Supriyati saat ini yang memiliki warung sate sapi di Pasar Suruh. Warung sate sapi di Plumbon, tempat penulis mewawancarainya sudah dipegang oleh anaknya. Sate sapi di Plumbon sendiri dibuka pada tahun 2007.Â
Saat ditanya bagaimana dengan pengelolaan generasi selanjutnya? Supriyati yang memiliki dua orang anak dan cucu satu ini agak mengeluh. Menurutnya anak-anak muda jaman sekarang tidak mau kerja susah-susah. Padahal menurutnya berjualan sate sapi ini kesulitannya tinggi dan perlu totalitas.
"Sekarang model anak muda tidak mau bekerja berat, padahal jual sate ini pekerjaan berat, harus buat lontong dan lain-lain. Kerja sampai jam 12 malam, istirahat kemudian jam 04.00 harus sudah bangun,"Â demikian Supriyati yang terlihat sehat.
Dengan bekerja akan mengeluarkan keringat, dengan demikian ia yakin tubuhnya akan tetap sehat. Hampir semua pekerjaan dikerjakan sendiri dengan dibantu suaminya.
Saat kami wawancara, suaminya sedang ke Salatiga mengambil daging sapi di tempat penjual daging sapi yang sudah menjadi langganan bertahun-tahun sejak awal penjualan sate sapi Suruh ini.
Hasil Menggiurkan
Menurut pengakuan Tarmidi (52) karyawan laki-laki dari Plumbon ini sate sapi Suruh ini setiap harinya memerlukan sekitar 25 kg daging sapi. Jika hari raya, misal lebaran, kebutuhan daging sapi untuk kebutuhan warung bisa dua kali lipat atau malah lebih.
"Ramai mas, banyak pelanggan dari mana-mana, dari luar kota, bahkan dari Sumatra atau Kalimantan. Sudah terkenal mas," demikian tambah Mahmudah (50) karyawan wanita yang asli Plumbon dan sudah 15 tahun bekerja di sate sapi Suruh ini.
Supriyati mengaku tidak selamanya warung satenya ramai, kadang sepi juga, khususnya menjelang hari-hari keberangkatan haji atau hari raya Qurban dan saat orang punya gawe mantu pada bulan Besar hitungan Jawa.