Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

KKN di Desa Masyarakat Gemar Bekerja

4 Mei 2024   12:52 Diperbarui: 19 Mei 2024   21:19 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengeringan ampas tape ketan hingga menjadi brem ( sumber gambar: Jawa Pos.com)

KKN di Desa Masyarakat Gemar Bekerja

Oleh: Suyito Basuki

Suatu saat saya di Pasar Johar Semarang, tepatnya di trotoar depan toko-toko.  Tiba-tiba saja mata ini terpaku pada penganan warna putih berbentuk bulat kecil yang di bungkus plastik.  "Oh itu brem," bisik hati.  Segera kusapa penjualnya,"Dari Wonogiri pak?" Kupungut bungkusan penganan itu, ada tulisan, "Tenggar Wonogiri..."  Oh betul seperti perkiraanku.

Ketika melihat penganan brem berbentuk bulat kecil yang dibungkus plastik, aku sudah menebak kalau penganan itu hasil produksi masyarakat Tenggar, Gebang, Kecamatan Nguntoronadi Wonogiri.  Produk brem mereka memiliki ciri khas berbentuk bulat kecil, putih bersih.  Produk brem dari kota lain, misal Madiun Jawa Timur lain bentuknya.  Sering berbentuk balok berwarna kuning keemasan.

Justru Banyak Belajar

Begitu melihat penganan brem, ingatan langsung melayang saat masih menjadi mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 3 bulan pada tahun 1987.  Saat itu mahasiswa UNS diterjunkan KKN di Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah. Saya bersama beberapa rekan: Agus (Fakultas Pertanian) , Kudnadi (FKIP), Edri (FKIP), Watik (FE) ditempatkan di desa Gebang, Kecamatan Nguntoronadi.  Nama Nguntoronadi adalah nama baru.  Nama sebelumnya adalah Betal.  Perihal mengapa nama Betal diganti Nguntoronadi saya kurang tahu.

Tenggar sebagai pusat produksi brem yang saya sebut di atas adalah sebuah dusun, bagian dari desa Gebang.  Kami tinggal di rumah Petinggi (Pak Lurah).  Dari rumah Pak Inggi (sebutan Petinggi) ke dusun Tenggar membutuhkan waktu sekitar 10 menit naik kendaraan motor.  Sesekali kami pergi ke dusun Tenggar untuk melakukan penyuluhan kesehatan dan lain-lain.  Selain penyuluhan-penyuluhan, kami mahasiswa KKN  membantu program desa dalam administrasi khususnya pembuatan plang-plang penunjuk pejabat kelurahan dan lain-lain.

Saat berada di dusun Tenggar itulah kami melihat penduduknya rata-rata membuat brem sebagai home industry mereka.  Secara tradisional mereka membuat brem.  Dengan bahan tape ketan yang kemudian diperas.  Air hasil perasan itulah yang kemudian diolah menjadi brem dengan cara dicetak bulat kemudian dikeringkan.  Setelah kering, baru dimasukkan ke dalam plastik-plastik sederhana dengan diberi label sebagai hasil produk mereka.  Setelah itu tentu saja dipasarkan dan ternyata sampai Semarang juga pemasarannya pada waktu itu. 

Salah satu merk brem Wonogiri (sumber gambar: Inibaru.id)
Salah satu merk brem Wonogiri (sumber gambar: Inibaru.id)

Campuran Komboran Sapi

Ampas tape ketan tidak dibuang.  Ampas tape ketan itu kemudian dijadikan campuran komboran (adonan) pakan sapi.  Adonan pakan sapi itu terdiri dari rajangan dami (tanaman padi kering) ditambah dedak dan kemudian ditambahkan ampas tape ketan itu.  Setelah diberi air secukupnya kemudian diaduk.  Itulah yang menjadi pakan sapi.

Yang mengherankan, sapi diberi pakan seperti itu, akan cepat bertambah berat badannya.  Dalam waktu 3-6 bulan, sapi akan nampak padat berisi.  Sehingga usaha penggemukan sapi menjadi usaha masyarakat desa Gebang pada umumnya.  Pada pasaran-pasaran tertentu, mereka akan pergi ke pasar hewan.  Bisa saja mereka pergi ke pasar hewan yang terdekat atau ke pasar hewan di luar kota untuk membeli sapi yang kurang perawatan dengan harga yang tentu saja murah.  Setelah mereka bawa pulang sapi-sapi tersebut kemudian dirawat dengan instensif dan diberi pakan komboran sapi dengan campuran ampas tape ketan tersebut.

Beternak sapi untuk dipelihara hingga beranak pinak, tidak banyak dilakukan oleh masyarakat desa Gebang saat itu.  Usaha penggemukan sapi dalam kalkulasi mereka lebih menguntungkan.  Tentu saja mereka memiliki kiat-kiat dalam membeli sapi yang nantinya akan mereka gemukkan sehingga memiliki nilai lebih daripada harga pembelian semula.

 

Totalitas Menggembalakan Kambing

Ada sebagian lagi masyarakat desa Gebang yang beternak kambing.  Daripada mereka mencari rumput, mereka lebih memilih menggembalakan ternak kambing mereka di lahan rumput di dekat Waduk Gajah Mungkur.  Secara geografis, desa Gebang ini tidak jauh dari Waduk Gajah Mungkur.  Dibutuhkan waktu sekitar 20 menit mencapi bibir Waduk Gajah Mungkur dengan berkendaraan motor.

Masyarakat Gebang yang menggembalakan kambing itu tidak berangkat pagi pulang sore, tetapi para penggembala itu akan membuat tenda dan menginap di lahan rumput di pinggir Waduk Gajah Mungkur.  Beberapa hari kemudian mereka akan pulang ke rumah bertemu dengan keluarga.  Demikian yang dilakukan masyarakat Gebang dalam menggembalakan kambing pada saat itu.

Dengan menjaga ternak kambing beberapa hari di lahan rumput, membuat perjalanan mereka efisien., tidak perlu bolak-balik dari rumah ke lahan rumput sewtiap harinya.  Selain itu juga dengan mereka tinggal menginap bersama piaraan kambing, mereka dapat menjamin keselamatan ternak kambing itu.  Kambing-kambing piaraan mereka pun tidak perlu bersusah-susah untuk mendapatkan rumput hijau sebagai pakan mereka.  Pagi hari, matahari bersinar, kambing-kambing itu bangun langsung bisa menikmati rumput segar yang sudah ada di hadapan mereka.  Kebutuhan minum kambing, para penggembala itu mengandalkan air dari Waduk Gajah Mungkur itu.  Sementara kebutuhan makan minum para penggembala akan dikirim oleh anggota keluarga dari rumah mereka masing-masing.

Usaha penggemukan sapi (sumber gambar: Solopos.com)
Usaha penggemukan sapi (sumber gambar: Solopos.com)

Tentunya Semakin Makmur  

Desa Gebang ini memiliki sejarah yang unik terkait dengan kehidupan sosial mereka.  Saat pemerintah memberangkatkan transmigran dengan sistem bedhol desa ke Sitiung Sumatra Barat tahun 1976, sebagian masyarakat desa Gebang ini diikutkan program transmigrasi ini.  Tentu hal ini tidak mudah bagi masyarakat untuk mengikutinya karena program transmigrasi pada saat itu baru tahap-tahap awal pemerintah mengadakan program transmigrasi tersebut.

Barangkali pertimbangan mengapa masyarakat Gebang diikutkan dalam program transmigrasi pada saat itu karena kehidupan ekonomi masyaratnya yang kurang bagus, sehingga dengan program transmigrasi itu, kehidupan mereka akan meningkat di daerah transmigrasi nantinya.  Selain itu alasan yang utama adalah bahwa daerah yang mereka tempati terkena proyek pengadaan Waduk Gajah Mungkur.

Namun saat kami KKN, kehidupan masyarakat Gebang pada umumnya sudah bagus.  Beberapa diantara mereka memiliki kendaraan roda empat, khususnya mobil pick up juga truk untuk sarana mengangkut hewan ternak sapi atau hewan ternak yang lain.  Mereka memang benar-benar berburu dengan kendaraan mereka untuk mendapatkan terutama sapi-sapi yang kurang perawatan, bertubuh kurus untuk kemudian mereka gemukkan dengan pakan yang dicampuri ampas tape ketan.  Mereka hafal dengan pasaran pasar-pasar hewan kota-kota di sekitar mereka seperti Pacitan, Ponorogo, Sukoharjo, Solo, Klaten dan lain-lain.

Sudah 35 tahun lebih saya belum pernah menengok desa Gebang tempat saya melakukan KKN.  Dalam hati terbersit rasa rindu dengan desa yang tentunya semakin makmur karena etos kerja masyarakatnya yang gemar bekerja.  Tiba-tiba teringat kepada mas Supri anak Pak Inggi yang kabarnya membuka usaha selepan beras di mulut desa.  Juga teringat kepada dik Cunik adiknya mas Supri yang pernah saya goncengkan pakai motor Agus ke pusat kota Wonogiri dan pulang malam-malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun