Danang ikut nimbrung dengan suaranya,"Rama katanya memerlukan meja kursi model tanduk hongkong serta sketsel gebyok untuk sketsel pengantin, kan sudah dikirim dengan truk kemarin."
"Iya sudah dikirim, tapi coba kamu lihat di gudang, namanya tanduk hongkong, tapi tanduknya itu kok tidak kuat, lemnya tidak rekat, sehingga kursi itu tanduknya goyang-goyang, kursi satu truk kok yang masuk hitungan cuma 50 persen. Â Padahal harga sudah bagus Rama kasih, sudah Rama transfer penuh...wah jan sontoloyo tenan. Â Ini kan bisa mematikan pasaran saya di sini,"Ki Sutejo berkata sambil mengambil ketela rebus dan memasukkan ke mulutnya.
Nyi Sutejo menjawab dengan lembut menenangkan suaminya,"Ya sudah, itu bisa diatasi dengan menservis. Â Danang bisa kan kamu menservis sepulang sekolah?"
"Bisa bu, tapi ya harus dibantu sama tukang yang lain," jawab Danang sigap:
"Ya pasti to le," segah Nyi Sutejo.
"Sudah begitu, sketsel gebyok yang datang, ukirannya tidak seperti yang saya pesan, padahal kan Salon Remaja menginginkan motif ukiran Mataraman untuk hiasan gebyoknya.  Piye nanti kalau Rama dipaido? Dikira tidak bisa mencarikan barang yang sesuai dengan keinginan konsumen?" Ki Sutejo berkata dengan nada kesal.
"Rama pesan motif ukiran yang bagaimana?" Fitri bertanya
Ki Sutejo menjawab, memandang Fitri,"Rama kan pesan dengan motif ukiran sesuai permintaan, tetapi malah diberi motif ukiran Majapahit. Â Beritanya, Â kemarin motif yang Rama pesan itu sudah jadi. Â Ee, malah diberikan kepada pembeli lain yang datang ke rumahnya."
Nyi Sutejo kembali menenangkan hati suaminya,"Ya sudahlah Pak, kalau memang kurang pas ya dikembalikan  atau bagaimana gitu?"
Ki Sutejo berkata masih dengan kekesalannya,"Wah memang susah kalau bisnis kayak gini, orang-orang tidak pada jujur."
Danang yang masih duduk di dekat gender lalu memainkannya iringan suluk ada-ada laras Pelog Barang  menggambarkan kemarahan atau peperangan yang bakal terjadi.  Ki Sutejo menoleh ke arah anak laki-lakinya, tersenyum masam, segera meraih wayang buto: