Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Insiden di Saat Perang Kembang

20 Januari 2025   17:51 Diperbarui: 20 Januari 2025   17:51 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raksasa Cakil yang di tengah, sedang memperbaiki "rahangnya" (Sumber: Dokumen Pribadi)

Insiden di Saat Perang Kembang

Oleh: Suyito Basuki

Perang Kembang dalam pewayangan adalah sebuah pertunjukan peperangan antara raksasa atau "buto" Cakil dan kesatria, biasanya Arjuna, tetapi bisa tokoh satria yang lain misalnya Abimanyu, tergantung lakon wayangnya.  Peperangan ini selalu ada baik dalam pertunjukan  wayang kulit maupun wayang orang.  Jika pertunjukan wayang kulit semalam suntuk, maka Perang Kembang itu terjadi pada tengah malam dan itu disebut pada Pathet 9.

Perang Kembang ini memiliki filosofi penggambaran peperangan antara sifat atau perilaku baik melawan sifat atau perilaku yang jahat.  Kesatria mewakili sifat atau perilaku yang baik sementara raksasa mewakili sifat atau perilaku yang jahat atau buruk.  Secara pakem, peperangan akan dimenangkan oleh pihak kesatria yang mengandung filosofi bahwa kebaikan, kebenaran akan memenangkan kejahatan atau keburukan.

Peperangan dalam durasi berkisar 30 menit itu biasanya memiliki alur sebagai berikut.  Awalnya raksasa Cakil akan keluar dengan gerakannya yang lincah. Setelah itu kesatria akan keluar dengan gerakannya yang lembut dan bertemulah mereka di sebuah hutan.  Karena kesatria disuruh balik tidak mau, terjadilah peperangan di antara mereka.  Mereka akan adu jotos dengan tangan kosong.  Raksasa akan kewalahan karena bela diri kesatria yang sangat tinggi ilmunya.  Raksasa akan mengambil senjata berupa keris.  Ketika raksasa menggunakan keris untuk membunuh kesatria, keris tersebut malah membunuh dirinya, senjata makan tuan. 

Jika masih mau ditambah adegan perang, maka datanglah kawan-kawan raksasa itu membela kematian rekannya.  Munculnya kawan-kawan raksasa Cakil yang disebut buto ambal ini biasanya diikuti dengan berubahnya iringan, dari Lancaran Kemudo Rangsang Pelog 6 misalnya akan beralih ke iringan Sampak.  

Sejenak kesatria meladeni penyerangan "buto ambal" ini dengan tangan kosong, tetapi akhirnya kesatria mengeluarkan senjata panah.  Para raksasa yang disebut dalam pewayangan "buto ambal" yang membela rekannya itu akhirnya mati tertembus anak panah tubuhnya.

Pada acara Natal Paguyuban Warga Kristiani Dinas dan Instansi (PWKDI) Kabupaten Semarang yang dilaksanakan di Saloka Theme Park Tuntang Kabupaten Semarang, Kamis 16 Januari 2025 kemarin, dalam acara hiburan ditampilkan adegan perang kembang ini.

Tidak hanya satu, tetapi dua orang yang memerankan raksasa Cakil.  Mereka tampil dengan gerakan lincah di panggung.  Kemudian datanglah kesatria, tanpa basa-basi kedua raksasa itu mengeroyok kesatria yang baru datang.  Apa pun gerakan raksasa dalam usaha mencelakakan kesatria, kesatria selalu bisa menangkis bahkan membuat mereka kewalahan.

Raksasa Cakil yang di tengah, sedang memperbaiki
Raksasa Cakil yang di tengah, sedang memperbaiki "rahangnya" (Sumber: Dokumen Pribadi)

Nah pada saat seorang raksasa itu menunjukkan kelincahannya.  Mungkin saking semangatnya, gerakan salah satu tangannya  menyenggol rahangnya yang panjang, sehingga "rahang" raksasa Cakil yang panjang itu menjadi terlepas.  Raksasa Cakil itu kemudian menghadap ke layar, membelakangi panggung sambil berjongkok, membenahi "propertinya" yang rusak.  Sementara raksasa Cakil yang lain, melakukan penyerangan kepada kesatria itu.  Sehingga "insiden" rahang Cakil yang rusak itu tidak begitu diperhatikan oleh penonton.

Setelah "rahang" bisa diperbaiki, maka kembalilah raksasa Cakil itu membantu temannya menyerang kesatria yang tangkas meladeni pengeroyokan itu.  Lagi ramai-ramainya mereka berkelahi, tiba-tiba musik, gendhing  pengiring tari terhenti.  Berbunyi lagi gendhing itu, tapi kemudian berhenti lagi.  Yang sedang pentas di panggung, berharap  gendhing iringan tersebut kembali berbunyi, mereka tetap melakukan gerakan-gerakan tarian.  Tetapi tidak dalam keadaan mereka bertarung, tetapi hanya semacam melakukan dialog dengan tangan-tangan  yang digerakkan atau dalam gerak tari disebut "ulap-ulap".

Setelah menunggu beberapa saat, musik gendhing tari tidak kunjung berbunyi, akhirnya pemeran kesatria dan dua raksasa Cakil akhirnya turun panggung.  Kutebak saja, kemungkinan musik yang digunakan menggunakan iringan musik YouTube, dan di saat sinyal HP lemah, maka musik akan terjeda atau bahkan terhenti.  Padahal perkelahian kesatria dan raksasa Cakil baru tahap awal, Cakil belum kena hantaman tangan kesatria dan raksasa Cakil belum mengeluarkan keris dan belum juga ada adegan mereka mati oleh keris mereka sendiri.  Eh, pertunjukan sudah bubar, secara filosofi, kebenaran belum sempat memenangkan kejahatan.  Berarti apakah  itu  gambaran bahwa kejahatan masih merajalela?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun