Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebiasaan "Ngepruk" Pedagang Kaki Lima Datangkan Kecelakaan Diri Sendiri

3 Agustus 2024   11:44 Diperbarui: 3 Agustus 2024   11:57 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Klarifikasi Pedagang kepada Kepala Diskumperindag Kab. Semarang (sumber gambar: RRI.co.id)

 

Nuthuk di Jogja

Kalau di daerah Semarang ada istilah "dikepruk" atau "diprema" untuk memberi istilah pengenaan harga di atas rata-rata atau mahal, maka di Jogja dikenal  istilah "nuthuk".

Pernah viral di tahun 2017 dan 2021 yang lalu, seorang pengunjung lesehan di Malioboro saat jajan pecel lele diberi harga yang "nuthuk" yang setelah viral menyebabkan pemerintah kota Yogyakarta, termasuk Sri Sultan kemudian memberikan pengarahan.  Intinya pemerintah DIY kemudian mewanti-wanti supaya para pedagang kaki lima tidak sembarangan memberikan harga alias "nuthuk" harga kepada pembelinya.  Hal itu bisa mencoreng Yogyakarta. (https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3546925/sultan-kasus-lesehan-nuthuk-coreng-pariwisata-yogyakarta)

Masalah harga "dithuthuk" itu menjadi viral setelah salah seorang pembeli mengunggah di akun medsos dan menjadi trending topic di twitter 26/5/2021.  Di akun tiktok, akun yang bernama @aulroket dengan jelas mengeluhkan mahalnya harga pecel lele yang dipatok sampai Rp. 37 ribu.  Dengan rincian Rp. 20 ribu untuk seporsi lele, Rp. 7 ribu nasi putih, serta Rp. 10 ribu untuk lalapan di sebuah warung lesehan. (https://jateng.tribunnews.com/2021/05/30/soal-pecel-lele-harga-ngepruk-di-lesehan-malioboro-pemkot-yogyakarta-tutup-3-tempat-usaha?page=all)

Tips Tidak Dikepruk atau Dithuthuk

Banyak komentar terhadap akun wanita yang mengunggah pengalamannya kulineran di alun-alun lama Ungaran itu yang bernada menyalahkan pedagang yang memberi harga "ngepruk".  Namun tidak sedikit juga yang memberi peringatan saat mau jajan di tempat yang tidak biasa, supaya melihat daftar harga makanan lebih dahulu sebelum memesan.  Kalau tidak ada daftar harga makanan, biasakan bertanya dulu kepada penjual.

Meski sudah ada ketentuan dari pihak pengelola supaya para pedagang kaki lima kulineran memasang harga, namun kenyataannya masih banyak pedagang yang tidak mau memasang daftar harga untuk makanan yang dijualnya.  Hal ini mungkin memang ada maksud tersembunyi untuk "ngepruk", "mrema" atau "nuthuk" pembeli dari luar daerah.

Kami punya pengalaman kulineran di Simpang Lima Semarang.  Kami suka mengunjungi sebuah warung yang menjual nasi goreng yang memang memasang harga untuk menu-menu makanan yang disajikannya.  Warung sebelahnya tidak memasang harga untuk menu makanan mereka.  Saya perhatikan, warung nasi goreng yang memasang daftar harga untuk menu makanannya itu lebih ramai pembeli; sedang warung yang tidak memasang daftar harga untuk menu makanannya sepi pengunjung. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun