Lagu Kebyar-kebyar Gugah Nasionalisme Indonesia Saat di Filipina
Oleh: Suyito Basuki
...
Indonesia, merah darahku
Putih tulangku, bersatu dalam semangatmu
Indonesia, debar jantungku
Getar nadiku, berbaur dalam angan-anganmu
Kebyar-kebyar pelangi jingga
,,,
Lagu berjudul "Kebyar-kebyar" ciptaan dan dinyanyikan oleh Gombloh itu kami alunkan. Â Saya bermain gitar sambil bernyanyi sementara Herin, Anas dan Najahan bernyanyi sambil menggerakkan tubuh mengajak semangat, semangat perjuangan pejuang Indonesia dalam meraih kemerdekannya!
Kami berpakaian biasa sih, tapi berikat kepala saat itu. Â Di tengah rekan-rekan dari berbagai negara Asean, Afrika, Eropa dan Amerika yang hadir di aula Mindanao Peace Building (MPI) kami bernynyai bersemangat sekali. Â Malam itu memang jatah kami peserta dari Indonesia untuk menampilkan sebuah penampilan seni di malam akhir pekan. Â Tidak kami saja yang tampil, tetapi ada juga tim dari Filipina menampilkan tari tradisional mereka.
Dikira Orang Jepang
Tanggal 13 Mei-3 Juni 2017 yang lalu saya berkesempatan mengikuti training perdamaian di Mindanao Peace Buliding Institute (MPI).  Kami berempat, saya (Jepara), Pdt. Herin K.Hadijaya (Kudus), Najahan Musyawak (Semarang), dan Anas Alijudin (Solo) berangkat ke Davao Filipina dengan sponsor  Mennonite Central Commite (MCC).  Saya dan Pdt. Herin mewakili sinode gereja kami yakni Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ).  Najahan dan Anas mewakili bidang akademik.  Najahan mengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, sementara Anas mengajar di UIN Solo dan pengasuh sebuah pondok pesantren di Karanganyar.  Kedua rekan ini memiliki gelar akademis sebagai doktor sekarang ini.
Rute perjalanan dari bandara Ahmad Yani Semarang, kami ke Jakarta. Â Setelah dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta kami ke transit ke bandara udara Internasional Ninoy Aquino Manila. Â Dari Bandara Manila baru kemudian kami ke Bandara Internasional Fransisco Bangoy Davao. Â Sesampai di Davao, kami dibawa ke sebuah tempat tepi pantai. Â Rupanya lokasi pelatihan berada di sebuah pinggir pantai. Â Banyak rumah kecil berderet dengan dua kamar menjadi tempat tinggal kami selama 3 minggu pelatihan. Â Saya tinggal dengan rekan dari Kepulauan Solomon dan dari India. Â Peserta pelatihan berasal dari berbagai negara. Â Yang saya tahu selain kami dari Indonesia, juga dari India, Laos, kepulauan Solomon, Papua Nugini, Birma, Jepang, Bangladesh, Mexico, Filipina sendiri dan lain-lain. Â Tulisan identitas saya yang dikalungkan setiap hari di leher: "Pak Suyito", dikira saya berasal dari Jepang. Â "Are you Japanesse sir?" begitu kata seorang gadis muda Filipina pembawa acara.
Belajar Perdamaian
Materi pelatihan perdamaian  yang diberikan selama 3 minggu, disampaikan oleh para pengajar dari berbagai negara dengan cara-cara mengajar yang menarik.  Seperti Wendy Kroeker Direktur pada Canadian School of Peace Building serta pengajar pada Studi Transformasi Perdamaian dan Konflik di Departemen Universitas Mennonite di Winnipeg, Canada.  Wendy yang sudah berpengalaman lebih dari 20 tahun sebagai mediator komunitas, pengajar transformasi konflik, manajer program perdamaian dan manajer program pengembangan proyek internasional, mengajar dengan santai tetapi semangat.  Role playing adalah salah satu metode yang ia terapkan.  Jadi misalnya kami dibagi menjadi dua kelompok.  Satu kelompok adalah sebuah negara yang bertahan, kemudian kelompok yang lain sebagai pihak pemberontak.  Setelah "perang" berkecamuk, maka datanglah seseorang yang memiliki pengaruh yang menyarankan adanya resolusi perdamaian.Â
Dari beberapa pelajaran yang ada, saya mengambil pelajaran dengan topik Interreligious Peacebuilding: Approaches for Cooperation, Social Cohesion and Reconciliation. Â Saya mengambil pelajaran ini karena memang di Indonesia seringkali terjadi konflik dengan dimotivasi oleh perbedaan pandangan agama. Â Tujuan pelajaran ini adalah pada prinsipinya mengenali dan memahami dasar-dasar agama yang dianut dalam rangka mengupayakan perdamaian dalam suatu konflik. Â Oleh karena itu, pada saat tugas kerja kelompok, setiap kelompok diminta untuk menulis dasar-dasar ayat atau ajaran agama/ kepercayaan kami masing-masing yang dapat menjadi kontribusi terhadap perdamaian terhadap konflik yang ada. Â Kemudian kelompok diminta untuk menerangkan ayat atau dasar agama/ kepercayaan yang kami cantumkan di lembar panel. Â Seorang pengajar di topik ini adalah Shamsia Ramadhan. Â Wanita berjilbab ini bekerja di Catholic Relief Services (CRS) yang berbasis di Kenya . Â Shamsia mengepalai berbagai proyek di beberapa negara yakni proyek pembangunan perdamaian intereligius. Â Dia banyak mempromosikan perdamaian kepada para ekstrimis di Kenya, Uganda, Tanzania, Mesir, Nigeria dan Nigeria.Â
Beberapa pengajar lain yang kami serap ilmu dan pengalaman perdamaiannya antara lain Babu Ayindo seorang pencerita kisah, pengajar, fasilitator, peneliti dan penulis.  Lebih dari dua dekade, dia mengikuti seni dan pembangunan perdamaian dalam berbagai konteks.  Sebelumnya dia sebagai Direktur seni di Chelepe Arts di Nairobi, Kenya.  Selain itu ada pula pengajar yang sudah lebih dari 20 tahun memiliki pengalaman  dalam merencanakan dan memberikan teknik program pembangunan perdamaian di Afrika.  Dia juga bekerja sebagai penasihat di Catholic Services Peacebuilding untuk Afrika.  Pengajar itu adalah Jean Baptiste Talla.  Ada seorang pengajar wanita dari Jepang, yakni Kyoko Okumoto.  Kyoko mendapatkan gelar Ph.D di bidang the Arts and Literature dari Sekolah Kobe Jepang.  Pengajar wanita yang menjadi favorit kami ini menyelesaikan studi  MA di bidang Peace Study di Lancaster University di UK.  Saat ini pengajar yang mengajak kami banyak melukis untuk perdamaian ini menjadi dosen di Universitas  Jogakuin Osaka Jepang.Â
Kangen Indonesiana
Meninggalkan Indonesia selama 3 minggu jadi kangen hal-hal yang terkait dengan negara tercinta Indonesia. Â Saya menyebutnya Indonesiana, ya orang-orangnya, terutama anak-anak dan keluarga, makanan khasnya, kesenian dan lagu-lagunya. Â Berada di luar negeri walaupun belum terhitung lama, ingin sekali menampilkan hal-hal yang menjadi ciri sebagai orang Indonesia. Â Rekan-rekan dari beberapa negara seperti dari India, Bangladesh, Jepang, Afrika menunjukkan jati diri mereka dengan pakaian-pakaian yang mereka kenakan setiap harinya.
Oleh karenanyalah saat kami rombongan dari Indonesia diminta tampil mengisi malam seni di akhir pekan, maka kami mencari sebuah lagu yang membangkitkan kenangan tentang Indonesia sekaligus kami mempromosikannya. Â Lagu Kebyar-kebyar itu yang kami pilih untuk dinyanyikan, kami tayangkan liriknya di LCD lengkap dengan terjemahan bahasa Inggrisnya. Â Lagu itu menggugah semangat nasionalisme kami: merdeka!
...
Indonesia, merah darahku
Putih tulangku, bersatu dalam semangatmu
Indonesia, debar jantungku
Getar nadiku, derbaur dalam angan-anganmu
Kebyar-kebyar pelangi jingga
...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H