Aku baru saja tiba di tempat bus kota biasa lewat mengambil penumpang ketika satu jip tentara berhenti tepat di sampingku.
"Nak, mau ke parkir timur ya? Titip anak saya, ya? Biar barengan."
Dari dalam jip, anak perempuannya keluar dengan seragam persis sama dengan yang aku kenakan, seragam Menwa. Tentu saja mereka tidak mengenalku, tapi saat itu seragam seperti itu hanya dipakai oleh anak UI, apalagi kami membawa-bawa senapan rongsokan, Steyr. Itulah asal mulanya aku mengenal Rini, anak hukum.
Satu setengah bulan kemudian aku diundang ke pesta ulang tahunnya. Aku merasa pertemanan kami seperti meluncur di jalan tol. Aku jadi pe-de dan mungkin sedikit ge-er.
Namun, di pesta itulah aku diperkenalkan dengan pacarnya, anak kedokteran, yang katanya dikenalkan oleh para orang tua mereka. Aku sedikit syok tapi pertemanan kami tetap berlangsung dengan baik.
Dua tahun kemudian, dengan menangis, ia bercerita bahwa hubungan mereka putus karena pacarnya selingkuh. Sementara itu, aku sedang menjalin hubungan dengan seorang anak sastra.
Aku berempati pada Rini, menghiburnya, dan mengenalkannya dengan temanku, anak teknik sipil. Hubungan mereka harmonis dan berlanjut ke pelaminan, sedangkan hubunganku dengan si anak sastra putus di tengah jalan.
-- Tamat --
-o0O0o-
Cermin singkat ini ditulis untuk:
(L)ima ratusan tulisan
(I)nspiratif, menarik, bermanfaat
(S)udah kau tayangkan
(T)empo yang dibutuhkan
(H)anya lima tahun
(I)mpresif di Kompasiana
(A)ward pun diraih
(H)ari makin mendewasakan
(R)intangan dalam menulis
(A)da banyak bermunculan
(H)iburannya juga banyak
(M)endapat banyak teman
(A)tau pacar, mungkin
(N)ikah dengan kompasianer(?)
-o0O0o-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H