Self Sabotage Sebabkan Fake Productivity?
Oleh: Suyito Basuki
Pernahkah kita merasa telah membuang waktu dengan sia-sia? Â Kita mengerjakan sesuatu aktifitas yang tidak seharusnya kita kerjakan? Â Hal ini kemudian menyebabkan kita menjadi merasa bersalah dan putus asa?
Mungkin setiap orang pernah mengalami hal ini. Â Kita tertantang untuk mengatasi situasi ini karena setiap kita tentu memiliki tujuan hidup supaya berhasil. Â Hidup yang berhasil dapat dicapai jika aktifitas-aktifitas yang kita lakukan benar-benar produktif dan menghasilkan.
Self Sabotage
Sabotage, Bahasa Inggris, Â dalam bahasa Indonesianya "sabotase". Â Wikipedia memberi pengertian kata sabotase adalah tindakan perusakan yang dilakukan secara terencana, disengaja dan tersembunyi terhadap peralatan, personel dan aktivitas dari bidang sasaran yang ingin dihancurkan yang berada di tengah-tengah masyarakat, kehancuran harus menimbulkan efek psikologis yang besar. Â Sedang KBBI memberi penjelasan perihal kata sabotase ini antara lain adalah kata benda yang berarti perusakan milik pemerintah dan sebagainya (oleh pemberontak).
Kata "sabotase" ini nampaknya memiliki pengertian yang negatif karena memiliki penjelasan perbuatan yang merusak, merugikan pihak lain dalam hal ini mungkin pemerintah atau pihak lain. Â Bahkan pekerjaan sabotase ini digolongkan oleh kamus sebagai pekerjaan seorang pemberontak. Â Lebih ngeri lagi, tujuan akhir dari sabotase ini adalah sebuah kehancuran serta kegagalan.
Dengan demikian, arti dari kata "self sabotage" adalah sebuah perbuatan yang dilakukan oleh diri sendiri yang pada akhirnya menghambat, merusak, bahkan menghancurkan reputasi, karier diri sendiri. Â Self sabotage biasanya menunjuk pada tindakan yang berusaha menyenangkan diri sendiri di waktu-waktu produktif, sehingga pekerjaan yang harusnya diselesaikan tidak tercapai. Â Jika itu dilakukan terus menerus, maka bisa ditebak, pekerjaan itu tidak akan pernah selesai. Â Jika pekerjaan itu berkaitan dengan orang lain, maka kepercayaan orang lain akan menjadi berkurang. Â Jika itu terjadi pada sebuah bisnis, ketiadaan kepercayaan dalam sebuah relasi, itu adalah sebuah petaka!
Fake Productivity
Fake productivity pada dasarnya memiliki pengertian banyak kesibukan pekerjaan yang dilakukan tetapi tidak menyelesaikan pekerjaan utama. Â Ada yang menyebut fake produktivity ini adalah produktif yang palsu. Â Contoh fake productivyty ini misalnya apa? Â Seorang pekerja kantoran yang sepanjang waktu kerja di kantor kelihatan sibuk mengerjakan sesuatu di laptopnya. Â Tetapi sesungguhnya ia tidak menyelesaikan pekerjaan kantornya. Â Ternyata ia mengerjakan tugas sekolah atau kuliah anaknya. Â Secara fisik, ia hadir di kantor dan kelihatan sibuk, tetapi saat ditanyakan tugas yang harus diselesaikan, maka jawabannya,"Maaf belum selesai, sedang dikerjakan."
Seorang mahasiswa yang sibuk dengan kegiatan ekstranya, mungkin dia aktivis mahasiswa pecinta alam, aktifis kegiatan pers kampus dan lain-lain. Â Sementara skripsi yang harus segera dirampungkannya tidak juga kunjung selesai. Â Saat ditanya orang tuanya, sibuk dengan aktifitas kampus ini-itu, sehingga tidak sempat mengerjakan skripsi. Â Padahal pengerjaan skripsi butuh konsentrasi dan kontinyuitas. Â Jika pengerjaan skripsi diselipi dengan aktifitas-aktifitas yang tidak urgen, maka akan terjadi kemacetan-kemacetan dalam hal pengembangan ide dan dosen pembimbing pun pun berpikiran negatif kepada mashasiswa bimbingannya dengan stigma mahasiswanya malas atau tidak serius dengan tugasnya. Â Jika dosen pembimbing berhalangan karena sakit atau meninggal, maka bimbingan skripsi akan lebih rumit karena mungkin akan dilempar ke dosen lain sebagai pembimbingnya dan skrispi dikerjakan kembali dari awal!