Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Pameran Lukis Godod Sutejo, Lukisan Alam Sepi Bisa Jadi Terapi

17 Agustus 2024   11:13 Diperbarui: 17 Agustus 2024   12:54 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di sanggarnya, Godod telaten ladeni pengunjung (Dokumen Godod Sutejo)

Pameran Lukis Godod Sutejo, Lukisan Alam Sepi Bisa Jadi Terapi

Oleh: Suyito Basuki

Suatu ketika Godod Sutejo (71) pelukis senior Jogja, di sanggar Posnya Seni Godod sekaligus rumah kediamannya Gang Rakhmat Jalan Suryodiningratan MJ II/ 641 Yogyakarta berkata,"Lukisan saya bisa menjadi sebuah terapi bagi orang-orang yang lagi stres."

Benar juga, saat mengamati lukisan khas Godod Sutejo yang memiliki gradasi warna, sering menggambarkan alam luas dengan manusianya yang bagaikan noktah, saat mengapresiasi jiwa akan merenung, nglangut, kontemplatif timbulah sebuah katarsis yang meneduhkan alam pikiran.  Barangkali itulah yang disebut sebuah terapi.

Pameran tunggal Godod Sutejo dengan tajuk "Manjing" yang terselenggara di Galeri Kiniko Art Room SaRanG Building II, Kalipakis, RT5/II, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, Indonesia yang disuport Yudi Pigura 14-31 Agustus 2024 ini menampilkan lukisan-lukisan Godod Sutejo yang berciri khaskan alam luas.  Kata "Manjing" sendiri dalam bahasa Jawa menurut kamus Bausastra Jawa terbitan Kanisius bermakna "mlebu". 

Lukisan Alam Sepi

Ada yang menyebut lukisan Godod Sutejo adalah lukisan alam sepi.  Menurut Agus Dermawan T seorang pengamat seni rupa, penulis buku-buku budaya dan seni, Godod Sutejo yang tidak bisa menghadiri pembukaan pamerannya karena sedang terbaring di rumah sakit, melukis berdasarkan filsafat Jawa yang menyatakan sing ana iku ora ana, sing ora ana iku ana.

Lengkapnya Agus Dermawan T menjelaskan,"Godod melukis segala sesuatu dengan atmosfir demikian ternyata  diberangkatkan dari sebuah alasan. Dan alasan itu merujuk kepada filsafat Jawa : Sing ana iku ora ana. Sing ora ana iku ana. (Yang ada itu sebenarnya tidak ada. Sementara yang tidak ada sesungguhnya ada). Atau dalam ungkapan Jawa yang agak berbeda: Sing ana kuwi dudu, sing ora ana kuwi sejatine sing ana. (Yang ada itu sebenarnya bukan yang benar-benar ada, sementara yang "tidak ada adalah yang sesungguhnya ada)."

"Sehingga segala benda yang tergambarkan di kanvasnya selalu melebur halus dalam kabut. Manusia, hewan, pohon, bangunan dan sebagainya larut dalam udara, setelah semua mahluknya menjadi semut-semut melata. Menjadi benda mikrokosmos dalam bentangan makrokosmos. Dan hanya hadir sebagai jejeran noktah dalam habluran asap saja," demikian lanjut Agus Dermawan T.

Subroto Sm mengamati detail lukisan bersama Yudi Pigura sponsor pameran (foto: Rakhmat Supriyono)
Subroto Sm mengamati detail lukisan bersama Yudi Pigura sponsor pameran (foto: Rakhmat Supriyono)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun