Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dirampas Paksa

27 Juni 2024   12:25 Diperbarui: 27 Juni 2024   12:56 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekerasan itu terjadi (sumber gambar: LEAD.co.id)

Dirampas Paksa

Oleh: Suyito Basuki

Baru saja kami meninggalkan kota X, hari menjelang senja. Kami berempat termasuk rekan sopir sedang dalam suasana gembira. Survei yang kami lakukan persiapan sebuah acara komunitas kami, telah mendapatkan penginapan hotel, home stay, hingga rumah dan kost sahabat yang bersedia menampung rombongan kami.

Tiba-tiba saja sebuah mobil station putih memepet mobil silver kami. Penumpang mobil putih sebelah sopir membuka kaca memberi isyarat supaya kami minggir. Saya yang duduk di samping sopir kaget, saya pikir kami tidak ada urusan dengan kendaraan yang lain, karena perasaan mobil silver kami tidak menyerempet mobil lain dalam perjalanan kami.

Oleh karenanya saya meminta rekan yang menyetir kendaraan untuk tidak mau berhenti, tetap saja jalan. Berkata begitu saya menoleh kiri kanan jalan mencari kantor polsek terdekat. Jika ada kantor polsek terdekat, mobil akan saya sarankan untuk belok ke kantor polisi tersebut. Mobil putih yang sudah berhasil berada di depan kami, kami salip dengan kecepatan kencang. Rupanya mobil putih itu tidak mau kalah, lalu memepet mobil kami sehingga mobil kami terpaksa menepi. Ada juga dua orang pengendara motor yang berhenti di muka mobil silver kami.

Seseorang bertubuh gemuk berkaos merah keluar dari mobil putih. Saya bilang ke rekan wanita yang duduk di belakang untuk mulai merekam peristiwa dengan HP-nya. Rekan yang menyetir mobil membuka kaca dan bertanya,"Ada apa?" Dengan berkata kasar, salah seorang dari gerombolan mengambil kunci mobil dan meminta rekan yang setir kendaraan supaya keluar.

Pembicaraan itu berkisar tuduhan bahwa mobil yang dibawa itu belum memenuhi kewajiban dalam angsuran kredit mobil dan pertanyaan-pertanyaan tentang kepemilikan mobil. Pembicaraan dilakukan dengan nada-nada yang tinggi dan kasar. Rekan yang menyetir kendaraan itu menerangkan bahwa mobil itu memang dia beli melanjutkan kredit. Saya yang merekam video dihardik oleh orang yang bertubuh gemuk itu. Akhirnya saya rekam pakai suara saja.

Mereka yang terdiri 4 orang yang menaiki mobil putih dan 2 orang yang naik motor yang kemudian saya pahami sebagai debt collector (DC) itu meminta kami mengikuti mereka ke kantornya, katanya untuk menyelesaikan masalah ini. Terpaksa kami mengikuti mobil putih yang berada di depan. Karena kunci mobil silver direbut dan dikuasai mereka, maka salah satu dari mereka yang menyetir kendaraan, rekan tadi yang menyetir kendaraan duduk bertiga dengan 2 orang wanita rekan kami di kursi belakang sopir. Cara menyetir orang bagian dari gerombolan itu sangat kasar seperti terburu-buru.

Saya menelpon anak yang tinggal di kota terdekat. Saya sampaikan situasi yang tengah kami alami, kalau ada rekan polisi supaya bisa mengikuti mobil kami. Saya berharap kalau ada polisi yang membantu dalam bermediasi mungkin akan lebih aman. Anak saya dalam telpon mengatakan punya tetangga perumahan yang memiliki profesi sebagai polisi. Anak saya masih bekerja, namun dia akan segera menghubungi tetangga polisi yang dia maksud.

Sesampai di sebuah ruko di kota Y kami berhenti. Gerombolan itu bercakap-cakap, menyatakan bahwa kantornya ternyata tidak ada di situ. Mereka meminta supaya kami mengikuti mereka ke kantor yang katanya berada di jalan protokol kota Y itu. Saya melihat gelagat ketidakberesan. Saya memfoto kemudian dihardik lagi oleh orang yang bertubuh gemuk itu.

Kemudian mobil silver kami mengikuti mobil putih di depan kami yang mengarah ke jalan protokol yang dimaksud. Sopir mobil diganti lagi oleh salah seorang dari gerombolan itu. Dalam perjalanan saya bertanya hak mereka apa sehingga mereka memberhentikan dan membawa mobil yang kami tumpangi. Saya bertanya juga apakah mereka membawa surat tugas dari perusahaan mereka terkait dengan hal ini. Sopir itu selalu menjawab dengan menunjukkan surat-surat yang berupa data mobil dan aturan angsuran dari sebuah PT atau bank tertentu.

Saya berpikir keras, saya harus berbuat apa? Entahlah tiba-tiba timbul rasa dendam kepada sekawanan orang yang saya sebut para perampas mobil ini. Terus terang sakit hati menerima pelakuan semena-mena dan kata-kata kasar mereka. Dua orang rekan wanita, wajahnya menampakkan kegelisahan yang luar biasa. Mungkin mereka mengingat suami atau anak-anaknya yang menunggu di rumah dan tidak tahu masalah ruwet yang tiba-tiba muncul dalam perjalanan ini yang entah bagaimana dan kapan penyelesaiannya.

Saya harus berbuat sesuatu! Bagaimana pun juga hasilnya nanti, saya harus melakukan sesuatu! Saat akan memasuki jalan protokol, lampu traffic light menyala merah dan mobil berhenti. Secara spontan saya berpikir, saya harus keluar mobil dan mencari bantuan dari polsek terdekat. Seketika itu juga saya membuka pintu mobil, lalu saya yang semula duduk di samping sopir loncat keluar. Mobil silver yang telah saya tinggalkan membunyikan klakson keras-keras, tetapi saya terus berjalan. Ada seorang yang berjualan di trotoar saya tanya, di mana polsek terdekat? Lalu ditunjukkan Polsek PK, polsek terdekat. Dia memberikan arah-arahnya. Segera saja saya berjalan menuju ke arah Polsek tersebut. Ternyata lumayan jauh juga, sekitar 15 menit baru sampai di polsek itu.

Sesampai di kantor Polsek terdekat itu saya menyampaikan peristiwa yang kami alami. Saya menyerahkan KTP supaya keberadaan diri saya dipahami. HP saya dalam kondisi baterai lowbat, tinggal sekitar 17 persen. Saya menunjukkan lokasi mobil terkini berdasarkan google map yang dikirim oleh rekan wanita yang berada di dalam mobil silver yang tadi saya ikut di dalamnya.

Polisi yang ada di kantor, mungkin komandan polsek itu berkata,"Selagi pergerakan mobil itu berada di wilayah kami, kami bantu pak. Soalnya jangan sampai terjadi kesalahpahaman dengan polsek wilayah lain." Meski demikian, saya berkata memohon karena saya berpikir lebih kepada keselamatan rekan-rekan yang berada di mobil tersebut. Kami keluar kantor polsek. Setelah itu kami tahu keberadaan mobil silver yang kami cari berada di daerah PS. "Wah itu bukan daerah kami pak, kita kembali saja ke kantor," demikian kata polisi yang memegang setir kendaraan.

Sesampai di kantor polsek PK, polisi yang pertama saya temui memberi perintah kepada polisi jaga lainnya untuk mengantarkan saya ke Polsek J, yang membawahi wilayah PS itu. Sesampai di kantor Polsek J, saya melapor lagi peristiwa berikut kronologinya. Rekan wanita yang selalu kontak dalam situasi krisis itu memberi pesan, "Ok pak cepat yaa; sudah dibawa." Dalam komunikasi telpon sebelumnya dia berkata bahwa mereka sudah disuruh mengeluarkan barang-barang dari mobil. Mobil mau dibawa sama mereka. Rekan-rekan saya akan disewakan mobil grab oleh orang yang mereka perkirakan dari pihak bank. Saya jawab,"Mobil jangan dilepas, jangan mau naik grab, tunggu kami," begitu jawaban saya. Saya berkata sebelumnya bahwa saya akan datang dengan polisi.

Sesampai di lokasi saya lihat, rekan yang tadi memegang setir kendaraan 'pemilik' mobil berada di dalam sebuah kantor bank. Polisi masuk, mereka bertiga bercakap di sebuah ruangan. Saya memantau di pintu ruangan bersama polisi yang lain. Anak saya yang saya telpon tadi, datang kemudian, juga berdiri di pintu ruangan ikut memantau bersama kami.

Pihak polisi dengan perantaraan pihak bank berkomunikasi dengan DC. Intinya polisi menyatakan telah menerima laporan masyarakat terkait dengan peristiwa kami dan minta mobil dikembalikan. Jika tidak dikembalikan maka akan dibuat laporan kepolisian atas peristiwa yang terjadi. Pihak DC kemudian berkesempatan bertelpon dengan rekan yang memiliki kendaraan. Pihak DC minta tagihan 3 bulan dilunasi dan mereka meminta biaya operasional. Terhadap pemenuhan angsuran, rekan saya tidak keberatan, tetapi ketika diminta biaya operasional teman saya tidak menyanggupi. Akhirnya kami dengan diantar polisi dari Polsek J itu pergi ke kantor Polres kota Y itu.

Penyidik mendatangi kami di ruang tunggu, di hall lantai 3. Membawa sebuah blangko. Rekan yang memiliki mobil tadi ditanya kronologi kejadian dan bukti-bukti kepemilikan kendaraan. Dari percakapan mereka berdua saya simpulkan bahwa mobil silver yang kami tumpangi, dibeli oleh rekan sopir tadi dengan cara meneruskan proses kredit. Pembelian itu bukan langsung ke atas nama pemilik mobil yang tertera di STNK tetapi melalui adik si pemilik mobil tersebut. Oleh karenanya, penyidik menyatakan bahwa pembelian mobil tersebut bersifat di bawah tangan. Artinya tidak sah. Padahal untuk membuat laporan polisi diperlukan bukti kepemilikan yang sah. Oleh karenanya jika ingin tetap membuat laporan polisi yang nanti ditindaklanjuti dengan sidang pengadilan, maka polisi penyidik menyarankan untuk melengkapi bukti pemilikan dan syarat-syarat lain yang diperlukan.

Alternatif lain yang disarankan adalah menghubungi pihak DC yang membawa mobil tadi untuk membicarakan supaya mobil dikembalikan dan uang operasional yang diminta dipenuhi. Pihak penyidik yang sudah seringkali menangani masalah seperti itu menyebut dana operasional dengan istilah BT. Waktu saya tanya, polisi penyidik tidak tahu dengan istilah  berikut besaran uang BT itu. Di kemudian hari saya tahu BT itu singkatan dari: Biaya Tarik.

Laporan belum bisa dibuat. Akhirnya, kami memutuskan harus pulang ke kota kami yang berjarak sekitar 170-an kilometer dari kota Y, malam itu juga. Caranya, kami akan ke terminal naik bus. Karena sudah tengah malam, perjalanan dengan bus hanya sampai kota S. Di kota S nanti kami dijemput oleh anak saya yang kuliah di situ, kemudian akan diantar ke kota kami dengan mobil yang dibawanya. Untuk ke terminal kota Y mencari bus, saya minta tolong diantar pihak Polres Y melalui polisi penyidik tadi. Polisi penyidik menelpon rekannya, kemudian dengan mobil kecil jenis Ayla, kami diantar ke terminal. Sekitar jam 23.30 kami sampai di terminal yang dimaksud. Beberapa saat kami menunggu bus yang akan membawa kami ke kota S, dengan suasana pikiran yang berkecamuk dan berbagai kegelisahan serta dendam yang masih mencengkeram jiwa raga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun