Pertumbuhan penduduk Jakarta yang semakin pesat menyebabkan terjadinya perubahan dalam kondisi dan kualitas air sungai yang berada di Sungai Ciliwung. Penurunan kualitas lingkungan di Sungai Ciliwung disebabkan oleh karena adanya perubahan fungsi dan tatanan lingkungan yang digunakan untuk keperluan masyarakat disekitar perairan sungai, seperti semakin bertambahnya pemukiman penduduk dan kegiatan pertanian dan perternakan.Bangunan pemukiman dibantaran sungai tersebut mengganggu pola aliran sungai. Sehingga ruang gerak aliran sungai menjadi terbatas. Diperparah dengan kondisi hutan DAS Ciliwung yang semakin berkurang dan menyebabkan debit sungai fluktuatif, sehingga berpengaruh terhadap dinamika fluktuasi air sungai (Trofisa, 2011).Perlu adanya pendayagunaan sumberdaya alam secara efektif dan efisien agar dapat meminimalisir terjadinya pencemaran lingkungan.
Terjadinya pengrusakan dan pencemaran lingkungan di sekitar Sungai Ciliwung dikarenakan karena semakin bertambahnya penduduk dan meningkatnya pembangunan yang ada. Pertumbuhan jumlah penduduk tersebut secara signifikan menyebabkan semakin bertambahnya jumlah sampah dan limbah yang dihasilkan. Akan tetapi masyarakat bantaran sungai kurangnya memiliki kesadaran dan pemahaman terhadap persoalan lingkungan hidup. Adanya pencemaran di sungai Ciliwung tidak hanya menimbulkan dampak terhadap turunnya mutu air sungai, akan tetapi juga menimbulkan bau busuk dan sumber penyakit bagi masyarakat disekitar bantaran sungai. Sehingga perlu adanya pengawasan yang lebih mendalam menangani permasalahan di sungai Ciliwung.
Aktifitas manusia yang menyebabkan terjadinya kerusakan sungai diantaranya yaitu kerap melakukan penebangan liar dan aktifitas galian. Adanya pula pendangkalan pada kondisi Sungai Ciliwung saat ini disebabkan pula karena adanya erosi yang terjadi. Pendangkalan tersebut juga berdampak sehingga kerapnya terjadi banjir, karena semakin berkurangnya ruang untuk menampung aliran air sungai yang ada.
Kebijakan Pemerintah
Sungai Ciliwung berdasarkan pihak pengelolaannya merupakan termasuk pada sumber daya alam yang dikelola oleh pemerintah (Publik Goods). Sehingga pemerintah sebagai pembentuk dan penegak hukum memiliki kemampuan dalam membentuk suatu lembaga hukum dan perundang-undangan mengenai lingkungan hidup. Salah satu regulasi yang telah mengatur mengenai Daerah Aliran Sungai, diantaranya yaitu:
- Undang-Undang Dasar 1945.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
- Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
- Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
- Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
- Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
- Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
- Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara.
- Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.
- Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
- Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
- Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air.
- Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah.
- Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2010 tentang Bendungan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Berkelanjutan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai.
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai.
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 23/PRT/M/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar dan Balai di Lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dan Direktorat Jenderal Bina Marga.
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 /PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis dan Tatacara Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air.
- Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air.
- Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 594/KPTS/M/2010 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cisadane-Ciliwung-Citarum.
Pihak yang Bertanggungjawab
Mengelola kota Jakarta yang padat penduduk adalah bukan hal yang mudah. Lingkungan yang bersih dan sehat merupakan keinginan dari semua masyarakat Jakarta. Hal tersebut harus diwujudkan dengan peran serta semua kalangan yang terlibat didalamnya, baik masyarakat maupun pemerintah. Akan tetapi pemerintah sepatutnya menjadi aktor utama penggerak dalam upaya menciptakan sungai yang bersih dari pencemaran. Karena Pemerintah memiliki kewenangan dalam menetapkan dan mengatur sistem yang berada di wilayah Jakarta.
Faktor adanya budaya dalam melakukan pelanggaran hukum menjadi salah satu penyebab mengapa peraturan pemerintah banyak yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sikap masyarakat yang telah apatis terhadap pemerintah menyebabkan suatu peraturan menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Masyarakat memiliki kewajiban untuk turut serta dalam membantu terwujudnya pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang suatu kota. Keputusan-keputusan tersebut telah diberlakukan oleh pemerintah sesuai dengan PP N0. 69 Tahun 1996. Pemerintah tidak dapat berdiri sendiri dalam mengatasi permasalahan pencemaran air di bantaran Sungai Ciliwung. Adapun bentuk upaya partisipasi yang sebaiknya dilakukan adalah:
a.Partisipasi Para Ilmuan.
Para ilmuan dapat menyalurkan partisipasinya berupa hasil rancangan yang dihasilkan untuk menyelesaikan masalah. Hasil rancangan tersebut kemudian diseminarkan untuk di sosialisasikan kepada seluruh kalangan yang terkait, baik pemerintah, masyarakat maupun aparat penegak hukum. Pengadaan lokakarya dan diskusipun perlu dilakukan untuk menunjang suatu hasil rancangan yang tepat guna, agar sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.
b.Partisipasi Aparat Penegak Hukum.
Aparat penegak hukum dalam tugasnya ikut serta dalam melakukan pengawasan dan pemanfaatan yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Aparat penegak hukum bertugas untuk memberi peringatan kepada pihak yang melakukan pelanggaran. Pemberian sanksi hukum yang tepat perlu dilakukan agar pihak yang melakukan pelanggaran menjadi jera. Dan bertugas pula dalam menyelesaikan masalah jika terjadi adanya permasalahan yang timbul di Daerah Aliran Sungai.
c.Partisipasi Aparat Pemerintah Daerah.
Peran aparat pemerintah dalam hal ini dapat berupa melakukan penyuluhan masyarakat dan bimbingan kepada masyarakat mengenai hal atau dampak yang dapat ditimbulkan dari adanya pencemaran sungai.
d.Partisipasi Masyarakat Umum.
Masyarakat umum haruslah diikut sertakan dalam segala bentuk proses perencanaan ruang yang ada. Sehingga dalam pelaksanaannya masyarakat mampu mentaati peraturan perundangan yang berlaku dan segan untuk melakukan pelanggaran. Masyarakat umum pula harus ikut berperan aktif dalam pengelolaan dan pemeliharaan daerah aliran sungai agar dapat memanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Masyarakat yang merasakan secara langsung mengenai dampak atau manfaat yang didapatkan, sebaiknya dapat memberikan saran/masukan, pendapat dan pertimbangan yang positif dan ikut serta dalam pengawasan.
Perlu adanya suatu mekanisme hukum dimaksudkan agar terselenggaranya suatu tata nilai, budaya, pola kehidupan dan kedisiplinan pada masyarakat sehingga terciptanya tata dan kondisi lingkungan yang baik. Sehingga perlu kerjasama yang solid di dalamnya.Pada setiap peraturan sebaiknya adanya suatu penerapan pada sistem hukum pidana di dalamnya, termasuk pada penanganan di masalah lingkungan.
Saksi diberikan kepada setiap individu maupun kelompok atau instansi yang melakukan pelanggaran yakni dengan adanya sanksi hukuman berupa sanksi administratif, pidana bersyarat, pidana denda, pidana kurungan maupun pidana penjara. Sanksi tersebut disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Pihak yang terkena sanksi atas pelanggaran yang telah dilakukan diikuti dengan adanya ganti kerugian dari setiap kerusakan atau resiko lingkungan yang terjadi dan penggantian biaya untuk proses pemulihan lingkungan.
Solusi
Kemajuan pesat pembangunan Jakarta diiringi dengan bertambahnya jumlah penduduk sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran pola penggunaan lahan. Terjadinya penggunaan pola lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan tersebut. Salah satu contohnya adalah mengakibatkan adanya pemukiman liar yang terdapat dibantaran sungai, pembuangan limbah rumah tangga, pertanian, perternakan dan limbah industri yang menyebabkan terjadinya pencemaran sungai. Sehingga pemerintah sebaiknya menindak tegas terhadap hal tersebut agar dapat menciptakan fungsi sungai yang berkelanjutan.
Penting adanya suatu peningkatan dalam fungsi koordinasi dan kontrol. Keberadaan lembaga hukum sangat diperlukan dalam menegakan peraturan yang ada. Dalam hal ini sebaiknya pemerintah segera mensosialisasikan mengenai UU, Perda dan program yang terkait dengan pengelolaan DAS Ciliwung. Peraturan yang ada tersebut diharapkan dapat menciptakan tata nilai mengenai pola kehidupan, budaya dan kedisiplinan dalam masyarakat agar terwujudnya suatu tata dan kondisi lingkungan yang baik pula. Hal yang terpenting diperhatikan dalam proses hukum penanganan masalah yakni perlu adanya proses pembuktian, beban pembuktian, uji laboraturium dan analisis dalam melakukukan pembuktian terbalik. Hal tersebut dilakukan dengan melibatkan tenaga-tenaga ahli dibidangnya.
Salah satu penyebab terjadi adanya pencemaran air di Sungai Ciliwung adalah karena terdapatnya pemukiman liar pada bantaran sungai. Hal tersebut dikarenakan masyarakat dibantaran sungai membuang limbah rumah tangga baik secara langsung maupun tidak langsung ke bantaran sungai yang menyebabkan pencemaran air di Sungai Ciliwung. Solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan relokasi masyarakat yang berada pada bantaran sungai Ciliwung dengan mendirikan bangunan rumah susun. Sehingga sungai dapat dinormalisasi dengan melakukan pelebaran yang ada. Dengan memperbanyak bangunan rumah susun dapat menghilangkan perkampungan kumuh yang ada. Dan sungai pun tidak lagi tercemar akibat limbah dan sampah yang dibuang oleh masyarakat bantaran sungai. Bangunan rumah susun sebaiknya dibangun ditengah kota dengan desaign yang baik, didekatkan dengan transportasi umum dengan mudah, sehingga hal tersebut dapat pula membantu dalam mengatasi kemacetan di kota Jakarta. Akan tetapi perlu juga adanya tindakan tegas bagi villa yang menyalahi aturan, rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dalam mengurangi luas lahan pertanian penduduk di bantaran sungai Ciliwung.
Peningkatan peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat. Membentuk forum pengelolaan daerah aliran sungai Ciliwung adalah salah satu cara yang dapat dilakukan, agar masyarakat menjadi merasa memiliki sungai Ciliwung dan turut serta dalam menjaga kebersihan. Akan tetapi program pengelolaan daerah aliran sungai tersebut dijalankan secara menyeluruh, agar dalam pelaksanaannya merata dan saling gotong royong. Serta adanya kejelasan manfaat bagi stakeholders. Dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya DAS pemerintah juga sebaiknya turut serta mengikut sertakan lembaga Swadaya masyarakat dan perguruan tinggi yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H