semua tlah terlaksana
dengan cipta rasa budi diriku
kejahatan yang kucipta
puas rasa diri ini
Allah sebal dengan tingkah polah manusia. Â Air bah pada zaman Nuh itu kemudian melanda. Â Banjir pada seantero dunia, merobek kesombongan manusia. Â O ternyata tidak bisa hidup sesuka hati kita saja. Â O ternyata tidak bisa hidup dengan mengabaikan penguasa sorga. Â Mereka merintih, meratap, berteriak, ya Allah ampunilah kami, ya Allah kasihanilah kami, ya Allah tolonglah kami! Â Lihatlah kaki kami yang sudah tenggelam pada genangan, lihatlah mulut kami yang tersumpal oleh buih-buih air, dengarlah ratapan kami yang tersapu badai topan yang menggunung di permukaan banjir. Â Tetapi Allah diam seribu basa. Â Allah membiarkan manusia jumawa tertimbun air yang bergelora. Â Hanya Nuh hambaNya yang setia mendapat tempat di hati-Nya.
Manusia berkembang biak, beranak pinak.  Mereka pergi ke seluruh tempat di dunia, membangun kehidupan dan peradaban.  Walaupun karya Allah nyata terlihat mata: berupa langit dengan bintang gemintang, matahari yang menghangatkan alam, rembulan yang berkilau di sepanjang malam, pepohonan, bunga-bunga mekar dan berbagai tanaman serta segala hewan yang berkejaran di hutan, namun dosa tetap menelikung manusia, membuat mata hatinya menjadi buta.  Mereka tak ada keinginan mengagungkan-Nya bahkan seolah-olah manusia tidak mengenal akan penciptanya.  Sebab itulah Allah membiarkan pada keinginan bejat mereka.  Rumah tangga tidak lagi elok, karena suami mencari wanita lain, bahkan memburu laki-laki sebagai teman kencannya, sedang istri jelalatan melihat laki-laki lain dan mengejar sesama wanita sebagai pemuas nafsu birahinya.  Orang tua menganggap anak hanyalah beban yang memberatkan yang mengganggu sepak terjang kehidupan sehingga perlu dihentakkan.  Sementara itu anak-anak melihat orang tua sebagai monster menakutkan yang perlu dihajar bahkan dikalahkan!  Sumpah serapah terdengar di setiap sudut ruangan.  Di desa, di kota, penguasa bagaikan raja, sedang rakyat mengintip dari celah-celah jendela mencari kesempatan untuk menyergap  dan mengkhianatinya!
Dunia bagaikan kabut pekat, membuat salah arah  dan salah langkah.  Manusia menjadi putus asa dalam hidupnya. Mereka berteriak, apalagi yang bisa memuaskanku?  Manalagi yang bisa menjadi kesenanganku?  Hati Allah luluh, menyaksikan manusia yang tidak lagi tangguh.  Lautan kasih mengalir dalam hati Allah.  Bagaikan seorang bapa yang terharu melihat anak bungsu yang tlah hilang kembali tertemukan.  Meski kelakuannya telah mengguncang jantungnya, tetapi diterimanya anaknya, dipeluknya, diciumnya, dipujanya dengan mengadakan pesta dengan pujian menembus sorga mengagungkan Allahnya.
Nyanyian Natal:Â
Joy to the world
 the Lord is come
 Let earth receive her King