Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dua Agama Dunia Memandang Cinta

14 Januari 2025   15:18 Diperbarui: 14 Januari 2025   15:24 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kover buku Wajah Cinta karya Mahnaz Heydarpoor (Sumber: koleksi pustaka pribadi)

Di tengah begitu banyak perpecahan dan konflik yang melanda dunia ini secara global, sering kali konflik itu bermotif agama, muncul anggapan bahwa inilah tanda bahwa Bumi mengalami defisit cinta. Memang, cinta harus dilihat secara teologis-filosofis guna menjadikannya satu elan kreatif yang inspiratif, mencerahkan, sekaligus berguna bagi kemaslahatan umat manusia.

Agape dan Mahabbah 

Tulisan ini ingin memaparkan betapa dua agama tebesar di dunia mampu memberikan perspektif mendalam lagi konkret tentang cinta yang  berguna untuk mewujudkan perdamaian di dunia. Pertama, agama Kristiani. Sebagaimana dikemukakan Mahnaz Heydarpoor dalam tesis M.A.-nya di Metropolitan University, Manchester, Wajah Cinta (terjemahan, Arasy Mizan, 2004), cinta-kasih adalah kebajikan yang paling utama dibandingkan dua kebajikan lain dalam Kristen: iman dan pengharapan. Karena itu, inti ajaran Kristen adalah cinta-kepada-Tuhan dan cinta-kepada-sesama-manusia. Logikanya adalah, orang yang mencintai orang lain berarti dia sedang mencintai dirinya sendiri. Artinya, orang itu mencintai orang  lain sebagai sesama manusia yang sama-sama diciptakan Tuhan. Dengan demikian, mencintai pribadi lain sebagai ciptaan Tuhan serupa dengan mencintai Tuhan.

Beranjak dari kasih kepada orang lain itu, St. Agustinus lantas mengatakan manusia yang mencintai Tuhan tidak akan melakukan segala sesuatu yang bertentangan dengan kehendak-Nya dan mengerjakan segala sesuatu yang disenangi-Nya. Dengan kata lain, manusia yang mencintai Tuhan adalah pribadi yang taat terhadap hukum-hukum Tuhan, termasuk perintah dan larangan-Nya.

Dalam bahasa Injil, cinta tertinggi kepada sesama manusia sebagai perwujudan cinta kepada Tuhan inilah yang dinamakan agape. Makna religius dan filosofis dari istilah ini adalah "dinamisme jiwa yang melampaui segala" atau "hasrat ideal untuk memperoleh kebaikan spiritual dan intelektual tertinggi" (Britannica, 1977). Dalam bahasa Latin, agape diterjemahkan sebagai caritas, kemudian menjadi charity dalam bahasa Inggris untuk bermalihwujud menjadi love.

Karena itu, agape dalam ajaran Kristiani adalah kekuatan atau etos yang mewajibkan manusia untuk memberikan kemurahan hati tanpa pamrih kepada sesama sehingga cinta itu kemudian akan mentransformasi sang pencinta sebagai bagian dari agape Tuhan. Oleh karenanya, kemurahan hati tidak memerlukan balasan dari objek kebaikan. Transformasi diri sang pencinta menjadi bagian dari Tuhan itulah yang justru sudah menjadi ganjaran alias pahala tersendiri.

Kedua, agama Islam. Konsep cinta di dalam Islam juga memegang peranan sentral. Merujuk pada tesis magister ilmu agama Abdul Halim Rofi'ie di IAIN Syarif Hidayatullah, Cinta Ilahi (Srigunting, 1997), sufi perempuan Rabi'ah al-Adawiyah adalah orang pertama yang membawa ajaran cinta sebagai sumber keberagamaan dalam sejarah tradisi sufi Islam. Bagi Rabi'ah, hidup adalah cinta, yaitu cinta terhadap semua manusia, cinta kepada seluruh alam karena dia adalah ciptaan Allah, cinta terhadap ketentuan dan takdir Allah karena keduanya adalah ketetapan yang mulia dari Allah. Jadi, cinta ilahi adalah sumber hakiki yang membentangkan seluruh alam dan membentang pada setiap bulir kehidupan.

Oleh karena itu, inti ibadah dalam Islam adalah hubungan cinta hamba dengan Tuhan-Nya dalam bentuk rindu, mesra, dan rida. Adapun tingkatan yang harus dilalui dalam mencapai cinta sejati itu adalah bertobat terus-menerus atas segala dosa (taubat), mengerem nafsu rendah akan materi dan aspek duniawi (zuhud), ikhlas menerima segala kejadian yang menimpa manusia (ridha), selalu bersyukur kepada Allah atas segala hal yang terjadi kepada manusia (muraqabah), dan beribadah tanpa pamrih apa pun selain
mengabdi kepada Allah (mahabbah). Perjalanan cinta dalam Islam berpuncak pada mahabbah, di mana manusia beribadah tidak lagi karena mengharapkan surga atau ingin menghindari neraka. Melainkan, karena sudah terlalu masyuk dalam cinta dan rindunya untuk berjumpa dengan Tuhan.

Kalimatus sawa'

Dari uraian di atas, kita lihat betapa konsep agape dalam ajaran Kristiani dan konsep mahabbah dalam doktrin Islam memiliki kemiripan. Yaitu, keduanya sama-sama menggarisbawahi betapa cinta eskatologis kepada Tuhan yang tampak abstrak seyogianya dikonkretkan dalam bentuk cinta dan rasa toleransi penuh empati terhadap sesama umat manusia. Sebagai pahala tertingginya, kecintaan besar kepada sesama manusia itu akan berbalik menyempurnakan penerimaan manusia terhadap cinta abadi Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun