukan satu agama tertentu, ke dalam sistem politik demokratis. Adapun perwujudan konkret dari teodemokrasi dipandang dari segi kebijakan sedang berproses mencari bentuk yang pas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun