Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Sutradara Hanung Bramantyo Memfilmkan RA Kartini

21 April 2024   19:31 Diperbarui: 21 April 2024   19:47 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
RA Kartini (Kompaspedia)

Terhadap pertanyaan itu, sebagaimana yang saya tuliskan di atas, saya tidak tahu.  Tetapi jika pertanyaan mengarah ke bidang lebih khusus, bagaimana Kartini berpikir soal ketuhanan?  Mungkin jawabannya akan lebih spesifik.  Pramoedya Ananta Toer menulis, bahwa Kartini adalah seorang yang religius, tanpa berpegang pada bentuk-bentuk keibadahan ataupun syariat, jadi ia termasuk dalam golongan javanis Jawa, atau golongan kebatinan, di mana Tuhan dipahami sebagai sumber hidup, yang mengikat setiap orang dengan-Nya, tak peduli apapun agama yang dianut, bahkan juga bagi ateis sekalipun, sebagaimana jelasnya dinyatakannya dalam hubungan dengan buku Edna Lyall We Two.  Ia juga dapat menerima agama apa pun, dan ia tidak dapat menerima pemutarbalikan atas agama apa pun, sebagaimana pernyataannya terkait dengan buku Sienkiewicz Quo Vadis? (h. 260-261)

Yang jelas memang Kartini memiliki rekan-rekan Eropa yang seringkali berkorespondensi dengannya.  Sedikit banyak memang hal ini mempengaruhi cara berpikirnya tentang manusia, Tuhan dan lain-lain.  Selain itu, dia juga mengadakan interaksi juga dengan bangsanya Jawa yang membuatnya sangat menghargai budaya Jawa, termasuk agama Islam yang diwarisinya dari nenek moyangnya.  Menurut buku: Kartini Sebuah Biografi, Kartini mencapai tataran kebatinan seperti orang Jawa waktu itu yang memiliki pendapat: Allah adalah di dalam diri sendiri.  Sehingga ketika seorang orang tua yang melihat kebatinan Kartini seperti itu lalu memberikan Kartini buku-buku kuno yang berbahasa Arab dan Jawa.  Terhadap hal ini, sebagaimana yang ditulis dalam buku, Kartini Sebuah Biografi adalah sebagai berikut: "seorang orang tua di sini memberi kepada kami sekumpulan buku-buku Jawa kuno, di antaranya ada yang ditulis dengan huruf Arab. Mungkin kau tahu bahwa buku-buku Jawa itu sangat susah mendapatnya, karena ditulis dengan tangan.  Hanya beberapa yang dicetak.  Kami sekarang sedang membaca sebuah syair yang bagus, yang mengandung petuah-petuah bijaksana, ditulis dalam 'bahasa kembang.'..." (h. 112)

Kembali ke Awal

Pada akhirnya, film Kartini besutan Hanung Bramantyo meledak, film ini termasuk film 10 besar yang terlaris di tahun 2017.  Apa yang ditanyakan Hanung Bramantyo pada saya waktu itu tentang siapa guru rohani Kartini, entah untuk apa.  Apakah itu mempengaruhi script naskah Kartini atau hanya untuk mengetahui spirit Kartini saja yang mungkin berguna dalam pembuatan filmnya saat itu?

Selamat merayakan hari Kartini, mengenang RA Kartini sebagai pahlawan emansipasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun