Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Pameran Lukis Nanang Widjaya Makin Kukuhkan Gaya Lukis Cat Air "On The Spot"

3 September 2024   15:13 Diperbarui: 3 September 2024   21:22 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pameran Lukis Nanang Widjaya Makin Kukuhkan Gaya Lukis Cat Air 'On the Spot'

Oleh: Suyito Basuki

Nanang Widjaya, oleh Godod Sutejo pernah disebut sebagai salah satu pelukis Jogja yang termasuk top atau "naik daun".  Saat itu saya sedang membuat tulisan Pameran Seni Rupa IKASSRI Volume #7 Juni 2024. 

Nanang Widjaya pria kelahiran Jakarta 27 Agustus 1970 di Mangga dua Bedeng Jakarta- Utara, lulus dari Sekolah Seni Rupa Jogjakarta atau SMSR pada tahun 1990 yang saat ini tinggal di Yogyakarta mendirikan NW Art Space di Jogjakarta pada tahun 2020 memang sedang bersinar kariernya sebagai seorang pelukis.  Sejak pameran tunggal perdana di Brayut Gallery Ubud Bali 1997 hingga tahun 2024 ini tercatat sudah menyelenggarakan  pameran tunggal sebanyak 20 kali. 

Pameran tunggal dengan tajuk Odyssey to Cityscape yang diadakan di 75 Gallery Jl. Mampang Prapatan Raya No. 75 A, samping dealer Mercedes Benz Jakarta Selatan, 18 Agustus -- 8 September 2024 ini adalah pameran tunggalnya yang ke-22.  Sedang pameran bersama pelukis lain sejak pameran bersama Kelompok Legenda 87 di Gallery SMSR Yogyakarta tahun 2017 hingga pameran South Asia Exhibiton Painting, Serawak Kuching Malaysia tahun 2023 kemarin tercatat ia sudah lakukan 34 kali pameran.  Melihat catatan perjalanan pameran lukisan yang ia lakukan baik tunggal maupun bersama-sama, itu berarti hampir setiap tahun Nanang Widjaya lakukan pameran.  Bahkan dalam satu tahun bisa 3 kali pameran tunggal dan 4-5 kali pameran bersama!

 

Gaya 'on the spot' seperti pada era 'Moi Indie'

Aak Nurjaman, kritikus seni rupa Jogja yang memberi pengantar dalam katalog menyebutkan bahwa Nanang Widjaya selama ini dikenal luas sebagai pelukis 'on the spot' bermedia cat air. Objek-objek lukisannya mengangkat bangunan-bangunan heritage dan pemandangan kota berikut hiruk-pikuk kesibukan masyarakatnya.  "Karya-karya lukisan Nanang Widjaya bisa dikatakan mengajak kita untuk menelusuri kembali sejarah pembentukan seni rupa modern-Indonesia yang dimulai oleh para pelukis Belanda yang semula ditugaskan untuk melengkapi proses pendokumentasian pembuatan jalan (rail) kereta api di daerah jajahan yang disebut Hindia. 

Namun di antara mereka ada juga yang menjadi pelukis professional, antara lain: Andreas Beckman yang melukis Benteng Batavia pada (1656), Jean Frank, Ernest Detjenze, Ducattel, Walter Spies dan lain-lain yang terkenal dengan lukisan pemandangan alam Hindia. Di antara para pelukis pemandangan alam, terdapat beberapa pelukis Eropa antara lain: Roland Strasser, Rudolf Bonnet, Antonio Blanco, Romualdo Locatelli yang melukis potret kaum pribumi daerah jajahan," demikian Aak Nurjaman.

Gaya 'on the pot', lukis langsung di keramaian (Dokumen Nanang Widjaya) 
Gaya 'on the pot', lukis langsung di keramaian (Dokumen Nanang Widjaya) 

Nanang Widjaya menurut penilaian Aak Nurjaman dalam proses melukisnya menunjukkan pandangan yang berbeda dengan para pelukis terkini. Ia menekankan pentingnya menggali teknik dasar melukis seperti yang banyak dilakukan oleh para pelukis 'on the spot' pada era 'Moi Indie' era pelukis Belanda saat melukis orang-orang Hindia Belanda saat itu.

Nanang Widjaya menurut Aak Nurjaman gemar melancong ke kota-kota baik di dalam maupun luar negri dan tentu saja sambil melukiskan kehidupan kota atau bangunan-bangunan bersejarah yang dikunjunginya. Di antara bangunan-bangunan kuno itu ada yang menjadi objek pariwisata, tetapi ada pula yang sudah dirobohkan dan diganti dengan bangunan yang baru. Namun demikian, bagi Nanang Widjaya, menurut Aak Nurjaman lebih lanjut, betapapun bangunan-bangunan heritage itu tengah berubah fungsi, ia tetap memancarkan vibrasi estetika kesejarahan.

"Bangunan-bangunan kuno itu seakan memanggil saya untuk melukiskannya, karena sangat mungkin suatu saat akan dirubuhkan seperti halnya Gedung koran 'De Locomotif' di Semarang yang memiliki nilai sejarah perintisan negara Republik Indonesia. Tetapi kini sudah tidak ada lagi.", Ungkap Nanang yang dicatat Aak Nurjaman berdasar pada podcast tahun 2020 lalu.  Bangunan kuno itu nampak dalam karya-karyanya, antara lain: "Candi Prambanan" (2024), "Goddes of Mercy Temple" (2023), "Pura Tabanan Bali" (2024), "Puri Ubud Bali" (2022), "Pura Samuan Tiga" (2019) dan "Klenteng Gondomanan" (2024).

Goddes of Mercy 3 (sumber gambar: Katalog Pameran)
Goddes of Mercy 3 (sumber gambar: Katalog Pameran)
 

Bagi orang yang awam lukisan, melihat lukisan-lukisan Nanang Widjaya yang tengah dipamerkan, pasti tertarik dengan guratan lukisan dan perpaduan warna cat air yang digunakan.  Obyek yang sehari-hari bisa dilihat berupa candi Borobudur, Kalasan, Klenteng, Kampung Pecinan dan lain-lain menjadi lebih menarik dengan coretan stilasi terhadap obyek tersebut.  Melihat lukisan Nanang Widjaya seolah obyek-obyek itu menjadi hidup, bersinar dan bergetar.

Lihat saja lukisan Caffe Ho Ping Pecinan karya tahun 2020 berukuran 90x200 cm,  atau lukisan Kalasan Temple berukuran 80x60 cm, atau lukisan Borobudur Temple berukuran 150 x 200 cm.

"Dan terbukti harga lukisan cat air di atas kanvas tidak kalah Harganya seperti lukisan Media yang lain," demikian ujar Nanang Widjaya dalam chat WA.  Kalau melihat rata-rata harga lukisan Nanang Widjaya yang dipajang di pameran yang rata-rata berharga lumayan.  Namun dalam ukuran yang lebih kecil jauh berbeda.  Lihat saja beberapa lukisan seperti Gereja Blenduk 2023 | watercolour on canvas | 30 x 40 cm, Goddess of Mercy  2022 | watercolour on canvas | 30 x 40 cm, Sudut Pecinan 2022 | watercolour on canvas | 40 x 30 cm, Warung Bu Jumiyati  2024 | watercolour on canvas | 30 x 40 cm, Hong Se Si Temple Kuching Sarawak 2023 | watercolour on canvas | 30 x 40 cm dan masih beberapa lainnya lagi.

Work Shop Keunggulan Lukisan Cat Air

Agus Dermawan T seorang penulis senior yang terkenal dan istrinya sebelah kanannya serta Fendy pemilik 75 Gallery Jakarta (Dokumen: Nanang Widjaya) 
Agus Dermawan T seorang penulis senior yang terkenal dan istrinya sebelah kanannya serta Fendy pemilik 75 Gallery Jakarta (Dokumen: Nanang Widjaya) 

Kepiawaian Nanang Widjaya dalam memanfaatkan cat air untuk karya lukisannya juga ditularkan kepada orang lain.  Oleh karena itu dua hari berturut-turut di tempat pamerannya Sabtu dan Minggu, 31 Agustus dan 1 September 2024 diadakanlah work shop. 

Di dalam materi work shop disampaikannya bahwa dari hasil penemuan ilmu cat air di atas kanvas yang memungkinkan saat ini sudah jarang sekali atau mungkin tidak ada pelukis cat air Indonesia yang mendalaminya maupun mengerjakannya dimana pada umumnya cat air hanya dikerjakan di atas kertas saja.

Menurut Nanang Widjaya, cat air merupakan media tersulit yang dikerjakannya.  Cat air menurutnya adalah media atau kasta tertinggi diantara media yang lain.

Hasil Work Shop, Nanang Widjaya bersama peserta (Dokumen Nanang Widjaya)
Hasil Work Shop, Nanang Widjaya bersama peserta (Dokumen Nanang Widjaya)

Pesertanya dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar dan para profesional yang tertarik belajar melukis dengan bahan cat air. Hasilnya pun luar biasa, obyek lukisan berupa sebuah candi dan lain-lain berhasil dilukis oleh para peserta work shop dengan sangat apik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun