Sebab, merujuk Refly Harun dalam BUMN dalam Sudut Pandang Tata Negara (Balai Pustaka, 2019), BUMN di antaranya memiliki maksud dan tujuan memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional dan penerimaan negara, mengejar keuntungan, dan turut aktif memberikan bimbingan serta bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Karena itu, Negara harus menciptakan tata kelola yang baik (good corporate governance) bagi BUMN demi menciptakan deretan BUMN yang sehat dan terhindar jauh dari praktik korupsi. Sehingga, BUMN-BUMN ini tidak perlu banyak "menyusu" kepada Negara, punya integritas tinggi, dan mampu memberikan kontribusi laba mumpuni ke Negara. BUMN-BUMN yang strategis tapi kurang efisien juga bisa dihimpun menjadi satu kesatuan ekonomi secara kolektif di bawah perusahaan induk (holdingisasi).
BUMN pun tidak boleh lagi menjadi ajang politisasi di mana kadang penunjukan direksi dan komisaris BUMN dilatari oleh motif "bagi-bagi jabatan" sebagai insentif bagi "jasa politik." Juga, BUMN mesti dihindari menjadi 'sapi perah' yang dipaksa mengerjakan proyek-proyek infrastruktur mercusuar yang justru menyulitkan keuangan BUMN itu sendiri. Â
Apabila BUMN secara keseluruhan sehat, koperasi dan usaha kecil menengah (UKM) juga akan menguat. Akibatnya, Negara akan kian otonom dari keharusan membuat kebijakan yang melulu pro-pengusaha. Sekaligus, ini akan menciptakan perekonomian Indonesia yang tangguh sebagaimana dicita-citakan konstitusi karena disokong oleh sinergi sehat dari tiga pilar ekonomi, yaitu Negara (diwakili BUMN), swasta, dan koperasi, di mana ketiga entitas ini tidak boleh saling mematikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI