Mohon tunggu...
Suyono Apol
Suyono Apol Mohon Tunggu... Insinyur - Wiraswasta

Membaca tanpa menulis ibarat makan tanpa produktif.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Megawati, Prabowo, dan Ahok Mastermind Pilgub 2017

14 Maret 2016   19:16 Diperbarui: 14 Maret 2016   20:13 2490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Megawati-Prabowo-Basuki - Sumber Gambar: cimg.antaranews.com, pointingonline.com, dan cdn1-a.production.liputan6.static6.com"][/caption]

Sudah banyak politisi, pesohor, figuran, dan pencari sensasi yang berebut panggung Pilgub 2017. Para punakawan pun sibuk datang dan pergi silih berganti, ikut menghibur sebagai petanda bahwa perang besar akan segera digelar. Bersiaplah.

Para pemeran utama sudah membolak-balik buku Sun Tzu, khawatir ada strategi yang terlupakan. Kisah Tiga Kerajaan (Sam Kok) pun dibaca kembali untuk memancing inspirasi. Kalau ada tiga pihak bertikai, apakah yang satu perlu merangkul yang kedua untuk mengeroyok yang ketiga, atau cuma pura-pura merangkul? Atau melakukan serangan tiba-tiba yang mematikan (preemptive strike) kepada satu pihak lainnya? Atau dua pihak pura-pura bertikai, membuat pihak ketiga lengah? Atau, bagaimana kalau menikahkan putri di sini dengan pangeran yang di sana? Oh, yang berpikir serumit itu adalah para mastermind-nya, yaitu Megawati, Prabowo, dan Ahok. Apa yang mereka persiapkan? Mari kita lihat.


Megawati, mastermind

Megawati menyadari popularitas dan elektabilitas Ahok yang tinggi. Kalau PDI-P dan mungkin Nasdem dan Hanura mengusungnya, tentu Ahok akan menjadi calon yang sulit dikalahkan. Masalahnya, apakah Ahok yang bukan petugas partai nanti bisa loyal kepada PDI-P, minimal bagi-bagi proyek? Ahok menang itu bagus, tetapi akan lebih baik lagi kalau kader PDI-P sejati yang menjadi gubernur. Langkah berikutnya, apakah ada kader yang setia dan bisa mengalahkan Ahok itu? Tri Rismaharini (Risma) dan Ganjar Pranowo mungkin kuat tapi apakah bisa diterima warga DKI yang terkenal kritis dan lebih "kotaan". Mengapa harus impor dari daerah, apakah di ibukota kadernya incompetent semua.

 Betapa rakusnya PDI-P membedol seorang kepala daerah yang baru berfungsi untuk kemudian diadu dengan Ahok, dan belum tentu menang. Kalau kalah, mereka menjadi pengangguran, itulah sebabnya mereka malas digusur ke DKI. PDI-P memang kejam: apabila Risma terlantar, EGP (emang gua pikirin), malah bagus kader dinasti PDI-P, Whisnu, menjadi Walikota Surabaya. Itulah sebabnya Risma memohon kepada Megawati agar tidak ditransmigrasikan ke DKI sebagai TKS (Tenaga Kerja Surabaya). Whisnu sigap mengompori bahwa sebagai seorang petugas partai Risma tidak dapat menolak perintah partai. Whisnu adalah ban cadangan yang penuh semangat.

Ganjar pun cepat-cepat pasang kuda-kuda, memberikan sinyal keengganannya, seperti ditulis di sini, "Aku wis dadi gubernur (Jateng) kok dikongkon nyalon gubernur (DKI Jakarta) maneh, iki piye? Masak harus pindah, nggaklah." Menurutnya memimpin Jateng lebih menantang dibanding DKI Jakarta karena penduduk Jateng lebih banyak dan permasalahannya lebih kompleks karena luasnya wilayah. "Partai sudah memerintahkan saya (untuk memimpin) di Jateng. Perintah itu saya terima saat terpilih sebagai gubernur," lanjutnya.

Kartu truf Mega berikutnya bergambar pria berkumis, bernama Djarot Saiful Hidayat. Bukan Boy Sadikin. Mega tahu mengapa Boy Sadikin dulu ditolak mentah-mentah oleh Ahok. Desember 2014, ketika Ahok minta PDI-P untuk mengizinkan Djarot sebagai wakilnya, Ahok mengancam akan memilih Sarwo Handayani, Ketua TGUPP (Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan) DKI Jakarta, kalau PDI-P tetap mau mencalonkan Boy Sadikin. Tidak sembarang orang bisa masuk himpunan terpilih oleh Ahok.

Sebagai calon wakilnya, dimajukan nama yang tidak banyak dijagokan di media, Prasetyo Edi Marsudi, Ketua DPRD DKI Jakarta. Ia menyisihkan Boy Sadikin dan Rano Karno. Boy adalah bagian dari DPRD masa lampau, sedang masa depan Rano ada di ujung lidah Ratu Atut Chosiyah. Jadi, inilah calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta versi PDI-P (lihat gambar).

[caption caption="Djarot-Prasetyo - Sumber Gambar: beritajakarta.com dan cdn-2.tstatic.net/tribunnews"]

[/caption]Prabowo Subianto, mastermind

Mengenai calon Gubernur dan Wakil Gubernur versi Gerindra dan PKS, yang diperkirakan adalah Sandiaga Uno dan Triwisaksana, telah ditulis dalam artikel terdahulu, di sini. Seperti sudah dijelaskan dalam tulisan tersebut, mastermind pemilihan calon gubernur dari kubu ini adalah Prabowo Subianto.

Dalam tulisan kali ini akan dipertajam mengenai pemilihan Sandiaga Uno atas Yusril Ihza Mahendra dan Adhyaksa Dault sebagai calon gubernur, serta pemilihan Triwisaksana (Sani) atas Hidayat Nur Wahid (HNW) sebagai calon wakil gubernur.

Sandiaga adalah pengusaha sukses yang untuk periode yang cukup lama pernah berada dalam daftar top-50 pengusaha terkaya di Indonesia versi Forbes Magazine. Suatu capaian yang diperolehnya dari nol, bukan hasil warisan seperti pada Aburizal Bakrie (ARB) dan Jusuf Kalla (JK). Ia kini memfokuskan perhatiannya sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra.

Sedang Yusril cocoknya sebagai pengacara, pintar ngomong, dibayar untuk memenangi perkara. Ketika menjadi menteri dulu ia cenderung diberhentikan karena loyalitasnya rendah. Sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia pada pemerintahan Abdurrahman Wahid ia diberhentikan setelah 15 bulan, digantikan oleh Baharuddin Lopa. Sebagai Menteri Sekretaris Negara pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ia diberhentikan di tengah jalan, digantikan oleh Hatta Rajasa.

Adhyaksa pun bukan menteri berprestasi menonjol. Baik PKS maupn SBY sama-sama tak berminat menempatkannya sebagai menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu II. Jadi tidaklah mengherankan apabila pada saat ini hampir mustahil ada parpol yang mau mengusung Yusril atau Adhyaksa sebagai calon Gubernur DKI. Yusril dan Adhyaksa tahu persis hal itu maka mareka hanya bisa saling curhat satu sama lain sambil membina persekutuan mereka selaku sesama orang-orang yang tersisihkan.

HNW adalah mantan Presiden PKS dan mantan Ketua MPR yang bersedia saja dicalonkan, yang penting asal ada jabatan, tidak ada istilah turun kasta, apalagi gengsi. HNW terkenal dengan ucapan-ucapannya yang ngawur dan penuh prasangka. Pernah (1/2/2013) HNW menyatakan ada konspirasi besar, bahkan bisa melibatkan zionis, terkait penetapan Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) sebagai tersangka oleh KPK. PKS akan membentuk tim investigasi, katanya.

HNW juga pernah meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengeluarkan fatwa pengharaman golput. Selain itu, dari pemilu ke pemilu ia paling suka mengomentari negatif penuh prasangka mengenai hasil-hasil dari lembaga-lembaga survei. Namun, hasil Pilgub 2012 menghancurkan argumennya.

Tentu saja ia adalah kader PKS yang paling populer, tapi kalau elektabilitas akan lebih tergantung pada mesin partai, di mana kader PKS terkenal militan. Jadi, pengajuan Sani akan memberikan hasil yang relatif sama. Sani adalah kader PKS yang paling mumpuni untuk urusan pemerintahan DKI Jakarta. Jadi, inilah calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta versi Gerindra-PKS (lihat gambar).

[caption caption="Sandiaga-Triwisaksana - Sumber Gambar: 1.bp.blogspot.com dan 4.bp.blogspot.com"]

[/caption]Ahok, mastermind

Ahok adalah mastermind ketiga, dan itu menyangkut pencalonannya bersama Heru Budi Hartono. Ia terpaksa memilih jalur perseorangan karena izin dari PDI-P untuk pencalonan Djarot Saiful Hidayat tak kunjung turun, seperti telah dijelaskan pada artikel sebelumnya, di sini.

Di pemerintahan DKI Jakarta, Sekretaris Daerah (sekda) DKI Jakarta Saefullah jelas lebih berkuasa dan terkenal dibandingkan dengan Heru. Saefullah adalah tokoh Betawi dan orang kaya. Tapi Saefullah dinilai berpotensi terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan UPS maka Ahok tidak mau mengambil risiko menggandengya sebagai calon wakil gubernur.

Namun, apakah keputusan Ahok sudah final? Dengan konstrain yang ada sekarang, jawabnya "ya", tetapi apabila suatu saat PDI-P menyatakan mendukung Ahok, iapun bisa kembali ke keadaan awal, yaitu menempatkan jalur parpol sebagai pilihan utama. Itupun dengan persyaratan, calon wakilnya adalah Djarot atau Heru, tidak yang lain. 

Serupa dengan keadaan pada Desember 2014, ketika itu Ahok mematok Djarot atau Yani, tidak mau yang lain (Boy, misalnya). Heru pun realistis dan terbuka, andaikan PDI-P kelak berbalik mendukung pasangan Ahok-Djarot, ia menyatakan ikhlas. Jadi untuk saat ini, inilah calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta versi Ahok (lihat gambar).

[caption caption="Basuki-Heru - Sumber Gambar: a.okezone.com dan cdn-2.tstatic.net/wartakota"]

[/caption]Penutup

Demikianlah perkiraan calon pasangan yang diperkirakan akan dimajukan oleh ketiga mastermind Megawati, Prabowo, dan Ahok. Akurasinya tentu saja terbatas oleh ketersediaan data dan kemampuan analisis penulis. Bahkan ketiga mastermind pun tidak tahu bagaimana persisnya yang akan terjadi kelak, dan masing-masing hanya bisa memperkirakan apa yang dipikirkan oleh dua mastermind lainnya. Belum lagi dengan terjunnya mastermind lainnya, seperti SBY, misalnya. Meskipun demikian, tulisan ini bisa dianggap sebagai masukan bagi yang memerlukannya.

Sumber Gambar:
A. Header (3): cimg.antaranews.com, pointingonline.com, dan cdn1-a.production.liputan6.static6.com
B. Para calon (6): beritajakarta.com, cdn-2.tstatic.net/tribunnews, 1.bp.blogspot.com, 4.bp.blogspot.com, a.okezone.com, dan cdn-2.tstatic.net/wartakota

Artikel Terkait:
1. Ahok vs Sandiaga Uno, Bukan tentang Yusril
2. Ahok Dobrak Tradisi Demokrasi Domestik


— •oo 0θ Φ θ0 oo• —

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun