[caption caption="Envelope "To Ellen Maringka""][/caption]Ellen Maringka:
Terima kasih, engkau telah memasukkan diriku ke dalam profil Kompasianamu:
"PROFIL: Mother, Wife, Friend. ~ Accept no one's definition of your life ! ... Define yourself.~"
"Friend", ya akulah itu. Aku bangga tertulis di situ. Bukankah "friend" bisa juga FBI (friend but intimate)?
Ketika aku datang, Kompasiana dalam keadaan tenang tenteram, penuh canda dan suka ria. Tidak ada engkau di sini, hanya ada sisa-sisa keharumanmu yang masih membekas. Banyak para pengagummu yang bernostalgia dan masih memamah-mamah manisnya bekas-bekas kehadiranmu di sini, "Dulu pernah ada seorang wanita matang manggis yang cerdas, segar, hangat, dan karismatik menjadi primadona yang mingling, sharing, connecting, and orchestrating di sini." Padahal, secara visual yang bisa kubayangkan, engkau adalah Kriko seperti pada avatarmu berikut ini.
[caption caption="Profil Ellen Maringka"]
Seperti kata peribahasa yang tidak diajarkan di sekolah, "bagaikan merindu orang yang tidak dikenal dan belum pernah dijumpa," aku menjadi pengagum yang sangat mengharapkanmu kembali ke Kompasiana menjadi salah satu ibu guruku. Itu karena aku terinspirasi oleh Yo Ko yang pernah menjadi murid Siauw Liong-lie dalam cerita Sin Tiauw Hiap Lu. Dalam enam belas tahun perpisahan mereka yang penuh kerinduan, Yo Ko berhasil menciptakan "Tapak Kerinduan yang Memuncak", ilmu silat yang tergolong paling hebat di kolong langit ini.
Meskipun kita belum pernah saling jumpa dan engkau belum tahu wajahku yang sebenarnya, tidaklah sulit mencariku di kerumunan. Cukup dengan membedakan harumnya. Siang hari aku memakai "Calvin Klein Obsession for Men", sedang pada malam hari "Polo by Ralph Lauren for Men". Konservatif tanda setia.
Aku memintamu kembali hanyalah demi Kompasiana semata, bukan untukku karena apabila kau kembali, akan terjadi kerumunan dahsyat di Kompasiana. Aku akan tersisihkan, terdesak, tersikut, atau terinjak dalam riuh rendah seperti berikut ini.
"Duluan ya! Aku dah dapat izin dari Bang Oma, nih. Hak hak hak."
"Mengamankan dari PKS, biarlah ane yang paling depan, dab."
"Bro..., aku udah engga tahan lagi nih. Heu heu heu. Celeguk!"
"Mas udah capek kan? Tidooooorrr saja. Salam 00.00."
"ELLEN itu singkatan dari 'Ente Lewat Langsir, Elite Narsis'."
"Aku lagi sensi nih, soalnya Chelsea baru kalah lagi tadi malam."
"Maaf potong jalur, antrean sudah panjang sih."
"Nama saya menyandang centang biru, malu kalau tidak bisa membuktikan."
"Mas... Gantian dong! Kali ini tidak pakai yang panjang-panjang. Wakakakakaaaaaaaaa...... Uuuuhhhhuuuuuuuyyyyyyyyy..."
"Bapak nunggu diundang maksi di istana saja biar di avatarnya bisa sejajar dengan Pak Jokowi. He he he."
Aku berdiri di pojok yang gelap sambil menyeka ingus dan menepis-nepis bajuku yang lusuh dan kotor. "Ellen, oh Ellen..., karena dikau, sandal jepitku hilang satu! Hiks hiks hiks." Namun aku bersyukur jika engkau kembali. Kembalilah.....