Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Hewan yang Ku Suka, Ayam

27 Juli 2024   05:39 Diperbarui: 27 Juli 2024   05:59 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayam jantan berkokok (detik.com)

Hewan yang Ku Suka, Ayam

Oleh: Suyito Basuki

Aku heran ketika tukang bangunan kami yang tengah mengerjakan bangunan kos-kosan di belakang rumah jengkel saat mendengar ayam jantanku terus berkokok.  Dia membentak dalam bahasa Jawa yang jika diterjemahkan bahasa Indonesia,"Diam, cerewet..."

Kami memang membawa 2 ayam piaraan kami di Jepara ke rumah kami di Ambarawa.  Kedua ayam itu saat kami bawa masih kecil-kecil.  Aku membeli kandang ayam yang terbuat dari bambu di daerah Lopait Salatiga.  Kandangnya kecil, cukup muat untuk 2 ekor ayam.

Tiga bulan setelah kami pelihara, kedua ayam itu sekarang menjad icukup besar.  Kami menyebutnya yang betina sudah 'dara' dan yang jantan 'lancur'.  Di masyarakat Jawa kedua istilah itu untuk menyebut ayam yang kalau dianalgikan manusia memasuki usia remaja.

Ayam betina sudah bertelur 2 butir.  Aku rasa ayam jantan 'lancur' belum bisa mengawini.  Tetapi mengapa ayam betina 'dara' sudah bisa bertelur?  Apakah tanpa kawin ayam betina 'dara' bisa bertelur?  Itu menjadi bahan pembicaraan aku dan istri.  Tetapi mengingat ada juga jenis ayam petelur, meski tanpa pejantan pun bisa memproduksi telur, akhirnya kami berkeseimpulan bahwa faktor makanan dan umur ayamlah yang menyebabkan ayam betina 'dara', meski masih remaja bisa mengeluarkan telur.

 

Pasar Ayam

Sewaktu aku masih usia TK dan SD diasuh sama simbah atau kakek.  Simbahku putri atau nenek berjualan ayam di Pasar Johar Semarang.  Saat itu los atau tempat yang digunakan para pedagang ayam di Pasar Johar lantai atas yang sekarang digunakan berjualan barang-barang bekas.  Pernah disebut Pasar Maling.  Suatu saat aku akan tulis mengapa disebut sebagai Pasar Maling setelah melalui studi dan survei.  Agak riskan jika menyebut sepintas dengan dasar yang kurang mendalam.

Aku senang berada di los pasar ayam Johar ini.  Rata-rata pedagang ayam masih ada hubungan kekerabatan dengan keluarga simbah.  Simbah dan saudara-saudaranya berasal dari daerah Dompon, Suruh Kabupaten Semarang.  Kami sering menyebutnya daerah Suruh Salatiga.

Setelah simbah mulai mencari penghidupan di Semarang, maka berjualan ayamlah yang dilakukan.  Simbah putri atau nenek berjualan ayam, sementara Simbah kakung atau kakek berjualan rombeng atau barang-barang bekas.  Rupanya usaha Simbah putri berjualan ayam lumayan hasilnya.  

Oleh karena itu saudara-saudaranya yang dari Suruh Salatiga itu kemudian ikut berjualan.  Cara mereka ikut berjualan tidak serta merta.  Mereka datang ke Semarang saat bulan Puasa.  Saat itu ada istilah pedagang melakukan teknik penjualan 'mrema', yakni menaikkan harga dalam penjualan karena mau hari besar. 

Saudara-saudara itu kemudian ikut menjualkan ayam.  Mereka menerima selisih harga dari harga dasar.  Ada saudara yang pulang karena masih ada tanggung jawab bercocok tanam padi atau palawija, tetapi ada beberapa yang kemudian tinggal di Semarang untuk membantu berjualan.  

Lambat laun mereka menjadi mandiri karena telah memiliki langganan sendiri.  Mereka kemudian buka 'dasar' atau lapak sendiri.  Lapak itu terdiri dari keranjang-keranjang bambu yang memiliki tutup di atasnya.

Keramahan saudara-saudara saat aku ikut Simbah putri membuatku menjadi kerasan di pasar ayam ini.  Apalagi kalau menjelang hari raya Idul Fitri, mereka selalu memberi tip berupa uang.  Meski sedikit, tetapi saat aku kumpulkan menjadi lumayan juga, bisa digunakan untuk membeli baju atau sepatu.  Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit, hehehe...

Di pasar ayam, aku terbiasa mencium bau kotoran ayam dan pakan ayam yang terbuat dari dedak beras.  Selain itu aku terbiasa dengan suara kokok ayam jantan.  Bunyi kokok ayam bervariasi tergantung dengan besar kecillnya ayam.  

Jika ayam jantan itu besar yang tentunya memiliki leher yang besar dan diafragma yang lebar, maka suaranya akan besar mungkin kalau dianalogikan suara pria, maka suara ayam jantan besar itu suaranya ngebas.  Jika ayam jantan itu kecil yang tentunya memiliki leher yang kecil dan tipis diafragmanya, suaranya 'cemengkling' atau tinggi-nyaring seperti suara manusia pria tenor. 

Jadi bisa dibayangkan, di pasar ayam itu akan terdengar berbagai kokok ayam jantan dengan berbagai varian timbre, legato legatura, panjang pendek, dan dinamika suaranya.  

Belum lagi ditingkah dengan suara ayam betina yang berbunyi 'petok-petok' karena habis bertelur.  Atau suara kokok ayam itu kadang diintervensi dengan bunyi ayam 'keok-keok' karena ada ayam yang ditangkap dari keranjang untuk diperjualbelikan.

Ayam jantan dan betina (RRI.co.id)
Ayam jantan dan betina (RRI.co.id)

 

Nostalgia

Oleh karena itulah, sampai sekarang ini ketika mendengar suara ayam jantan berkokok, serasa kembali kemasa kanak-kanak, angan mengembara meraih kenangan nostalgia.  Jika tidak ada suara ayam berkokok, malah terasa aneh, dunia terasa sepi dan serasa hampa, hehehe...

Ketika rumah di Ambarawa tidak ada ayam, maka timbulah inisiatif untuk membawa ayam kami dari Jepara.  Ada sekitar 8 ekor ayam kami yang masih tersisa.  Sebelumnya ada sekitar 20 puluhan ayam yang kami umbar atau tidak dikandang.  Tetapi sudah kami kurangi untuk keperluan hajatan dan terakhir untuk keperluan 'sambatan' karena kami ada kerja bakti menaikkan genteng rumah yang tengah kami bangun.

Maka kami tangkap sepasang anak ayam berwarna blirik dan kelabu.  Kami pelihara dengan pakan sisa makanan dengan dicampur dedak.  Nah setelah menginjak masa remaja, ayam jantan yang masih 'lancur' itu berbunyi.  Kami sungguh senang sekali saat mendengar suara ayam itu muncul pertama kali.  Suaranya kecil, melengking, pendek saja.  Aku dan istri tersenyum senang.  Tiba-tiba ingatan melayang ke masa kanak yang akrab dengan dunia per-ayam-an.

Kami heran dengan tukang bangunan kami yang merasa terganggu dengan kokok ayam jantan.  Mereka berteriak supaya ayam jantan diam tidak berkokok.  Yah, mana bisa ayam jantan itu mendengar bahasa manusia?  Ternyata ada juga ya orang yang suka suara ayam karena berbagai alasan, tetapi ada juga yang merasa jengkel tidak suka dan terganggu. Memanglah manusia di dunia ini tidak sama alias berbeda-beda seleranya.  Kalau Anda bagaimana?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun