Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Pameran Lukisan The Master #3, Keindahan Jogja di Kanvas Subroto Sm

12 November 2022   10:37 Diperbarui: 15 November 2022   16:35 1137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ngejaman lukisan Subroto Sm (dokumen: Subroto Sm)

Pameran Lukisan The Master #3, Keindahan Jogja di Kanvas Subroto Sm

Oleh: Suyito Basuki

Dedy S, alumni FSR ISI Yogyakarta angkatan tahun 1995 memberi apresiasi kepada Subroto Sm dalam pembukaan pameran tunggal Subroto Sm yang dihadirinya, yang bertajuk The Master #3 yang di helat oleh Kiniko Art di Galeri Kiniko Art, Jl. Kalipakis RT 05/ II Tirtonirmala, Kasihan Bantul Yogyakarta.  

Dedy S menyampaikan sebuah kalimat," Pagi pak.. saya jujur kemaren kaget liat pameran tunggal bapak.  Karya cat minyak on the spot tahun 60-an luar biasa.  Maksudnya antara lain lukisan Parangtritis dan Tamansari bertahun 1969." Demikian mantan mahasiswa Subroto Sm ini berkomentar.  Selain itu, Dedy S juga menyebut karya-karya  lain: "Karya karya terbaru 2022 (seperti Dua Sejoli dan Eforia),  juga luar biasa. Ada lompatan dan emosi yg kuat. Seperti ada energi yg terpendam setelah bapak vakum beberapa saat"' demikian mantan mahasiswa Subroto Sm menambahi berkomentarnya.

Dua Sejoli, 2022, cat akrilik pd kanvas, 50x50cm (dokumen: Subroto Sm)
Dua Sejoli, 2022, cat akrilik pd kanvas, 50x50cm (dokumen: Subroto Sm)

Subroto Sm memang pernah mengajar di FSR ISI Yogyakarta hingga pensiunnya.  Tidak saja mengajar, tetapi Subroto Sm yang adalah kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 23 Maret 1946 ini juga melukis dengan aktif.  Beberapa penghargaan sempat diterimanya karena aktifitasnya ini.   Dia pernah mendapat Piagam & Hadiah “Wendy Sorensen Memorial Fund-USA” untuk seni lukis terbaik ASRI (1968).  Pernah juga menerima Piagam Penghargaan sebagai salah satu pencipta lambang ISI Yogyakarta, bersama Drs Parsuki(23 Juli 2008); serta menerima Piagam Penghargaan Jogja Annual Art #2, 2017: BERGERAK, atas Dedikasi dan Pemikirannya dalam mengawal seni rupa Indonesia.

Sejak pandemi Covid-19 yang berjalan kurang lebih dua tahun ini, kreativitas melukisnya begitu deras.  Hal ini tercetus dari kalimat Titik Tino Sidin, Ketua Ikaisyo, Ikatan Istri Senirupawan Yogyakarta.  Ujar Titik,"Pada saat pandemi covid justru saya melihat semangat pak Broto terlahir kembali dengan produktif menghasilkan karya-karya  lukisan maupun sketsa."

Bersama Titik Tinosidin (dokumen: Subroto Sm)
Bersama Titik Tinosidin (dokumen: Subroto Sm)

Hal ini yang memacu kreativitas Titik untuk juga semangat berkarya.  Lanjut Titik," Melihat karya-karya beliau  menyulut semangat saya untuk  tetap  berkarya, dengang melukis dan terus berjuang mewujudkan Museum Taman Tino Sidin sebagai museum dan ruang publik yang bermanfaat bagi masyarakat khususnya dunia seni rupa."

Parangtritis, Tamansari dan Ngejaman

Lukisan dengan judul Parangtritis danTaman Sari yang disebut Dedy S, mungkin bisa ditambahkan lukisan dengan judul Ngejaman, adalah beberapa lukisan yang bisa disebutkan ekpresi keterpukauan Subroto Sm terhadap kota Jogja yang memang dikagumi oleh banyak orang luar daerah karena seni budayanya yang khas selain histori kotanya sebagai kota yang Sultan HB IX  dan masyarakatnya memiliki andil dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia ini.

Pantai Parangtritis lukisa Subroto Sm (dokumen: Subroto Sm)
Pantai Parangtritis lukisa Subroto Sm (dokumen: Subroto Sm)

Menurut catatan wikipedia.org, Parangtritis adalah tempat wisata yang terletak di Desa Parangtritis, Kapanwon Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jaraknya kurang lebih 27 km dari pusat Kota Yogyakarta. 

Pantai ini menjadi salah satu destinasi wisata terkenal di Yogyakarta dan telah menjadi ikon pariwisata di Yogyakarta. Pantai ini mempunyai nilai simbolis yang merupakan garis yang bersifat magis yang menghubungkan Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta, Tugu Yogyakarta dan Gunung Merapi yang dikenal sebagai Garis Imajiner Yogyakarta.  

Pantai yang terletak di sisi timur Pantai Parangkusumo ini memiliki legenda yang melekat dengan Ratu Kidul sebagai penguasa laut selatan dan keindahannya. Pantai ini merupakan pantai yang cukup luas di Yogyakarta, berbeda dengan pantai-pantai di kawasan Yogyakarta lainya seperti Pantai di Gunungkidul yang ukurannya relatif kecil.

Parangtritis banyak dikunjungi oleh berbagai wisatawan, baik dari dalam negeri maupun manca.  Seorang penyanyi Didi Kempot pernah mengabadikan keindahan Parangtritis dalam sebuah lagu campur sarinya: Rasane kepingin nangis/ Yen kelingan Parangtritis/ Neng ati koyo diiris/ Nalika udan gerimis/ Rebu wengi malem Kemis/ nyono ra ngira/ Janjimu jebul mung lamis/ Parangtritis ning ana wong manis/ Yen iling kowe rene yo gelis/ Parangtritis neng ana wong manis/ Yen iling aku kepingin nangis/ Ombak gedhe katon ngawe-awe/ Nelangsa ning ati rasane/ Ombak gedhe sing dadi seksine/ Isih kelingan tekan seprene.

Di mata Subroto Sm yang mengajar sebagai PNS mulai tahun sebagai PNS 1971 -- 2011 di Seni Rupa ISI Yogyakarta Parangtritis keindahannya menjadi sebuah inspirasi dan kemudian menuangkannya dalam sapuan kanvas ukuran 65x50cm dengan cat minyak, dibuat seolah dari sebuah ketinggian.  

Mungkin kalau zaman sekarang, lukisan ini seperti pemandangan sebuah drone yang berada di atas Parangtritis.  Sapuan warna untuk menggambar rumah-rumah, pantai dan lautan pinggir pantai, tidak terlalu mencolok.  

Meski terasa sederhana pilihan warnanya, tetapi itulah kekuatan lukisan Subroto Sm.  Parangtritis di tangan Subroto Sm menjadi sebuah pantai yang tenang dan nikmat untuk dipandang.

Tamansari lukisan Subroto Sm (dokumen: Subroto Sm)
Tamansari lukisan Subroto Sm (dokumen: Subroto Sm)

Tamansari adalah sebuah destinasi wisata di Yogyakarta.  Tamansari ini adalah semula tempat pemadian para putri keraton Yogyakarta.  Sehingga di tempat yang lokasinya tidak jauh dari kraton Yogyakarta ini terdapat kolam dan tempat-tempat peristirahatan.  

Tamansari yang dimaksudkan sebagai tempat peristirahatan dan refreshing kerabat kraton ini di tangan Subroto Sm menjadi sebuah lukisan yang estetis.  Lukisan Taman Sari #2,1969, dengan cat minyak di kanvas, 65x50cm  difokuskan pada kolam atau "segaran" yang menjadi tempat pemandian para putri.  

Di sampingnya terdapat sebuah bangunan yang tinggi, tempat penguasa Jogja mengamati aktivitas para putrinya. Lagi-lagi point ov view lukisan Subroto itu dari atas, seperti layaknya sebuah drone yang terbang mengawasi obyek yang di bawahnya. 

Warna yang digunakan untuk menggambarkan air kolam, hijau kebiru-biruan, demikian dengan warna atas dinding tembok yang mengelilingi kolam itu.  Warna hijau adalah warna khas kraton Yogyakarta.

Ngejaman adalah sebuah tugu yang menjadi ikon kota Yogyakarta.  Menurut catatan dinas kebudayaan Yogyakarta, Tugu Ngejaman atau stadsklok merupakan penanda waktu bagi masyarakat Kota Yogyakarta. 

Tugu jam ini terdiri dari dua bagian yaitu alas berbentuk persegi dan sebuah jam berbentuk bulat yang berada di atasnya. Jam tersebut didirikan pada tahun 1916. Tugu Ngejaman berada di lokasi strategis yaitu di sisi Jalan Margamulya atau tepat berada di depan Gereja GPIB Margamulya. 

Tugu jam tersebut didirikan masyarakat Belanda untuk memperingati satu abad kembalinya Pemerintahan Kolonial Belanda dari Pemerintahan Inggris yang pernah berkuasa di Jawa pada awal abad 19 (1811 -- 1816). 

Tinggi alas jam ini sekitar 1,5 meter, diukur dari permukaan jalan. Diameter jam berukuran 45 cm. Dahulu jam ini bergerak dengan sistem pegas yang harus diputar setiap waktu tertentu. Warga sekitar Ngejaman secara bergantian memutar pegas jam tersebut, agar jam tetap hidup dan bermanfaat bagi masyarakat. (https://kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Ngejaman lukisan Subroto Sm (dokumen: Subroto Sm)
Ngejaman lukisan Subroto Sm (dokumen: Subroto Sm)

Ngejaman yang terletak Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta ini rupanya sangat menarik minat Subroto Sm.  Di tangannya Ngejaman yang menjadi monumen bersejarah ini terasa hidup, walaupun sapuan kuas Subroto Sm sedikit abstrak, tetapi obyek lukisan tersa jelas.  

Ada jalan ke arah Malioboro, dokar, sepeda, mobil, motor, orang-orang yang seolah berlalu lalang.  Beberapa bangunan kuno yang berada di Jalan Panembahyan Senopati juga nampak di sapuan kuas Subroto Sm ini.  Seperti biasa, sapuan kuas warna hijau kebiruan, menghiasi langit,  jalan dan area tertentu.

Selain karya-karya di atas, masih ada karya lain yang dipamerkan yakni: Menyambut Kedatangan-Nya , 1998, cat akrilik di kertas, 54x79 cm, Penyaliban, 2002, cat akrikik di kanvas, 90x70cm. Potret Penari Pendet, 2017, cat akrilik di kanvas, 50x50cm, *Gadis Duduk #2, 2022, cat akrilik di kanvas, 50x50cm,  Eforia #2, 2022 m, cat akrilik di kanvas, 50x60cm,  Rindu Berat, Mudik jadi Obat, 2022, ballpoin di kertas A4 dan lain-lain.  Karya terbaru yang dikerjakan di tahun 2022 ini, seperti "Rindu berat, Mudik jadi Obat," merupakan kampanye juga penggunaan masker dan hidup dengan memperhatikan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19 yang belum berakhir ini.

Lukisan Sketsa
Lukisan Sketsa "Rindu Berat, Mudik jadi Obat, 2022", ballpoin di kertas A4 (dokumen: Subroto Sm)

Komentar Butet Kartaredjasa

Butet Kartaredjasa yang hadir dalam pembukaan, memberi sambutan.  Di hadapan Subroto Sm dan pengunjung pameran, Butet yang saat ini lebih suka disebut sebagai Bambang Ekalaya tersebut menyebut kekuatan Subroto Sm yang senantiasa pada ada tarik ulur antara dunia pragmatis dan sunia sosial tempat dia mengabdi, selain pada lukisannya, juga pada kemampuannya sebagai guru melahirkan para maestro lukisan-lukisan masa kini. 

Kata Butet aktor, perupa dan mantan murid Subroto Sm ini, "...menurut saya, kemaestroan Pak Broto bukan lagi semata-mata pada kekuatan garis yang full energi seperti kita nikmati dalam lukisan-lukisannya.  Bukan pada cipratan warna yang melahirkan efek artistik yang mengejutkan saja.  Ke-maestroan dia adalah bakti dan keikhlasannya melahirkan maestro-maestro baru di jagat seni rupa hari ini di Indonesia," demikian Butet.

Nasirun dengan komentarnya di atas kanvas (dokumen: Subroto Sm)
Nasirun dengan komentarnya di atas kanvas (dokumen: Subroto Sm)

Selain Butet juga ada beberapa komentar Nasirun pelukis Yogyakarya yang juga adalah mantan muridnya memberi komentar dalam bentuk tulisan tangan di kertas.  "Mikul duwur mendhem jero." Demikian tulis Nasirun.  

Nasirun menyebut bahwa merupakan kewajiban generasi yang sekarang ini wajib menghargai para pejuang kebudayaan seperti Subroto Sm ini.  Tak urung, seorang yang bernama Klowor juga menggoreskan komentarnya di kertas juga.  Menurutnya, Subroto Sm telah memberikan ilmu dan jiwaraganya untuk para mahasiswa sehingga dapat menelorkan seniman-seniman tidak hanya lokalan di Indonesia.

Godod Sutejo pelukis senior Yogyakarta, selaku mantan murid, juga memberi komentarnya.  Menurut Godod, lukisan Subroto Sm kekuatan tarikan garisnya sekuat hati yang selalu menggelora dalam jiwanya.  "Subroto Sm adalah sosok pribadi yang tangguh," demikian ujar Godod Sutejo yang dikenal sebagai pelukis alam sepi ini.

Apresiasi Kapolda DIY

Pada pembukaan pameran, 10 November 2022 yang baru lalu, hadir Kapolda DIY, Irjen Pol. Suwondo Nainggolan, SK, MH memberi sambutan dan sekaligus membuka pameran.  Dalam sambutannya, Irjen Pol. Suwondo Nainggolan tersebut memberikan apresiasi yang tinggi terhadap berkesenian di Yogyakarta. Dalam sambutannya yang berjudul "Pelayan yang diberi kemewahan" ini, menyampaikan supaya Subroto Sm dapat terus berkarya sehingga bisa memberi contoh kepada generasi muda.

Kata hati Subroto Sm

Pameran The Master #3 yang diinisiasi oleh Kiniko Art yang digawangi oleh Jumaldi Alfi, perupa alumni ASRI ini merupakan kesempatan emas bagi Subroto Sm.  Seperti diakuinya dalam sambutannya, bahwa selama tahun 2021 dia tidak aktif berkarya karena gangguan kesehatan sakit mata katarak.  Setelah operasi dilakukan di akhir tahun 2021, maka di tahun 2022 dia langsung tancap gas, membuat sketsa sebanyak 100 lembar. Atas sambutan Butet yang adalah mantan muridnya itu,  Subroto Sm merasa terharu hingga matanya berkaca-kaca.

Bersama Kapolda DIY  Irjen Pol Suwondo Nainggolan, SIK, MH yang hadir dan memberi sambutan (dokumen: Subroto Sm)
Bersama Kapolda DIY  Irjen Pol Suwondo Nainggolan, SIK, MH yang hadir dan memberi sambutan (dokumen: Subroto Sm)

Menyikapi hal itu, Subroto Sm jadi terinspirasi oleh sebuah lagu rohani, bahwa hidup ini adalah sebuah kesempatan.  Subroto Sm kemudian melantunkan lagu tsb dlm sambutannya, Hidup Ini Adalah Kesempatan/ Hidup Ini Untuk.Melayani Tuhan/ Jangan Sia-Siakan/  Waktu Yg Tuhan B'ri/ Hidup Ini Harus Jadi Berkat/ ....Ooh Tuhan Pakailah Hidupku/ Selagi Aku Masih Kuat/ Bila Saatnya Nanti/ Ku"Tak Berdaya Lagi/ Hidup Ini Sudah Jadi Berkat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun