Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Agus Yusuf, Melukis Gunakan Mulut dan Kaki

17 September 2024   14:39 Diperbarui: 17 September 2024   16:20 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peninggalan Sejarah, 2024 (sumber gambar: dokumen pribadi)

Agus Yusuf, Melukis Gunakan Mulut dan Kaki

Oleh: Suyito Basuki

Lilis, seorang pegawai Dinas Pariwisata yang sore itu, Sabtu 14 September 2024 yang membuka pameran lukisan tunggal Agus Yusuf menggoreskan sebuah coretan berwarna hijau di kanvas yang telah disediakan.   Segera saja Agus mencoba meneruskan coretan itu. Yang luar biasa adalah Agus Yusuf dengan di atas kursi rodanya kemudian melukis dengan menggunakan mulutnya.  Kuas digigit oleh mulut dan kemudian digerak-gerakkan sehingga mulut bagaikan tangan, menari di atas kanvas, menambahkan coretan yang lain sehingga terbentuklah sebuah sketsa setangkai bunga dengan gagang ranting berikut daunnya. 

"Sementara sketsa ini dulu karena mengingat waktu, masih ada acara yang lain.  Seminggu kemudian akan saya selesaikan," demikian Agus Yusuf didampingi istri Sri Rohmatiah yang setia menyiapkan alat-alat lukisnya. 

Pameran lukis tunggal Agus Yusuf ini berlangsung dari tgl 14 September hingga 28 September 2024 di Kafe Casa Roberto, Jalan Erlangga Barat 7 No 15, Pleburan, Semarang.

Sejak kecil disabilitas

Dalam waancara dengan penulis sebelum acara dimulai, Agus Yusuf terlahir sebagai anak disabilitas.  Fisiknya bisa digambarkan, tanpa lengan, tanpa kaki kanan.  Segala aktifitasnya kemudian dibantu dengan kursi roda.

Pada saat usia SD dia mencoba mengikuti lomba menggambar pohon beringin LKMD di desanya.  Tanpa dinyana, dia memenangkan lomba.  Berturut-turut kemudian memenangkan lomba di sekolahnya.  Pada tahun 1989, dia mulai menekuni dunia lukis secara otodidak. 

Alam Pegunungan, 2015 (sumber gambar: dokumen pribadi) 
Alam Pegunungan, 2015 (sumber gambar: dokumen pribadi) 

Suatu ketika Agus Yusuf membaca sebuah majalah remaja Hai milik tetangga.  Di Majalah Hai itu terdapat sebuah pengumuman dibutuhkan pelukis dengan mulut.  Agus Yusuf kemudian mendaftarkan diri.  Surat lamaran dengan kelengkapan keterangan dokter spesialis orthopedi bahwa Agus menyandang disabilitas sejak kecil juga disertai karya lukisnya ke Lembaga  Association of Mouth and Foot Painting Artists (AMFPA) yang berpusat di Switzerland.

Agus Yusuf kemudian diterima dengan status student.  Berangkat dari situ maka Agus diberi uang pembinaan untuk meningkatkan karya-karyanya.  Uang pembinaan hanya diperbolehkan untuk membeli alat-alat yang dibutuhkannya untuk melukis, bukan untuk kebutuhan konsumtif.

Agus jelaskan proses kreatifnya (sumber gambar: dokumen pribadi)
Agus jelaskan proses kreatifnya (sumber gambar: dokumen pribadi)

Karya menginspirasi

Sore itu memang agak lain, di Kafe Casa Roberto, Jalan Erlangga Barat 7 No 15, Pleburan, Semarang,  berkisar 30 orang berkumpul di lobi kafe antusias menyaksikan penjelasan singkat perjalanan hidup seorang Agus Yusuf yang tidak menyerah dengan keadaannya sebagai penyandang disabilitas.  Satu kelompok pengunjung dengan baju seragam oranye dengan tulisan yang menunjukkan bahwa mereka sahabat para disabilitas, para penikmat seni lukis, pegawai dan pejabat pemerintahan kota Semarang terkagum dengan aktifitas seorang Agus yang piawai melukis dengan menggunakan mulutnya.

Karya-karya lukis yang dipajang di ruang belakang kafe menunjukkan betapa Agus sebagai penyandang disabilitas sudah berdamai dengan dirinya, menerima dirinya sebagaimana adanya dan melukis adalah bentuk ucapan syukurnya kepada Tuhan Yang Mahakuasa atas kehidupan yang telah diberikan kepadanya.

Peninggalan Sejarah, 2024 (sumber gambar: dokumen pribadi)
Peninggalan Sejarah, 2024 (sumber gambar: dokumen pribadi)

Lukisan yang ditorehkan di atas kanvas dengan cat minyak ini memiliki tema flora, fauna dan lingkungan yang bisa dilihat keseharian.  Pengerjaan setiap lukisan terasa detail, goresan, warna, bahkan bayang-bayang sebuah obyek lukisan Agus lukis dengan seksama.

Agus mengaku untuk melukis sebuah lukisan yang berjudul panen misalnya, ia memperhatikan bagaimana bulir-bulir padi itu bergerak dalam waktu yang lama.  Setelah itu barulah ia kerjakan lukisannya.  Cara pengerjaan lukisannya ia mulai dengan sudut pandang yang jauh kemudian baru obyek yang paling dekat. 

Beberapa lukisan yang ia pamerkan antara lain: Bugar 3 oil paint on canvas 30x40 cm 2024, Bunga Sakura oil paint on canvas 40x50 cm 2021, Menjelang Panen oil paint on canvas 30x40 cm 2023, Berkicau oil paint on canvas 30x40 cm 2022, Peninggalan Bersejarah oil paint on canvas 50x60 cm 2024, Alam Pegunungan oil paint on canvas 30x40 cm 2015, Mencari sesuatu oil paint on canvas 30x40 cm 2020 dan lain-lain.

Berkicau, 2022 (sumber gambar: dokumen pribadi)
Berkicau, 2022 (sumber gambar: dokumen pribadi)

Kesan Rekan Pelukis

Subroto Sm adalah pelukis senior Yogyakarta yang pernah berpameran bersama Agus Yusuf  memberi kesannya tentang AgusYusuf.

"Saya mulai mengenal Agus Yusuf pada bulan Oktober 2018 di Jakarta. Pada waktu itu kita sama-sama menjadi peserta Pameran Seni Rupa Festival Bebas Batas/FBB, sebuah pameran diperuntukkan bagi para seniman disabilitas Indonesia dan mancanegara."

"Saya dibuat kagum oleh keterampilannya menggunakan HP yg kecil, hanya dengan bantuan kedua tangan buntungnya  seukuran 15cm, tanpa jemari, dagu dan mulutnya. Dia dengan mudahnya mengambil-memasukkan HP di saku baju bagian kiri, dan menyentuh layarnya dengan ujung tangannya, yang  bagai sebuah jari tangan. Dan saya ketahui Agus hanya memiliki satu kaki utuh normal; kaki kanan pendek tidak utuh."

Menjelang Panen, 2023 (sumber gambar: dokumen pribadi)
Menjelang Panen, 2023 (sumber gambar: dokumen pribadi)

"Kekaguman kedua, adalah pada lukisan-lukisannya, yang ia lukis menggunakan kaki dan mulutnya, dalam gaya realistis. Kami bertemu dalam tiga event pameran di FBB Jakarta th 2018, dan di Solo, th 2019, dan di Omahe Kartika th 2019.  Salah satu lukisan yang saya kagumi adalah berjudul 'Menjelang Panen',  2018, cat minyak di kanvas berukuran 80x100cm, dipamerkan dalam FBB Solo 2019."

"Dia melukis menggunakan jari-jari kakinya saat melukiskan bentuk-bentuk global dengan kuas berukuran agak besar. Namun pada bagian-bagian yang bentuk-bentuknya kecil ia menggunakan mulutnya."

"Dalam lukisan itu Agus berhasil menggambarkan keluasan pemandangan sawah dengan padi menguningnya.  Pada bagian cakrawala dilukiskan pedesaan di kejauhan dalam warna lembut. Sementara di bagian depan (foreground), ia lukiskan bulir-bulir padi menguning dengan detil yang akurat, dengan keterampilan teknik tinggi; yang saya yakin ia lukis dengan mulutnya.  Nah, pada bagian foreground inilah menjadi pusat daya tarik dan kekuatan lukisan Agus Yusuf."

Sakura, 2021 (sumber gambar: dokumen pribadi)
Sakura, 2021 (sumber gambar: dokumen pribadi)

"Kekaguman ketiga adalah kepada Mbak Sri Rohmatiah, sang istri tercinta Agus. Dalam pandangan saya, Sri Rohmatiah adalah seorang istri yang dengan tulus ikhlas telah menumpahkan segala kasih sayang, cinta, penghargaan dan dorongan spiritnya kepada Agus demi tercapainya kehidupan keluarga yang harmonis dan eksistensi Agus sebagai seniman disabilitas yang punya prestasi dan reputasi."

Temu darat rekan kompasianer

Sri Rohmatiah istri Agus Yusuf ternyata adalah seorang kompasianer.  Tulisan terakhir yang sempat saya baca tentang lomba kenthongan di daerahnya.  Di tengah kesibukannya mendampingi suami dan fotografi yang sedang ia kerjakan dengan tustelnya, saya bersama istri bisa berbincang-bincang sejenak dengan Sri Rohmatiah Jalil ini. 

Para kompanisianer, Sri Rohmatiah dan Erna Widyaningsih (sumber gambar: dokumen pribadi)
Para kompanisianer, Sri Rohmatiah dan Erna Widyaningsih (sumber gambar: dokumen pribadi)

Bu Sri, demikian saya sebut bersama suami sedang menyiapkan sebuah galeri lukisnya di halaman rumahnya di Madiun.  Galerinya diberi nama "Ridho".  Barangkali ini berkaitan dengan kehidupan Agus dan keluarga yang bisa seperti ini karena berkat ridho Tuhan yang Maha Kuasa saja.

"Rumah kami masuk wilayah kabupaten Madiun, tetapi sangat dekat dengan pusat kota Madiun.  Herannya suami sering dilibatkan dalam kegiatan di kota Madiun dari pada di Kabupaten Madiun," demikian terangnya sambil tersenyum.

Kapan-kapan ah, kami mau main ke galerinya hehehe...

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun