Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebiasaan "Ngepruk" Pedagang Kaki Lima Datangkan Kecelakaan Diri Sendiri

3 Agustus 2024   11:44 Diperbarui: 3 Agustus 2024   11:57 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Klarifikasi Pedagang kepada Kepala Diskumperindag Kab. Semarang (sumber gambar: RRI.co.id)

Kebiasaan "Ngepruk" Pedagang Kaki Lima Datangkan Kecelakaan Diri Sendiri

Oleh: Suyito Basuki

 

Beberapa hari yang lalu di platform X atau Twitter ada seorang wanita mengunggah sebuah video dengan narasi kata-kata kecewa karena merasa diberi harga mahal saat jajan sate dan tongseng di alun-alun lama Ungaran Kabupaten Semarang.  Ekspektasinya tidak semahal itu, sehingga kekecewaan disertai kemarahan itu nyata sekali dari kata-katanya yang menjadi sebuah narasi.

Cara wanita, mungkin ibu-ibu, mengambil gambar itu juga sangat berani.  Dimulai dari depan warung tenda yang terlihat jelas nama warung sate/ tongseng itu, kemudian tukang kipas yang bertubuh tambun, kemudian tukang saji, lengkap dengan mebelair, dan orang-orang yang masih jajan.  Penjual tongseng/ sate kambing itu seperti mati kutu saat wanita itu menshoting dan memberi narasi dengan kata-kata penuh kejengkelan dan maaf cukup kasar.

Saya terkesima saat melihat rekaman video itu.  Benar, itu warung tongseng/ sate kambing yang mungkin sebulan yang lalu saya kunjungi dengan istri saat perjalanan dari Ambarawa mau ke Jepara di mala hari.  Saat itu kami menggerutu dengan harga tongseng yang harus kami bayar.  Untuk 2 tongseng dengan 2 piring nasi dan teh tawar serta teh hangat, kami harus keluar uang kurang lebih 120 ribu rupiah.  Karena Ungaran masih wilayah Jawa Tengah (Jateng) maka kami bandingkan dengan harga tongseng di wilayah Jateng juga.  Di Ambarawa ataupun Jepara, harga 1 porsi tongseng sekitar 30 ribu rupiah saja.  Tapi ya sudahlah, kami terima saja, sebagai pengalaman.

Plat Mobil Luar Kota

Wanita yang merekam video yang memuntahkan kekecewaannya itu ternyata orang Jogja.  Mobil yang ia gunakan berplat B, plat Jakarta.  Wanita itu merasa karena diketahui bukan orang daerah Ungaran maka harga untuk tongseng dan satenya dikepruk oleh pedagangnya.  Di daerah Semarang ada kata lazim yaitu kata, "diprema".  Kata "diprema" berasal dari kata "mrema" yakni menaikkan harga jual barang/ jasa tertentu karena menjelang hari raya Idul Fitri atau hari besar lainnya.  Kata "diprema" kemudian dipadankan dengan kata "dikepruk".  Ini soal harga lho bukan soal kepala orang yang "dikepruk" hehehe...

Saat saya jajan dengan istri di warung yang sama, kami membawa mobil kami yang berplat K...C, plat mobil Jepara.  Itu plat mobil luar kota bagi orang domisili Ungaran atau Kabupaten Semarang.  Apakah ada pengamat mobil atau kendaraan yang parkir depan atau dekat warung untuk kemudian menjadi dasar "diprema" apa tidak dalam memberi harga?

Kalau dasarnya plat mobil untuk menentukan harga, maka relatif banget.  Karena belum tentu orang yang memiliki plat kendaraan B adalah orang yang domisili Jakarta.  Bisa jadi itu adalah orang lokalan yang karena suatu sebab memiliki kendaraan plat B atau plat luar kota bahkan luar pulau lainnya.  Sehingga kalau dengan dasar plat kendaraan kemudian digunakan menafsir domisili seseorang bisa benar bisa juga salah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun